Semarak Ramadhan Di Kairo

CAHAYA fanus masih bersinar di seantero Kairo. Lampu hias tradisional yang dipasang khusus pada bulan Ramadhan oleh rakyat Mesir itu beraneka ragam bentuk dan warnanya. Membuat suasana Ramadhan makin semarak.

Seminggu sebelum Ramadhan datang, sudah menjadi tradisi masyarakat Mesir untuk menghiasi rumah mereka degan berbagai macam pernak-pernik Ramadhan. Mulai dari fanus, lampu hias modern, stiker-stiker bertuliskan ayat Alquran, dan hadis-hadis Nabi saw sampai umbul-umbul dengan berbagai macam model.

Toko buku pun dipadati pengunjung yang ingin membeli kutaib (buku kecil) tentang Ramadhan, stiker, Alquran, al-Ma’tsurat yang biasanya mereka bagikan kepada jamaah saat shalat Tarawih.

Saya selalu takjub melihat geliat Ramadhan di negeri Musa ini. Padahal, ini adalah Ramadhan keempat saya berada di sini. Tapi saya tak pernah berhenti berdecak kagum melihat semaraknya Ramadhan di negeri Paraoh ini.

Setiap kali pulang Tarawih, saya dan beberapa orang teman selalu bertindak menjadi “dewan juri tanpa SK” untuk menilai fanus dan lampu hias mana yang menjadi pemenang Ramadhan kali ini. Sepanjang jalan yang kami susuri, mulut kami tak pernah berhenti mengoceh memberi angka-angka terbaik untuk fanus dan lampu hias idola kami.

Saya juga sangat kagum melihat ibadah Tarawih mereka yang istiqamah, mulai dari malam pertama hingga akhir. Setiap masjid dipadati jamaah yang entah dari mana datangnya, padahal masjid-masjid di Kairo begitu banyak, sehingga Mesir dijuluki negeri seribu menara.

Di sepuluh akhir Ramadhan, tampak ramai jamaah yang memilih untuk bermalam di masjid dengan tujuan iktikaf, bahkan ada dari mereka yang membawa serta tas dan koper berisi pakaian dan keperluan sehari-hari. Saat itu masjid tampak lebih ramai daripada biasanya, karena tidak semua masjid memberi izin kepada jemaah untuk iktikaf.

Ini tentu kontras dengan suasana Ramadhan di negeri kita. Masjid hanya penuh di awal puasa saja. Pada sepuluh malam terakhir, ibu-ibu sering kali disibukkan dengan “lailatul bakar” (ritual membuat kue Lebaran) bukannya Lailatul Qadar. Sedangkan kaum bapak, sibuk mengecat rumah hingga absen Tarawih.

Itulah cuplikan pengalaman Ramadhan di negeri kinanah. Alangkah baiknya jika kita mampu mengambil hal-hal yang baik dari orang lain sebagai teladan untuk perbaikan. Bukankah mencontoh tak harus sama? Semoga kita termasuk orang-orang yang berhak merayakan hari kemenangan pada pengujung bulan berkah ini nantinya. Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum...taqabbal ya kariim.

Tulisan Sumainah Muhammad Husin
Mahasiswi Fakultas Bahasa Arab Universitas Al-Azhar, Kairo.
Bisa dihubundi di alamat Facebook : Haifa Mulawwani Husin
Sudah dimuat di rubrik Citizen Reportase Serambi Indonesia, 28 Juli 2012
Sumber : http://aceh.tribunnews.com/2012/07/28/semarak-ramadhan-di-kairo


Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top