Afwan ya Rabbi (Maafkan Aku Duhai Tuhanku)

Google Image
Oleh: Qalbun Muhtariq

Dalam banyak kesempatan, karena rahmat-Nya yang sangat luas Allah sering berjanji bahwa Ia akan menerima semua doa hamba-Nya. Dalam Surat Al-Ghafir (ayat 60) Allah berfirman, “Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.”

Pada surat Al-Baqarah (ayat 186) Allah juga berfirman, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku.”

Agar dikabulkan Allah Swt., setiap doa mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi. Di antaranya adalah bertaubat dan yakin bahwa doa tersebut akan diterima Allah. Kemudian menyucikan jiwa dari yang haram, mulai dari makanan, minuman dan pakaian, serta hati dari segala bentuk penyakitnya. Jika syarat-syarat ini terpenuhi, maka Allah dengan rahmat-Nya akan menerima dan mengabulkan segala permintaan hamba-Nya.

Akan tetapi, terkadang kita berkata, “Aku telah bertaubat kepada Allah, aku juga telah menyucikan hati dan jiwa dari segala yang haram, tapi kenapa Allah tidak menerima doaku?”

Pertanyaan seperti inilah yang menggerakkan tangan untuk merampungkan tulisan singkat ini, sedang hati terasa terbakar, ketika merenung jawaban syekh Ramadhan Al-Buthi dalam kitabnya Min Sunanillah fi ‘Ibâdih. Perlu kiranya kita mengetahui, apa makna istijabatullah akan doa hamba-Nya, serta bagaimana bentuk penerimaan doa hamba oleh Allah Swt.

Istijabatullah tidak mesti dengan memberikan huruf perhuruf seperti yang diinginkan seorang hamba dalam doanya. Terkadang istijabatullah berbentuk realisasi dari tujuan yang sebenarnya diinginkan oleh si pendoa dari doanya tersebut.

Dalam buku tersebut, Syekh Buthi menceritakan sebuah kisah nyata yang ia saksikan sendiri. Seorang pemuda berdoa kepada Allah agar ia lulus di sebuah universitas kedokteran. Dengan harapan setelah menjadi seorang dokter maka pintu rezekinya akan terbuka lebar, dan kehidupan keluarganya akan lebih mudah nantinya.

Ia yakin bahwa Allah akan menerima doanya, semua syarat doa sudah diusahakan sebisanya untuk dipenuhi. Namun kenyataannya ia tidak lulus. Meski demikian ia tidak berburuk sangka kepada Allah. Ia yakin bahwa Allah mendengar serta melihat doa dan usahanya, dan Allah tidak akan mengingkari janji-Nya.

Setelah gagal di kedokteran, ia mulai merintis usaha kecil-kecilan dengan membuka sebuah toko. Usahanya perlahan maju, dan berkembang. Hanya dalam beberapa tahun berikutnya, ia telah bisa hidup mewah dan bahagia bersama keluarganya. Ketika itu ia berkata, “Sungguh sempurna pilihan Allah, hidup sebagai pedagang justru lebih sempurna dari pada seorang dokter.”

Inilah makna istijabatullah. Allah memang tidak menjadikannya sebagai seorang dokter, tetapi bukankah Allah telah membukakan pintu rezekinya, sesuai dengan tujuan doanya.

Sekarang mari kita menulis kisah pribadi masing-masing tentang istijabatullah yang semacam ini. Mungkin tak terhitung, betapa banyak kita meminta sesuatu kepada Allah, yang pada dasarnya sesuatu tersebut adalah hanya sebagai jembatan bagi tujuan lainnya. Kemudian kita mendapati Allah menyempurnakan tujuan utama kita dengan caranya yang sangat hikmah.

Itu karena Allah lebih dekat dengan kita dari pada urat nadi. Ia lebih mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk bagi hambanya. “Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu.” (Al-Baqarah: 216).

Berbaik sangka kepada Allah wajib hukumnya. Kita tidak menyamakan Sang Khalik dengan makhluk. Makhluk mungkin lupa menilai, namun Allah, tidak sehelai pun daun gugur yang luput dari ilmu-Nya. Manusia terkadang lupa menghargai, tapi Allah akan membalas pekerjaan hambanya, walau hanya seringan debu yang beterbangan.

Berusaha sudah, berdoa pun sudah. Sekarang saatnya untuk ikhlas dan berbaik sangka kepada Allah, dan yakinlah, Allah pasti menjawab doa kita. Allah akan memenuhi keinginan kita dengan cara-Nya yang sangat indah.

Jika pun tidak di dunia, namun tidak cukupkah ketika di akhirat nanti Allah membalas keikhlasan dan keridhaan kita akan ketentuan-Nya dengan keridhaan yang setimpal pula. Allah berkata, “Wahai hambaku, sebagai mana engkau ridha dengan segala ketentuanku di dunia, maka hari ini Aku pun ridha kepadamu, masuklah ke dalam Syurgaku.”

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top