Rihlah Luxor (Semalam bersama Grand Syaikh Al-Azhar)


Oleh: Hendri Julian*
Apa yang anda bayangkan jika kata-kata Luxor disebutkan? Karnak Temple? Valley of The King? Atau Hatsepsut Temple?. Jika anda bukan seorang penuntut ilmu melainkan seorang pelancong, maka pasti beberapa tempat wisata tersebut yang akan terngiang di pikiran anda. Namun, jika anda seorang penuntut ilmu maka ada hal yang lebih menarik untuk dibayangkan selain itu semua.

Minggu lalu, kami beberapa Mahasiswa Aceh ikut serta dalam Rihlah Tarbawiyyah yang diselenggarakan oleh Ikatan Qari Indonesia di Mesir. Agenda utamanya adalah berjumpa dengan Grand Syaikh Al-Azhar Ahmad Tayyib dan Ulama sufi di Luxor Syeikh Muhammad al-Jailaniyah.

Walaupun agendanya molor dengan bus yang kami tumpangi telat datang dan mogok di tengah jalan, namun rihlah ini terasa begitu menggembirakan. Bagaimana tidak?. Itu semua terjadi setelah para mahasiswa mendapat kesempatan untuk berkeluh kesah dengan Grand Syaikh di kediaman beliau di Luxor secara face to face.

Kegiatan rihlah Tarbawiyyah ini dipimpin langsung oleh mantan Presiden PPMI Mesir saudara Amrizal Batubara. Tidak hanya mahasiswa Indonesia, namun mahasiswa dari Malaysia serta Thailand juga ikut serta dalam perjalanan kali ini.

Hari pertama setelah melawan dinginnya suhu udara dan mogoknya bus, para rombongan sampai di Mesjid Abdul Hajjaj dan kemudian bermalam di Sahah Jailaniyah. Sahah Jailaniyah merupakan tempat berkumpulnya para penganut tariqat sufi dari garis keturunan Syeikh Abdul Qadir Jailani melalui sayyina Hasan bin Ali bin Abi Thalib dan sampai ke-Rasulullah.

Keesokan siangnya, kami berangkat menuju kediaman Grand Syaikh. Sebelum bertatap muka dengan beliau, para tamu disugukan berbagai macam makanan, mulai dari daging rebus, nasi lemak, sampai dengan mulukhiyyah (Sayur-sayuran yang digiling).

Grand Syeikh pun datang dengan pakaian khas Sa’idi bersama kakak beliau Syeikh Muhammad Thayyib yang juga merupakan keluarga ahlul bait Ulama besar sufi di Luxor. Para mahasiswa pun dengan ligat saling berantrian untuk mencium tangan beliau.

Sesaat setelah mendengar Qasidah yang didendangkan para Qari Mahasiswa Indonesia, Grand Syeikh pun mulai memberikan waktu khusus untuk mendengar keluh kesah dari para tamu. Beliau mendengarkan dengan seksama masalah yang dihadapi mahasiswa asing di Mesir. Ada yang meminta Visa izin tinggal, ada yang meminta diberikan beasiswa, ada yang meminta untuk diberikan izin tinggal di asrama bu’ust dan ada yang meminta diberikan surat rekomendasi untuk masuk ke-Universitas Al-Azhar.

Layaknya seorang Ayah kepada anaknya, Grand Syeikh menyetujui semua keluh kesah Mahasiswa. Setelah sesi tersebut, Grand Syeikh Ahmad Thayyib memberikan kesempatan kepada tamu untuk berfoto dengan beliau, baik itu individu ataupun berkelompok.

Memang sudah begitu lembutnya perlakuan Grand Syeikh. Hari itu bukan hanya tamu indonesia saja yang datang. Namun saban hari, banyak tamu-tamu dari berbagai penjuru mesir datang kepada beliau. Ada yang meminta diberikan biaya untuk pernikahan, ada yang datang karena ingin diselesaikan konflik antar suku dan bahkan ada yang datang hanya untuk meilhat wajah beliau dan kemudian pulang kekampung halaman. Kegiatan yang beliau lakukan dengan sang kakak Syeikh Muhammad Thayyib merupakan warisan keluarga yang telah dilakukan oleh sang kakek.

Setelah semuanya selesai, kami pun kembali ke Sahah Jailaniyah. Keesokannya sebelum kembali ke Kairo, para rombongan mahasiswa menyempatkan diri untuk refreshing ke Karnak dan Hatsepshut Temple. Lelahnya perjalanan selama 12 jam dari Luxor ke Kairo seakan tidak terasa. Para Mahasiswa pun sampai dengan selamat tanpa ada kekurangan apapun. 

*Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Universitas Dual Arab.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top