Hari Peringatan Hak Asasi Manusia Sedunia dan Perspektif Islam Tentang HAM


Oleh: Cut Intan Amalia F*

(Sumber ilustrasi https://www.vgscorporatelawyers.com)

Hak Asasi manusia setiap tahunnya dirayakan pada 10 desember. Pernyataan tersebut dinyatakan oleh Internasional Humanist and Ethical Union (IHEU) sebagai hari resmi perayaan kaum humanisme. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian HAM adalah hak yang dilindungi secara internasional yaitu, seperti hak untuk hidup, hak kemerdekaan, hak untuk memiliki, hak untuk mengeluarkan pendapat.

Menurut filsuf Inggris, John Locke, hak asasi manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir, secara kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat (bersifat mutlak). HAM ini bersifat moral bukan politis, ini menjadi hal yang penting sekali setelah Perang Dunia II.

Menilik catatan sejarah, telah banyak pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Di antaranya tragedi G30S/PKI, Petrus, Tragedi Trisakti, Tragedi Bom Bali, Tragedi Rumoh Geudong Aceh dan masih banyak lagi. Berdasarkan sifatnya, pelanggaran HAM dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

Pelanggaran HAM Biasa

Pelanggaran HAM biasa merupakan kasus pelanggaran HAM yang ringan dan tidak sampai mengancam keselamatan jiwa orang. Namun demikian, kasus ini tetap saja termasuk dalam kategori berbahaya apabila terjadi dalam jangka waktu yang lama. Beberapa contoh pelanggaran HAM ringan adalah pencemaran lingkungan secara sengaja, penggunaan bahan berbahaya pada makanan yang disengaja, dan lain-lain.

Pelanggaran HAM Berat

Pelanggaran HAM berat adalah pelanggaran HAM yang mengancam nyawa manusia seperti pembunuhan, penganiayaan, perampokan, perbudakan, atau penyanderaan.

Namun bagaimanakah perspektif islam dalam menanggapi HAM?

Sebagai sebuah agama yang berarti juga panduan yang mengikat, Islam tentu saja mem- berikan batasan-batasan yang lebih besar terhadap kebebasan dari pada HAM universal.

Dalam islam Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, merupakan salah satu sosok revolusioner sekaligus pejuang penegak HAM yang paling berpengaruh sepanjang abad. Ia tidak hanya sekedar membawa serangkaian pernyataan HAM yang tertuang dalam Al-qur’an. Namun juga memperjuangkan dengan penuh pengorbanan dan kesungguhan.

Salah satu kegigihan Nabi dalam memperjuangkan HAM yaitu memurnikan ajaran maupun kebiasaan yang ada pada zamannya, yakni tradisi masyarakat Arab Jahiliyah di Makkah yang sangat bertentangan dengan konsep HAM.

Konsep HAM itu dijelaskan melalui konsep maqâshid al- syarî’ah (tujuan syari’ah), yang sudah dirumuskan oleh para ulama masa lalu. Maqâshid al- syarî’ah ini bertujan untuk mewujudkan kemaslahatan umat manusia dengan cara mewujudkan dan melindungi hal-hal yang menjadi keniscayaan (dharûriyyât) serta memenuhi hal-hal yang menjadi kebutuhan (hâjiyyât) dan hiasan (tahsîniyyât) manusia”. (Abd al-Wahhâb Khallâf, ‘Ilm Ushûl Fiqh, (Kuwait : Dâr al-Qalam, cet. 12, 1978, h. 199)

Teori maqâshid al-syarî’ah tersebut mencakup perlindungan terhadap lima hal (al- dharûriyyât al-khamsah), yaitu:
1.Perlindungan terhadap agama (hifzh al-din), atau mengandung pengertian hak dalam beragama,

2. Perlindungan terhadap jiwa (hifzh al- nafs), yang mengandung pengertian juga hak untuk hidup dan memperoleh keamanan,

3. Perlindungan terhadap akal (hifzh al-‘aql), yang mengandung pengertian juga hak untuk memperoleh pendidikan, mendidik.

4. Perlindungan terhadap harta (hafizh al-mal), yang mengandung pengertian juga hak untuk memiliki harta, bekerja dan hidup layak,

5. Perlindungan terhadap keturunan (hifzh al-nasl), yang mengandung pengertian juga hak untuk melakukan pernikahan dan mendapatkan keturunan. Sebagian ulama menyebutkan perlindungan terhadap kehormatan (hifzh al-‘irdh) sebagai ganti hifzh al-nasl, yang mengandung pengertian hak untuk memiliki harga diri dan menjaga kehormatan dirinya.

Kemuliaan manusia (karamah insâniyyah) akan terwujud dengan perlindungan terhadap lima hal tersebut. Maqâshid al-syari’ah tersebut diperkuat dengan prinsip-prinsip hukum Islam yang meliputi ‘adl (keadilan), rahmah (kasih sayang), dan hikmah (kebijaksanaan) baik dalam hubungan dengan Allah, dengan sesama manusia maupun dengan alam. Dari situ HAM dan agama Islam merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan. Mereka yang melanggar HAM juga berarti melangggar nilai-nilai agama Islam.

Sumber:

1. Ibn Qayyim al-Jauziyyah, I’lâm al-Muwaqqi’în, (Beirut: Dar al-Kutub al-”ilmiyyah, 1991), h. 11-12.
2. Abd al-Wahhâb Khallâf, ‘Ilm Ushûl Fiqh, (Kuwait : Dâr al-Qalam, cet. 12, 1978, h. 199)


*Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Al Azhar jurusan Syari'ah Islamiyah.

Editor: Annas Muttaqin





Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top