Mesir Era Sebelum Masehi - Bagian I


Khazanah peradaban masa lalu memang telah mengangkat Mesir ke pentas sejarah dunia. Negara yang berada di sudut benua Afrika ini sekilas tampak biasa saja seperti umumnya negara berkembang, namun menjadi luar biasa dengan kekayaan budaya dan warisan sejarah yang dimilikinya.

Tak berlebihan jika Anda mendengar ungkapan Misr Umm Ad-Dunya, Misr Umm Al-Hadharat dan lain sebagainya. Tentunya ungkapan itu bukan untuk menggambarkan Mesir hari ini. Tetapi Mesir yang memiliki sejarah peradabannya telah dimulai sejak 3200 SM. Dari Pharaonic, Hellenistic, Romawi hingga Islamic. Masa Pharaonic sendiri berlangsung hingga tahun 332 SM atau kurang lebih selama 2800 tahun, telah diperintah oleh 330 Fir’aun yang terbagi menjadi 30 dinasti dan melewati 7 masa.

Untuk menguraikan sejarah Mesir, tim redaksi kmamesir.org akan menyajikannya dalam 3 potongan tulisan. Mengingat panjangnya sejarah Mesir.

Pharaonic
Sejak zaman pra sejarah, Orang Mesir kuno menyebut negerinya Tawey yang berarti dua tanah/dataran. Sebutan ini sangatlah tepat, mengingat secara geografis Mesir terdiri dari dataran tinggi (wajhul qibli) dan permukaan laut (wajhul bahri). Kala itu di Mesir timbul revolusi kebudayaan yang merupakan titik tolak kemajuan zaman, yaitu dimulainya budaya bercocok tanam. Sehingga sifat nomaden berubah menjadi sikap menetap, lalu terbentuklah masyarakat baru. Setelah kian berkembang, akhirnya tersusun kerajaan-kerajaan kecil.

Menjelang tahun 3400 SM. kerajaan kecil itu terkelompok menjadi dua kerajaan besar, yaitu Mesir Hulu di daerah Selatan dengan ibu kota Thebes (kini Luxor) dan Mesir Hilir di bagian Utara dengan ibu kota Memphis. Bahkan, selanjutnya raja Mesir Hilir yang bernama Menes bisa menyatukan dua kerajaan tersebut, dan ditetapkanlah Memphis sebagai ibu kota. Usaha Menes rupanya tak cuma itu, pada zamannya pula berhasil diciptakan jenis huruf atau lambang hieroglyph.

Rangkaian sejarah ini berjalan dengan ungkapan bangsa Yunani yang menyebut Memphis untuk sebuah nama ibu kota Mesir kuno (2615-1990 SM.), terletak di dekat Sakkara. Kerajaan awal dari dinasti pertama didirikan di kota ini, dan di situ juga terdapat banyak kuburan para pemangku dinasti I (3200 SM.) maupun kuburan hampir semua raja dinasti II.

Hanya saja selang berapa lama, berbagai gejolak dan revolusi yang ditimbulkan penduduk dan penguasa Mesir Hulu Selatan menyebabkan perpecahan. Hal ini tak lepas dari hegemoni agama dan politik yang diterapkan penguasa Mesir Hulu Utara yang memaksa untuk sesuai dengan agama serta keyakinan mereka.

Dengan berakhirnya kekuasaan Raja Menes sebagai pendiri dinasti I, Mesir Kuno memasuki era Daulah Qadimah (Old Kingdom), dimulai dari dinasti III dan berakhir pada dinasti VI (2280 SM). Era Daulah Qadimah ini memiliki karakteristik stabilitas politik yang relatif dan sentralisasi kekuasaan. Di antara simbol peradabannya yang paling terkenal dan masih tersisa hingga kini adalah piramida yang tersebar di Dahshur, Sakkara dan Giza. Sebagian sejarawan menamakan fase ini dengan masa pendirian piramida.

Namun tak lama kemudian,  kekacauan politik yang meluas saat itu menyebabkan terhambatnya kinerja pemerintahan dan administrasi yang berlangsung hingga dinasti X pada pertengahan abad 21 SM, ditandai dengan berpindahnya pemerintahan ke dalam bentuk desentralisasi dan muncul banyak pusat pemerintahan. Instabilitas ini akhirnya berhasil ditanggulangi sejak pertengahan dinasti XI dengan menjadikan Thebes sebagai ibukota. Mesir kala itu memasuki era Daulah Wustha (Middle Kingdom) yang berakhir pada dinasti XII (1778 SM), dan kota Ist Tawey, dekat Faiyoum, dijadikan sebagai ibu kota kekuasaan. Saat itu, bahasa dan sastra Mesir mengalami zaman keemasan serta nyaris mencapai kematangan dalam keindahan bahasa dan gaya penuturannya, seperti cerita Sanohi yang terkenal ditulis di zaman dinasti XII.

Fase desentralisasi kedua kembali merebak sejak pertengahan dinasti XIII hingga akhir dinasti XVII (1570 SM). Ditandai dengan invasi Heksos ke Mesir yang makin memperburuk keadaan hingga bangsa Mesir berhasil memerdekakan negerinya di bawah komando Ahmas. Menurut sejarawan,  pada masa inilah hidup Nabi Yusuf a.s. sebagaimana dikisahkan dalam Al-Quran (Surat Yusuf).
Kemudian Mesir memasuki era Daulah Haditsah (Modern Kingdom) yang ditandai dengan berhasilnya negara bersatu kembali serta sukses menjalin hubungan luar. Juga disertai dengan perkembangan pesat di bidang politik serta pertukaran perdagangan, budaya dan peradaban. Saat itu, bangsa Mesir juga mengalami tingkat kemakmuran yang sangat tinggi. Dimulai dari dinasti XVIII pada paruh pertama abad ke-16 SM hingga awal abad 11 SM dengan berakhirnya dinasti XX (selama 5 abad).

Banyak sejarawan mengatakan bahwa dinasti XVIII merupakan dinasti yang sangat terkenal dalam sejarah kuno dan modern. Para Rajanya terbilang sukses di bidang politik, budaya, peradaban dan agama, seperti Ahmas (tokoh pejuang kemerdekaan dari Heksos), Akhnaton (yang pertama kali menyerukan monotheisme bersama istrinya, Nefertiti), Tahotomes III (seorang jenius dalam kemiliteran dan peperangan), Tahotomes IV (diplomat pertama yang menaruh perhatian untuk mencatat segala pakta/perjanjian antar negara).

Sejak pertengahan abad ke-6 SM, muncul kekuatan Persia yang menguasai seluruh wilayah Timur Tengah, termasuk di dalamnya Asia Kecil, Pantai Syria, Phoenix, Palestina dan Mesir yang ditaklukkan oleh Qambez (525 SM). Praktisnya, sebagian wilayah Mesir tunduk kepada pemerintahan Persia hingga tampil dinasti XXVIII yang berhasil mengalahkan Persia dan memerdekakan Mesir. Pada dua dinasti terakhir, mereka berhasil mempertahankan Mesir walau sebagian wilayah lainnya tunduk ke Persia. Hanya saja, invasi Iskandar Macedonia mengakhiri kekuasaan Persia dan peradaban Pharaonic pada 332 SM. Kemudian Mesir pun tunduk kepada imperium Yunani yang berlanjut hingga berdiri dinasti Ptolemi. Peradaban itu dikenal dengan Hellenistic.       

Hellenistic
Periode Hellenistic dimulai ketika Iskandar Agung (Alexander The Great) berhasil mengalahkan Persia yang menguasai Mesir pada 332 SM. Penaklukan Mesir oleh Iskandar ini merupakan titik perubahan besar dalam sejarah Mesir secara umum. Masa itulah akhir periode Pharaonic dan mulainya periode Hellenistic (Yunani). Sebenarnya, hubungan Mesir-Yunani sudah lama terjalin. Terbukti dengan ditemukannya sisa peninggalan Mesir di pulau Kreta yang mengindikasikan adanya hubungan dagang antara Mesir-Yunani tempo dahulu. Hubungan yang telah dibina sejak lama inilah,  mungkin salah satu faktor yang mendorong keberhasilan Iskandar diterima dengan senang hati di Mesir. Di samping ia berhasil mempertemukan dua budaya berbeda di sana.

Iskandar berkuasa selama 9 tahun (332-323 SM.) dengan menjadikan Iskandariah (mengambil namanya sendiri) sebagai ibu kota negara. Lalu ia menunjuk Ptolemi Soter (seorang jenderal Macedonia) sepeninggalnya untuk mendirikan dinasti Ptolemi yang bertahan selama 3 abad.
Zaman Hellenik ialah masa sejak tahun 323-30 SM. Sebab dalam periode itu muncul banyak kerajaan di sekitar Laut Tengah, khususnya pesisir timur dan selatan seperti Syria dan Mesir yang diperintah oleh bangsa Macedonia dari Yunani. Akibatnya, mereka membawa berbagai perubahan besar dalam banyak bidang di kawasan itu, antara lain bahasa daerahnya didominasi bahasa Yunani dan pemikirannya juga Yunani.

Titik persentuhan terbesar antara masyarakat Hellenistic di Mesir dengan penduduk pribumi ialah dalam hal agama dan tata cara pemakaman. Banyak unsur Yunani yang mengadopsi tata cara ibadah kepada Tuhan Mesir kuno yang disamakan dengan dewa-dewa Yunani, seperti Amon menjadi Zeus dan Aphrodite menjadi Hathor. Serta banyak candi-candi yang ditemukan sama seperti di Yunani, fungsinya sebagai tempat pengobatan.

Secara keseluruhan, dinasti Ptolemi adalah pengatur administrasi terbaik, tetapi segera berakhir seiring munculnya kekuatan Romawi. Pada akhir abad pertama SM, Dinasti Ptolemi pun runtuh dan Mesir akhirnya menjadi bagian wilayah Romawi.

Romawi
Seperti halnya Ptolemi, kekuasaan Romawi bertahan selama 300 tahun. Sewaktu pertama kali menduduki wilayah Mesir, penduduk Mesir masih menganut paganisme. Pada awal pemerintahannya di tahun 30 SM., jelas sekali ditandai dengan kediktatoran penguasa, Kaisar Oktavianus Agustus. Mesir ketika itu diperintah oleh seorang gubernur, Cornelius Gallus. Kekayaan bumi pertanian Mesir yang subur benar-benar memberikan suplai besar bagi kemakmuran Romawi.

Selama dua abad pertama di bawah Romawi, Mesir terbilang aman. Sistem administrasi Ptolemi yang diakui efisiensinya tetap dipertahankan, sekalipun juga ada sedikit perubahan pada akhirnya. Namun berbagai penindasan dan pemerasan hasil bumi penduduk untuk kepentingan para penguasa di Romawi telah menimbulkan kekacauan dan instabilitas keamanan.

Iskandariah yang merupakan pusat pemerintahan mulanya sangat makmur, tetapi kemudian hancur oleh sekelompok oposisi dari golongan Yahudi yang berusaha merebut kekuasaan di antara orang Kristen. Setelah kehancuran Jerussalem pada 70 M., Yahudi menjadi sangat benci kepada Romawi yang merembet hingga terjadi huru-hara dan pembunuhan massal. Pada abad ke-3 M., kemunduran ekonomi pemerintahan Romawi menyebabkan kesengsaraan yang lebih parah bagi Mesir. Hal ini juga berpengaruh pada tingginya bea pajak.

Tanggung  jawab kekuasaan Mesir akhirnya dilimpahkan ke Konstantinopel yang jaraknya terlalu jauh serta tidak memiliki kekuatan cukup untuk memerintah dengan baik. Sementara itu dari arah Barat, Afrika Utara menyerang melewati gurun pasir. Dari Selatan, kekuatan Nubi (Aswan) melindas pemerintahan Theodosius II (408-450 M.). Tetapi konsekuensi terbesar adalah serangan penguasa Persia Sasani pada abad ke 5-6 M. Terakhir, penaklukan Mesir yang dilakukan  Amru bin ‘Ash mengakhiri hegemoni Romawi di Mesir.

Kekaisaran Romawi juga banyak mengadopsi pemujaan ala Mesir kuno yang tersebar di sekitar wilayahnya. Seperti Isis, yang candi dan patungnya juga dapat ditemui di Roma, London dan seluruh Eropa. Demikian pula Serapis yang dihormati secara luas di sana.

Salah satu peninggalan peradaban Romawi adalah Romanian Theatre (Al-Masrah Al-Rumany) yang kini menjadi salah satu daya tarik dan objek wisata di kota Iskandariah.

(Bersambung ke Bagian II . . .)

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top