Somalia; Bencana dan Perang Saudara


Pada 5 Juli 2011, situs reliefweb.int melansir bahwa agensi Amerika, Famine Early Warning Systems Network (FEWS-Net) -Sistem Jaringan Peringatan Dini terhadap Bencana Kelaparan- menyatakan keadaan darurat untuk sebagian besar wilayah Somalia selatan, tenggara Ethiopia dan timur laut Kenya.

Selanjutnya, pada 20 Juli, situs The Telegraph melansir bahwa PBB resmi mendeklarasikan dua wilayah Somalia bagian selatan—wilayah Shabelle Bawah dan wilayah Bakool—dilanda bencana kelaparan yang melebihi batas darurat dan mencapai tingkat malapetaka (catastrophe).

Sebelum deklarasi ini, diyakini ada sekitar 10.000 warga Somalia telah meregang nyawa akibat kelaparan. Ini adalah deklarasi kedua setelah pendeklarasian bencana kelaparan mengerikan di Ethiopia tahun 1984 yang telah menelan lebih dari 1.000.000 jiwa.

Kemudian pada 3 Agustus, PBB mendeklarasikan bahwa bencana kelaparan telah meluas ke 3 wilayah lain di bagian selatan Somalia, termasuk ibukota Somalia Mogadhisu, wilayah Afgoye, dan wilayah Shabelle Tengah.

Saat itu, FEWS-Net dan  beberapa badan internasional lainnya memprediksikan bencana kelaparan akan menyelimuti seluruh bagian selatan Somalia dalam jangka waktu enam minggu.

Membaca Tingkat Bencana Kelaparan
Untuk membaca tingkat bencana kelaparan, sekurangnya ada dua bentuk klasifikasi;

1. Klasifikasi GAM

Pertama menggunakan data Global Acute Malnutrition (GAM), atau Kekurangan Nutrisi Akut Global. Jika di suatu wilayah anak-anak yang mengalami GAM berjumlah 5%, ini masih bisa diterima (acceptable). Jika 10% maka wilayah itu dianggap miskin dan butuh dikasihani (poor). Jika mencapai 15%, berarti wilayah itu telah mengalami kekurangan nutrisi serius dan telah tergolong dalam GAM. Jika mencapai 20%, maka wilayah itu dianggap dalam keadaan kritis, dan telah melebihi batas GAM. Lebih dari 20%, itu dianggap kekurangan nutrisi akut tingkat tinggi yang jauh melebihi batas GAM.

Menggunakan klasifikasi GAM ini, pada 9 Agustus 2011 Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) telah menggolongkan 7 wilayah selatan Somalia dalam kekurangan nutrisi akut tingkat tinggi yang jauh melebihi batas GAM. Jika batas GAM adalah 15%, maka di wilayah Gedo Pastoral mencapai 23,8%; Shabelle Tengah 35,3%; Mogadishu 39,4%; Afgoye 40,4%; Gedo Agro-Pastoral 51,9% dan wilayah Bay mencapai 55,0%.

Begitu juga kondisi pengungsi Somalia di kamp-kamp pengungsi Ethiopia; di Kamp Bokolmayo 33,4%; Melkadida 33.0% dan kamp dadakan untuk rakyat Somalia yang baru datang di Dollo Ado mengalami kurang gizi mencapai 45-47%.

Sementara kondisi pengungsi Somalia di pengungsian Kenya, yaitu di wilayah Dadaab, kekuarangan gizi akut mencapai 15-25%, melebihi batas kritis dan sangat perlu bantuan segera, akan tetapi agak lebih baik dari yang jauh lebih buruk di banyak wilayah lainnya.

2. Klasifikasi IPC

Kedua, menggunakan data Integrated Food Security Phase Classification (IPC) (Jul-Aug 2011). OCHA juga telah membuat data IPC dan menyebarkannya melalui 4 situs resminya, termasuk www.unocha.org.

IPC mengklasifikasi kondisi bencana kelaparan menjadi lima tingkat: 1. Tidak ada atau sedikit (None or minimal). 2. Buruk (Stressed). 3. Krisis (Crisis), 4. Darurat (Emergency), dan 5. Malapetaka/Bencana Kelaparan (Catastrophe/Famine).

Hingga 9 Agustus 2011, OCHA menggolongkan setengah wilayah Somaliland dalam katagori tidak ada atau sedikit, dan setengah lagi tergolong krisis. Sementara wilayah Pundland mayoritas tergolong krisis dan wilayah tengahnya tergolong darurat. Sementara wilayah Somalia dan Somalia barat daya, seluruhnya tergolong darurat (emergency), kecuali beberapa wilayah yang telah digolongkan PBB ke dalam tingkat malapetaka/bencana kelaparan (Catastrophe/Famine), termasuk ibukota Somalia, Mogadhishu.

Bencana kelaparan ini akan terus menyebar dan semakin parah setiap harinya, sehingga FEWS-Net memproyeksikan bahwa seluruh wilayah selatan Somalia akan tergolong ke dalam bencana kelaparan atau mencapai tingkat catastrophe hingga September nanti. Pund Land bagian selatan, tenggara dan tengah tergolong emergensi, dan lebihnya tergolong krisis. Sementara kondisi rakyat Somalia di kamp-kamp pengungsian di Kenya dan Ethiopia seluruhnya dalam keadaan emergensi.

Penyebab Bencana Kelaparan

Penyebab utama dari kelaparan ini adalah kemarau panjang dan kekeringan yang melanda wilayah Tanduk Afrika. Di Somalia, sungai yang ada kering. Ada dua sungai yang paling besar, yaitu Sungai Juba dan Sungai Shabelle yang keduanya terletak di selatan Somalia. Tapi justru di sekitar sungai ini kekeringan dan kelaparan mencapai puncak bencana. Selain itu, mata air mati tak berfungsi dan sumur-sumur kering.

Kekeringan ini membuat lahan pertanian dan tumbuh-tumbuhan mati. Sehingga, sumber makanan manusia berupa tanaman telah tiada. Selain itu, efek matinya tanaman ini membuat hewan ternak juga mati. Sehingga, sumber mata pencaharian masyarakat melalui ternak atau sumber makanan berupa hewan juga habis akibat kekeringan. Ini semua berlangsung dalam waktu lama, terus berlanjut hingga menyebabkan kelaparan dan menjadi bencana.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top