EKONOMI ISLAM; SISTEM UNGGUL YANG TERABAIKAN


Islam sebagai agama yang universal telah mengatur segala aspek kehidupan manusia dari hal terkecil hingga yang terbesar. Agama ini memberikan jalan yang seimbang dan luas terhadap semua sisi kehidupan, termasuk jenis urusan transaksi dan perniagaan. Penerapan Syariat Islam akan menjadi tidak seimbang apabila hanya diterapkan beberapa sisi saja, sedangkan sisi lainnya ditinggalkan.

Salah satu kesempurnaan Islam itu sendiri dapat kita lihat pada muamalahnya yang berbasis Al Quran dan Sunnah. Keunggulan ini terlihat dari detailnya perhatian Islam sampai pada hal-hal yang kecil, seperti salah satu undang-undang muamalah Islam; “tidak boleh melakukan penawaran di atas penawaran orang lain”.

Dua paragraf diatas merupakan copypaste dari pembukaan makalah zawiyah kali ini (Kamis, 14 Maret 2013). Materi Zawiyah yang dipaparkan oleh Ketua Keputrian Keluarga Mahasiswa Aceh  (KMA) periode 2012-2013, Tgk. Devi Intan Purnawan, dihadiri oleh hampir seluruh putroe KMA yang sangat antusias dan kompak.

Selanjutnya, pemateri mencoba memberikan pemahaman mendasar yang terkandung dalam sistem ekonomi Islam. Beliau mengatakan: “Ekonomi Islam sendiri memiliki sifat dasar yang Rabbani dan Insani.  Disebut ekonomi Rabbani  karena seluruh sifat dan sistem pelaksanaannya sarat dengan arahan dan nilai-nilai ilahiah. Sedangkan insani, karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk memakmurkan rakyat.”

Tentu ini tidak cukup, pemateri juga menyebutkan beberapa karakteristik ekonomi Islam yang menjadikannya sebagai sistem ekonomi jempolan dan tahan krisis.

Diantara karakteristik itu adalah:
1. Harta yang dimiliki oleh seseorang pada dasarnya adalah kepunyaan Allah swt. sedangkan manusia hanya khilafah (pengelola) atas harta tersebut.
2. Ekonomi terikat dengan akidah, syariah (hukum) dan moral.
3. Keseimbangan antara kerohanian dan kebendaan.
4. Negara diberi wewenang turut campur dalam perekonomian.
5. Bimbingan konsumsi (bagaimana seorang pemilik modal seharusnya dalam menggunakan hartanya).
6. Ekonomi Islam bisa dijadikan petunjuk dalam berinvestasi.
7. Adanya zakat.
8. Larangan riba.

Dalam salah satu sub bab:  “Penerapan dan perkembangan ekonomi islam di Aceh”,  pemateri mengumumkan bahwa penerapan sistem ekonomi Islam di Aceh belumlah seratus persen. Memang kita mendapati beberapa instansi yang sudah berbasis islami, seperti Bank Syariah dan Penggadaian Syariah. Namun, masih banyak lembaga-lembaga besar dan kecil yang masih mempraktekkan hal-hal yang tidak sesuai dengan ruh ekonomi Islam. Contoh kecilnya, koperasi yang ada di beberapa sekolah yang masih memakai sistem peminjaman dengan bunga bagi guru yang ingin meminjam dari koperasi tersebut.

Sang pemateri yang merupakan mahasiswa Universitas Al Azhar, Kairo juga mengkritik sistem pembagian zakat yang tidak maksimal. Ia mengatakan tidak seharusnya zakat itu diserahkan secara mentah-mentah dan langsung kepada mustahiknya. Tapi alangkah indah seandainya ada suatu badan yang mengelola zakat, kemudian zakat tersebut diberikan kepada mereka sebagai modal usaha. Sehingga dengan modal tersebut, mereka bisa membuka lapangan kerja dan memakmurkan kehidupan dalam jangka waktu yang tak terbatas.

Berlanjut ke sesi diskusi

Sekilas terlihat, makalah ini memang sudah komplit. Namun, yang namanya makalah tetap tidak ada yang mampu mendaki sampai puncak kesempurnaan, seperti yang diutarakan oleh Tgk. Azmi Abubakar, salah satu peserta diskusi Zawiyah.

Dimakalah ini pemateri sedang membanggakan bagaimana hebatnya sistem Ekonomi islam, tapi sayangnya beliau tidak menyebutkan bukti ril sebagai fakta kegagahan ekonomi Islam atas sistem ekonomi lainnya. Sementara yang terjadi sekarang, malah barat yang menganut sistem ekonomi kapitalis dan Cina dengan sistem ekonomi komunis lah yang berjaya. Antitesis dari pemaparan pemateri ini diutarakan oleh Musyrif Zawiyah KMA tidak hanya ditujukan kepada pemateri, namun juga kepada seluruh peserta yang setuju dengan pemateri.

Diskusi tidak lagi berjalan searah

Tgk. Zahrul Bawadi mengatakan, bahwa membandingkan di antara kedua sistem tersebut tidaklah mungkin, karena kedua-duanya pernah berjaya, namun dijaman yang berbeda. “Bagaimana kita mengatakan sistem barat lebih unggul sedangkan mereka belum pernah diadu dalam sebuah acara cerdas cermat”, jawab beliau dalam suasana canda, (Maksudnya: Ekonomi Islam belum pernah dicoba untuk saat ini, oleh karena itu tidak boleh kita mengatkan Ekonomi Islam tidak berhasil)

Tgk. Alwin Abdullah malah mengatakan, sistem barat sama sekali tidak pernah berhasil. Banyaknya kasus bunuh diri yang terjadi dalam keluarga yang bergulat dengan ekonomi tinggi menjadi bukti sistem ekonomi mereka mengalami kanker, dari luar terlihat segar padahal mengapung- ngapung tak memberikan kenyamanan bagi sipelaku ekonomi.

Suasana diskusi yang sempat tegang, bisa didinginkan oleh mederator kocak KMA, Tgk Taufik Yusda. Kadang dengan kata sentilan, atau dengan tanggapan, di saat yang lain dengan ungkapan badannya yang susah dimengerti.

Pada akhirnya, Kak Devi (panggilan akrab pemateri) menarik satu kalimat kesimpulan, bahwa Ekonomi Islam memang sistem yang sangat cerdas, hanya saja ia hampir terlupakan. Hal ini dikarenakan kurangnya perhatian dan kesadaran kita dalam penerapannya.

Semoga Aceh kedepan berjaya, menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ngafur! Amin! (HN)

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top