Al-Quran antara Bahasa Arab dan Bahasa Asing

Ilustrasi/google
Oleh: Edi Saputra, MA

Apakah al-Quran murni bahasa Arab? sebuah pertanyaan yang sudah lama mencuat dikalangan para ulama. Tapi, sampai sekarang belum seorang pun dapat memberikan jawaban yang ilmiah dan memuaskan.

Sebagian ulama mengatakan, bahwa al-Quran itu murni bahasa Arab, di antaranya adalah al-Imam asy-Syafi`i, Ibnu Jarir, Ibnu Faris, dan lain-lain.

Mereka berhujjah dengan dalil-dalil yang bersumber dari al-Quran, yaitu:

Surat al-Fussilat ayat 44:

وَلَوْ جَعَلْنَاهُ قُرْآَنًا أَعْجَمِيًّا لَقَالُوا لَوْلَا فُصِّلَتْ آَيَاتُهُ أَأَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ

Surat Yusuf ayat 2:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآَنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ

Ayat-ayat diatas menjadi pegangan bagi mereka untuk mengatakan, bahwa al-Quran tidak terkandung didalamnya sidikit pun dari bahasa selain bahasa Arab.

Edi Saputra, MA
Sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat, bahwa didalam al-Quran terdapat kata-kata yang bukan bahasa Arab. Diantara kata-kata tersebut adalah (أباريق) yang bermakna "cerek", berasal dari bahasa Persia, (الأرائك) yang bermakna "dipan-dipan", berasal dari bahasa Habsyi, (الصراط) yang bermakna "jalan", berasal dari bahasa Romawi, dan masih banyak lagi kata-kata lain yang melebihi seratus kata.

Adapun komentar mereka terhadapt nash di atas ( (قرآنا عربياdan (لسان عربي مبين) yang jelas-jelas menunjukkan bahwa Al-quran itu murni bahasa arab. Namun menurut pendapat mereka, bahasa arab memang mendominasi al-Quran, tapi tidak menutup kemungkinan terdapat sedikit bahasa ajam, dengan bukti seperti contoh sebelumnya.

Begitu juga maksudnya bila al-Quran ini diturunkan kepada Rasul Saw. yang berbicara dengan bahasa Arab, jadi bukan unsur kata-katanya yang mesti dalam bahasa Arab. Hal ini dikarenakan bahwa al-Quran ini risalah alamiah, rahmatan lillalamin, meliputi semua bangsa, suku dan ras. Untuk golongan jin dan manusia, dan ini sesuai dengan firman Allah Swt 

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ﴾ (إبراهيم : 4

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun keculi dengan bahasa kaumnya.

(Kaum) dalam ayat ini meliputi semua bangsa, jadi kitab suci kaum tersebut juga mesti memuat banyak jenis bahasa.

Dari kedua pendapat di atas, maka sebagian ulama yang lain mencari jalan tengah antara keduanya. Di antaranya Abu Ubaid bin Salam, beliau berpendapat, bahwa kata-kata ajam yang terdapat dalam al-Quran sebenarnya memang bahasa ajam, akan tetapi bangsa Arab telah menggunakan kata-kata tersebut dalam percakapan mereka sejak dahulu kala, bahkan sejak al-Quran belum diturunkan. 

Jadi kata-kata tersebut dilihat dari segi asal mulanya memang benar bahasa ajam, dan dilihat dari sisi pemakaian orang Arab yang telah turun-temurun pada kata tersebut, maka ia sudah bisa dikatagorikan dalam bahasa Arab. 

Pendapat ini ternyata didukung oleh banyak ulama, di antaranya al-Jawaliqi, sehingga beliau mengistiahkan hal tersebut dengan istilah (المعرّب), yang bermakna penyerapan bahasa asing kedalam bahasa Arab (saduran).

Akan tetapi al-Jawaliqi membatasi "penyerapan" tersebut hanya pada kata-kata yang telah lama digunakan oleh bangsa Arab dan telah termuat dalam al-Quran. Oleh karena itu beliau mendefinisikan al-muarrab dengan: "semua bahasa ajam yang pernah diucapkan oleh orang Arab, termuat dalam al-Quran, dan terdapat dalam ucapan para sahabat dan tabiin (r.a) serta termaktub dalam syair-syair Arab yang lama."

Adapun sebagian ulama yang lain, di antaranya al-Khafaji, menyebutkan beberapa syarat sebuah kata bisa dikatagorikan muarrab, diantaranya adalah :

Pertama : kata tersebut harus mengalami perubahan bunyi. Artinya kata tersebut harus disesuaikan dengan bunyi huruf-huruf Arab, seperti kata (درهم), kata ini berasal dari bahasa yunani (دْرَخْمْ) DRAHM, dan dalam bahasa Arab tidak dikenal cara mengucapkan (دْرَ) DRA , yang dimulai dengan harakat mati. 

Maka untuk memudahkan mereka melakukan penyesuaian dengan lidah bangsa Arab, dikasrahkanlah huruf dal dan dimatikan huruf ra, kemudian diganti huruf kha yang sukun menjadi ha yang berharakat di atas, jadiah (درهم) sesuai dengan wazan (فِعلَل).

kedua : kalau kata tersebut tidak mengalami perubahan bunyi huruf, bisa juga ia dianggap muarrab, dengan syarat kata tersebut sesuai dengan wazan-wazan bahasa Arab, seperti : (آجر) yang berwazan (أَفْعُل).

Adapun yang tidak dapat dikatagorikan dalam muarrab cuma ada satu, yaitu bahasa asing yang digunakan oleh orang Arab yang tidak sesuai dengan wazan bahasa Arab, dan tidak memperoleh perubahan pada bunyi hurufnya, maka ia tidak bisa dikatakan muarrab, menurut al-Khafaji, seperti kata (خراسان), dalam bahasa Arab tidak pernah terdapat kata-kata yang berwazan (فعالان).

Kesimpulan dari pendapat ini adalah, sebuah kata bisa dikatakan muarrab jika kata tersebut sesuai dengan tabiat bahasa Arab, baik dari segi bunyi hurufnya, atau pun dari segi wazannya.

Pendapat ini walau kelihatannya lebih ilmiah, akan tetapi penentuan perubahan kata hanya dibatasi pada bunyi huruf saja. Namun, pendapat ini dibantah Oleh Dr. Abdul Fattah Barkawi, dan beberapa ulama modern abad ini.

Dalam bukunya yang berjudul (مقدمة في فقه اللغة العربية واللغات السامية) Beliau menyimpulkan, bahwa untuk memberi nilai sebuah kata muarrab atau tidak, tidaklah cukup dilihat dari segi perubahan pada bunyi huruf, di sisi lain juga perlu ditinjau dari segi gramatikal bahasa Arab, seperti ilmu nahwu. Jadi, selama kata-kata ajam yang digunakan oleh bangsa Arab tunduk dengan kaedah ilmu nahwu, maka kata tersebut juga bisa dikatagorikan muarrab.

berdasarkan pendapat ini kata (الخرسان) bisa digolongkan juga dalam kata-kata muarrab, karena ia tunduk pada kaedah bahasa Arab, yaitu jika ia berposisi sebagai fail maka baris akhirnya adalah dhammah, jika berposisi sebagai maf`ul, baris akhirnya fatah, jika di dimasuki huruf jar ia berbaris kasrah, dan jika tidak didahului oleh alif dan lam, maka ia tunduk dalam qaedah mamnuk min assharfi.

Dan tidak satu pun dikalangan ulama yang tidak sepakat, bahwa semua kata-kata yang terdapat di dalam al-Quran telah tunduk pada kaedah ilmu nahwu. Jadi, dapatlah disimpulkan, bahwa semua isi al-Quran adalah bahasa Arab, dikarenakan sudah tunduk pada kaedah bahasa Arab, dan ini sesusai dengan firman Allah Swt di atas : 

(إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآَنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ( يوسف : 2

Wallahu a`lam. 

*Tulisan ini sudah dimuat pada Jurnal Seumike Dep. Pendidikan KMA, Edisi Perdana, 2010

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top