Tabayyun Akhi

Sumber : Google Image

Oleh: Sulthanul Arifin

Media sosial adalah makanan sehari-hari manusia modern. Tidak dapat dipungkiri betapa pentingnya sudah media sosial. Dulu manusia hidup jauh dari pada media sosial, kalau ingin memberi kabar kepada kerabat jauh membutuhkan waktu yang sangat lama. Butuh berhari-hari surat sampai ke tujuan bahkan ada yang berbulan-bulan. Sekarang tinggal menekan tombol ‘send’ pesan langsung tersampaikan. 


Dulu manusia harus menunggu sehari penuh agar berita yang terjadi di daerah berbeda tersampaikan padanya. Sekarang? Hanya menunggu beberapa detik setelah kejadian berita pun sampai dengan cepat kepada seluruh manusia.


Apa yang dilakukan kerabat kita di daerah yang jauh kita dapat mengetahuinya dengan melihat sesuatu yang disebut ‘status’. Bahkan aktifitas harian orang yang tidak kenal saja dapat diketahui. Dunia semakin berubah, teknologi semakin canggih dan kepribadian manusia semakin lama semakin berubah. Yang dulunya sering mengaji sekarang lebih sering chatting-an. Dulunya berkunjung ke kampung halaman sebulan sekali sekarang dapat mengunjungi kampung halaman sehari sekali bahkan lebih dengan video call


Bukan berarti dengan berkembangnya teknologi kejahatan pun berkurang. Justru sebaliknya, kejahatan semakin meningkat. Berbagai kejahatan terjadi di dalam dunia baru, dunia media sosial. Dunia dimana orang dapat bebas berimajinasi. Dunia dimana manusia dapat mencurahkan seluruh keluh kesah yang dirasakan. Terlepas dari itu semua kejahatan tetap ada. Baik kejahahatan secara fisik maupun kejahatan intelektual.


Kejahatan secara fisik yang terjadi memang tidak langsung. Contoh yang paling sering ditemukan adalah pencurian uang lewat media sosial. Dulu ketika seorang pencuri ingin mencuri uang seseorang maka yang paling sering dilakukan adalah menunggu di depan bank. Ketika korban keluar dari gedung bank si pencuri tinggal menguntit korban hingga korban tersebut jauh dari pandangan satpam penjaga bank.


Ketika kesempatan kecil ada pencuri tersebut tinggal mengambil tas atau dompet korban. Berlari dari keramaian dan bersembunyi. Kalau keberuntungannya besar maka dia lolos dari tangkapan orang sekitar dan menjadi buronan kepolisian. Bisa jadi keberuntungan tidak berpihak padanya maka dia pun jadi bulan-bulanan massa. Itu sebuah resiko yang tinggi.


Tapi, dengan adanya media sosial kejahatan seperti itu menjadi makin mudah. Hanya butuh sedikit provokasi, korban bisa jadi langsung terpancing. Seorang pelaku kriminal tinggal menelpon korban dengan mengatakan, ‘selamat anda memenangkan undian dengan pengisi pulsa terbanyak. Hadiah dengan total satu juta akan dikirim ke rekening anda. Silahkan ikuti langkah-langkah berikut’ simpel dan tidak ribet. Tidak makan banyak waktu. Apabila korban tidak terperangkap maka tinggal mencari korban yang lain.


Bahkan angka kejahatan saat ini lebih besar daripada angka kejahatan sebelum masuk dunia media sosial. Dulu tidak banyak terjadi kejahatan intelektual yang dapat merusak pikiran. Sekarang tidak terhitung sudah berapa generasi yang intelektualnya rusak. Berawal dari media sosial dan berakhir ke media rehabilitasi. 


Generasi muda sangat mudah terasuki hantu media sosial. Mulai dari berkenalan di dunia maya hingga berakhir di kepolisian. Padahal nyatanya belum pernah melihat satu sama lain. Hanya berbekal foto yang diposting di akun media sosialnya. Dengan gambaran wajah yang berbeda jauh dari yang sebenarnya, membuat sepasang manusia saling tertarik. Padahal belum tentu itu nyata. Semua dibutakan oleh dunia maya.


Tidak kalah dengan perdagangan. Kejahatan yang terjadi di dalam perdangangan berkembang pesat. Dulu toko yang dipunya tidak pernah didatangi pembeli, kini hanya mengirim gambar barang yang ingin di jual. Padahal gambar yang dilihat itu belum tentu begitu adanya. 


Sudah banyak kejahatan yang muncul. Hingga dalam berita yang tertera dalam media sosial pun belum tentu benar. Ada istilah dalam berita yang kebenarannya tidak diakui, biasa disebut berita hoax. Walaupun berita itu tidak benar tapi tetap saja banyak orang menyebarkan.


Setelah semakin banyak berita hoax yang tersebar dan bosannya pembaca menerima berita yang tidak jelas, muncullah istilah baru yaitu Tabayyun Akhi. Istilah ini untuk menyerang orang-orang yang menyebarkan berita sebelum memastikan kebenaran berita yang diterima. Seharusnya istilah ini berpasangan dengan lawannya. Istilah ini seperti kode yang sangat keras bagi kaum adam. Padahal bukan hanya laki-laki yang menyebar berita tidak jelas, walaupun memang kebanyakannya laki-laki.


Berita tidak jelas ini sangat berbahaya untuk disebar. Kita memang belum merasakannya ketika menyebar berita. Bahaya paling kecil yang timbul adalah berita yang telah disebar kemudian disebarkan lagi oleh orang yang menerima. Kemudian disebar lagi oleh orang lain. Terus menerus hingga tiada habisnya. Sehingga berita ini melekat dengan keras di dalam pikiran manusia dan dianggap benar. 

Hati-hati dengan Hoax (Sumber: Google Image)

Bahaya lain adalah fitnah yang besar terjadi dalam berita. Beritanya saja sudah tidak jelas apalagi kebenarannya. Dulu orang mengatakan ‘fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan’ sehingga orang apabila ingin menyebarkan berita yang tidak benar harus berpikir puluhan kali. Beda jauh dengan sekarang, fitnah yang tersebar itu hal yang sangat biasa. Bahkan orang tidak terlalu peduli dengan fitnah, toh mereka lalai dengan dunia barunya. 


Tabayyun akhi tidak akan berakhir sebelum orang-orang sadar dengan apa yang telah dilakukannya. Tak banyak orang sadar akan hal demikian. Hanya beberapa orang yang telah terbebas dari dunia maya ini. Mereka yang telah bebas, telah melalui masa-masa genting dalam menghapi dunia yang tidak jelas arahnya.


Bagaikan pesawat yang tidak pernah mendarat. Terus terbang melalui angkasa luas, hanya bisa menatap rerumahan dan pepohanan yang ukurannya sekecil semut. Seakan-akan pada saat itu manusia adalah raksasa penguasa dunia sehingga dia tidak peduli apa yang terjadi di bawah sana.


Lihatlah berapa orang di dunia ini telah terkena akibat dari penyebaran berita tidak jelas. Cukup sudah mereka yang menjadi korban. Jangan korbankan lagi diri kalian untuk merasakan hal yang sama seperti yang mereka rasakan. Yang mereka rasakan itu berat, kalian tidak akan sanggup, biarkan mereka saja yang rasakan.


Apakah mereka-mereka korban berita hoax tidak cukup untuk mendetakkan hati kita agar kita selalu ber-tabayyun ketika menerima berita? Kalau memang tidak cukup maka kita harus tabayyun hati kita. Apa salah hati kita sehingga tidak bisa menerima contoh yang telah nyata di depan mata. Tidak banyak orang yang sadar, oleh karena itu kita harus masuk dalam komplotan orang-orang sadar dan telah keluar dari dunia yang tidak pernah punya ujungnya ini. Tabayyun Akhi.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top