Amalan Bulan Sya'ban, Sajian Allah Bagi Hamba-Nya

Oleh: Ali Akbar Alfata*
(Image: pixabay.com)
Bulan Sya’ban merupakan bulan ke delapan dalam kalender hijriah. Ia berada di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan Sya’ban merupakan bulan yang sangat istimewa bagi umat Islam, mengingat banyak isyarat Rasulullah yang menunjukkan hal tersebut. Umat Islam memiliki berbagai cara untuk mengagungkan bulan ini, tentu saja sesuai dengan ajaran Rasulullah. Bulan Sya’ban juga dikenal sebagai bulan terjepit, karena kedua bulan sebelum dan sesudahnya sangat agung, memiliki sangat banyak keistimewaan. 

Bulan Rajab merupakan bulan di mana Nabi melakukan isra’ dan mi’raj, kemudian menerima perintah salat sehari semalam lima waktu. Adapun bulan Ramadhan sudah sangat masyhur fadhilahnya, diantaranya adalah adanya malam lailatul qadar, dan lain-lain. Oleh karena itu, bulan Sya’ban seakan terlupakan karena banyaknya amalan-amalan yang kita kerjakan di bulan lain.

Padahal, bulan Sya’ban adalah saat-saat agung yang Allah sediakan bagi kita, keberkahan dan kebaikan tumpah ruah menyelimuti segenap makhluk-Nya. Pintu taubat terbuka sangat lebar bagi yang mengemis ampunan-Nya. Allah menjadikan bulan Sya’ban sebagai batu loncatan menuju Ramadhan. Barangsiapa yang mempersiapkan dirinya pada bulan agung ini dengan sungguh-sungguh, maka akan mudah baginya menempuh jalan di bulan Ramadhan, dan menuju puncak kemenangan pada bulan Syawal.

Menurut para ulama, ada beberapa sebab penamaan bulan Sya’ban. Beberapa ulama mengatakan bahwasanya dinamakan Sya’ban karena yatasy’abu khairan katsiran atau memiliki cabang-cabang kebaikan. Ada juga yang mengatakan bahwasanya Sya’ban berasal dari sya'baan, artinya terpampangnya keutamaan atau banyaknya keutamaan pada bulan ini. Selain itu, sebagian ulama menafsirkan Sya’ban sebagai syi’bu yang artinya jalanan di gunung, yaitu jalan kebaikan, serta masih banyak lagi makna bulan Sya’ban lainnya.

Terlihat sangat jelas dari namanya saja sudah banyak sekali mengandung unsur kebaikan dan keutamaan. Tak heran bila umat Islam di seluruh dunia bersukacita akan datangnya bulan ini. Diantara amalan yang paling masyhur dilakukan pada bulan Sya’ban adalah memperbanyak puasa. Seperti sebuah hadis,

عن عائشة رضي الله عنها قالت : (كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يصوم حتى نقول لا يفطر, و يفطر حتى نقول لا يصوم, فما رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم استكمل صيام شهر قط إلا شهر رمضان و ما رأيته أكثر صياما منه في شعبان)

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya dia berkata, “Dulu Rasulullah Saw. berpuasa sampai kami mengatakan bahwasanya beliau tidak berbuka puasa, dan beliau berbuka puasa sampai kami mengatakan bahwasanya beliau tidak berpuasa, dan saya tidak pernah melihat Rasulullah Saw. menyempurnakan puasa dalam sebulan kecuali di bulan Ramadahan, dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak dari bulan Sya’ban (selain Ramadhan).”

Hadis ini sekilas menggambarkan kepada kita bagaimana Rasulullah memperbanyak puasanya pada bulan Sya’ban. Hadis ini menjadi dalil kuat untuk berpuasa pada bulan Sya’ban.

Diantara limpahan rahmat Allah pada bulan Sya’ban adalah bahwasanya bulan ini merupakan bulan untuk memperbanyak lagi shalawat kita kepada Nabi Muhammad Saw. karena bulan ini merupakan bulan turunnya QS. Al-Ahzab ayat 56 yang menyerukan shalawat kepada baginda Nabi.

((إن الله و ملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه و سلموا تسليما))

"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat pada Nabi. Hai orang-orang beriman, bershalawatlah kamu sekalian kepada Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan padanya."

Bulan Sya’ban juga merupakan bulan di mana diangkatnya amalan kita. Oleh karena itu, Rasulullah mengisyaratkan agar ketika amalan kita diangkat, kita berada dalam keadaaan berpuasa. Dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. bersabda:

((ذلك شهر يغفل الناس عنه, و هو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين, فأحب أن يرفع عملي و أنا صائم))

“Ia adalah bulan di saat manusia banyak yang lalai (dari beramal shalih) di antara Rajab dan Ramadhan. Dan ia adalah bulan diangkatnya amalan kepada Rabb semesta alam. Maka aku senang apabila amalan-amalanku diangkat oleh Allah dan aku sedang berpuasa.”

Ada sebuah kaidah yang memang sudah masyhur di kalangan ulama, bahwasanya nilai keistimewaan sebuah zaman atau bulan atau jenis waktu apapun itu ditentukan dengan nilai peristiwa yang terjadi pada zaman tersebut. Semakin agung dan mulia peristiwa yang terjadi pada sebuah zaman maka semakin agung dan mulia pula zaman tersebut. Oleh sebab itu, keagungan bulan Sya’ban selain karena memang petunjuk Rasulullah Saw, juga terjadi karena peristiwa yang agung, seperti diangkatnya amalan, bulan dianjurkannya bershalawat, dan lain sebagainya.

Dalam kitab Madza fi Sya’ban yang ditulis oleh ulama besar ahlussunnah Sayyid Muhammad bin Abbas Al-‘Alawi Al-Maliki, ada pernyataan yang sangat bagus berkaitan tentang kaidah yang kita jelaskan tadi.

أننا لا نعظم الزمان لأنه زمان, ولا مكان لأنه مكان, لأن هذا عندنا من الشرك. و لكن, ننظر لما هو أعلى من ذلك و أكبر و أعظم, و لا نعظم الأشخاص بذواتها الجسمية و العظيمة, و إنما ننظر إليها من حيث مقامها ووجهاتها و جاهها و رتبتها و شرفها, و حبها و محبوبيتها, فهل من إثم أو زور في ذلك؟

“Kita tidak mengagungkan sebuah zaman karena semata-mata zaman tersebut, kita juga tidak mengagungkan sebuah tempat karena semata-mata tempat itu, karena itu bagi kita adalah syirik. Akn tetapi, yang kita lihat merupakan hal yang lebih besar dan istimewa lagi. Seperti kita mengagungkan seseorang itu karena bentuk jasmaninya semata, yang kita lihat adalah kedudukannya serta kemulian yang ada padanya, maka apakah ada masalah dengan hal itu?”

Pernyataan ini keluar menjawab dakwaan-dakwaan beberapa golongan yang menganggap kita terlalu mengkotak-kotakkan amalan kita, padahal kita beramal lebih pada waktu atau tempat tertentu karena kemulian waktu dan tempat tersebut. Mengejarkan amalan pada waktu-waktu mulia seperti Sya’ban ini juga sebagai sarana recharge semangat baru dalam beramal. Manusia dalam perjalanan hidupnya tak lepas dari pasang surut keimanannya, momen-momen seperti inilah yang kita jadikan sebagai ajang tajdid bagi diri kita dalam menunaikan amalan yang lebih banyak lagi.

Segala limpahan rahmat-Nya menghampar segenap makhluk-Nya, bulan Sya’ban telah Allah jadikan sebagai ladang amal bagi kita, alangkah sayangnya apabila tidak dikerjakan, padahal Allah telah menyediakan segalanya bagi kita. Amalan di bulan Sya’ban layaknya makanan enak yang tersusun rapi di bawah tudung saji, baunya memikat setiap orang, ada berbagai macam jenis makanan, tapi makanan enak pun tidak terasa enak kalau tidak dimakan. Jadi, apakah kita hendak menerima makanan yang telah Allah sediakan bagi kita atau tidak?[]

*Penulis merupakan mahasiswa tingkat 1 Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top