Mengenal Tgk. Ilyas Daud, Sang Inisiator dan Ketua KMA Mesir Pertama

Oleh: Muhammad Shidqi*
Alm. Tgk. Ilyas Daud dalam sebuah memori. (Foto: Dok. KMA Mesir)
Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir adalah tempat berkumpulnya duta Aceh yang sedang menimba ilmu di Negeri Lembah Nil. Di sisi lain ia juga merupakan replika Aceh di Bumi Para Nabi, sehingga di sinilah anak-anak Aceh mengasah kemampuan bersosialisasinya. 


Saat ini KMA berprogres dengan begitu cepat, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Teranyar, anak-anak Aceh yang berjumlah tak kurang dari 500-an ini berhasil meraih penghargaaan "Kekeluargaan Terbaik" se-Masisir. Namun, siapa sangka 40-an tahun silam jumlah mahasiswa Aceh yang menuntut ilmu di Mesir hanya berjumlah sepuluh orang: delapan mahasiswa dan dua mahasiswi. Meski demikian, mereka kerap berkumpul bersama untuk sekedar mempererat tali silaturahmi. 

Di suatu senja tahun 1974 muncullah wacana untuk membuat sebuah perkumpulan yang bermaksud untuk mempersatukan seluruh mahasiswa Aceh dan menjadikannya sebagai ajang curhat dan berbagi suka dan duka di perantauan. Ide tersebut ternyata mendapat respon positif dari segenap putra-putri Aceh di Mesir kala itu. 

Beberapa hari kemudian kesepuluh Aneuk Nanggroe tersebut berkumpul untuk menindaklanjuti ide yang muncul beberapa hari yang lalu. Alhasil, mereka pun sepakat merealisasikannya dengan membentuk sebuah komunitas yang dapat menaungi seluruh putra-putri Aceh di Mesir. Komunitas ini dinamai Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA). 

Salah satu dari duta Aceh yang memprakarsai pembentukan KMA saat itu adalah Tgk. Ilyas Daud, putra Bireuen yang kemudian menjadi nakhoda pertama Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir. 

Tgk. Ilyas Daud dilahirkan pada tahun 1934 M, beliau tumbuh besar di Desa Meunasah Dayah, Matang Glumpang Dua. Beliau mengawali pendidikannya di Kec. Kota Juang, Kab. Bireuen. Berdasarkan penuturan Tgk. Akhtiar Ismail, Tgk. Ilyas merupakan sahabat karib dari Tgk. Hasan Tiro, maka seharusnya beliau juga sempat mengecap pendidikan di Normal Islam Institute. 

Beliau mengawali pengembaraannya ke tanah Minang. Menurut kabar dari mulut ke mulut, setelah beberapa saat berada di Minang Tgk. Ilyas melanjutkan pengembaraannya ke India dan menetap di sana selama dua tahun sebelum berangkat ke Mesir. Dan tepat di tahun 1957 beliau menginjakkan kakinya di Negeri Para Nabi untuk yang pertama kali, hal ini dikuatkan oleh pernyataan Dr. Usman Husein yang mengatakan bahwa Tgk. Ilyas adalah putra Peusangan yang ditunjuk oleh MASJUMI untuk melanjutkan studinya di Mesir dan tiba di sana pada tahun 1957. 

Selama di Mesir, banyak hal sudah dilakukan oleh Tgk. Ilyas, kiprahnya sudah diakui khalayak Masisir, bahkan Dubes pada saat itu pun harus menaruh hormat kepadanya. Beliau pernah menjadi ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Mesir. Selain itu, beliau juga pernah menjadi penyiar di sebuah stasiun radio di Kairo. 

Saat menginisiasi pendirian Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir Tgk. Ilyas merupakan sesepuh di antara yang lain. Kala itu, beliau sudah lulus dari Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar semenjak tahun 1966. Maka tak heran jika seluruh anak Aceh sangat hormat kepada beliau, bahkan mereka memanggilnya ‘Umdah’, yang bermakna ketua atau pemimpin. 

Di mata keponakannya, Tgk. Ilyas merupakan sosok yang sangat berkharisma dan tegas. Hal ini dapat dilihat dari sikapnya dalam menanggapi ajakan Tgk. Hasan Tiro untuk mendirikan Negara Aceh, sebagaimana diceritakan oleh Tgk. Akhtiar Ismail. Pernah suatu ketika Tgk. Hasan Tiro menyambangi Kairo dan mengajak Sang Umdah untuk mendirikan Negara Aceh, namun beliau menolaknya dengan alasan ingin berkhidmat di dunia pendidikan. 

Setelah 37 tahun berkelana di Bumi Para Nabi, Tgk. Ilyas pun kembali dan mengabdi untuk tanah air. Tepatnya di tahun 1994 beliau memutuskan untuk meninggalkan Mesir dan sejuta kenangannya. 

Setibanya di Aceh, hal pertama yang ingin dilakukan oleh Sang Umdah adalah menulis, apalagi ilmu filsafat yang menjadi spesialisasinya merupakan hal yang jarang diketahui saat itu, dengan berbekal ilmu yang sudah didapatkan dari Universitas Al-Azhar juga ditambah dengan dua box kontainer kitab yang ia bawa pulang dari Mesir. Beberapa waktu kemudian barulah beliau mendirikan Universitas Al-Muslim bersama Camat Matang kala itu, MA. Jangka. 

Namun di tahun 2003, saat diberlakukan Darurat Militer terakhir di Aceh beliau jatuh sakit dan dibawa ke Banda Aceh. Di sanalah beliau wafat. Beliau tidak meninggalkan anak dan istri, karena hingga ajal menjemput beliau belum sempat berkeluarga. 

Sosok Tgk. Ilyas merupakan pribadi yang sederhana dan apa adanya. Meski merupakan salah satu pendiri Universitas Al-Muslim era modern, namun beliau sama sekali tidak meninggalkan namanya. Bahkan, jika ditanya kepada orang-orang saat ini hampir tidak ada satu pun yang mengenal atau mendengar nama beliau. 

Begitu besar pengabdian Tgk. Ilyas, cukuplah Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir dan Universitas Al-Muslim sebagai buktinya. Pengorbanan beliau untuk umat melebihi untuk dirinya sendiri. Semoga Allah Swt. menerima segala amal ibadahnya dan menempatkan beliau di tempat terbaik di sisi-Nya.[]

Note: Biografi ini ditulis berdasarkan hasil wawancara saudara M. Nabil Akhtiar dengan Tgk. Zulkifli Ibrahim, keponakan Tgk. Ilyas Daud dan Tgk. Akhtiar Ismail, juga hasil wawancara penulis dengan beberapa narasumber yang pernah berjumpa dengan beliau. 

*Mahasiswa tingkat satu Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top