Akar Islamofobia; Sebegitu Menyeramkankah Islam di mata Mereka?

Oleh: Setia Farah Dhiba




Agama Islam merupakan agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. yang berpedoman pada kitab suci al-Qur'an dan diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah Swt. Kata 'Islam' sendiri mulai disandingkan dengan 'fobia' -ketakutan yang sangat berlebihan terhadap benda atau keadaan tertentu- pada tahun 1997 oleh Runny Trust didefinisikan sebagai bentuk rasa takut dan kebencian terhadap Islam juga seluruh penganutnya. Istilah kontroversial ini kerap kali terselip unsur diskriminasi di dalamnya. Islamofobia mulai terdengar sejak tahun 1980-an dan kian merebak setelah peristiwa ‘serangan 11 september’ pada 2001 silam di Amerika Serikat. 

Berbagai praktik diskriminasi timbul -memboikot umat muslim dari kehidupan ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan bangsa- akibat wabah islamofobia yang diperkirakan meningkat sejak tragedi 11/9, dugaan lain menyebutkan akibat banyak imigran muslim yang datang ke dunia barat pada Mei 2002 menyebabkan sulitnya melakukan asimilasi dan integrasi karena sifat homogenitas mayoritas bangsa Eropa, juga posisi kaum imigran yang berpendidikan rendah dan kebanyakan berasal dari satu etnik membuat mereka berdomisili di satu tempat. Budaya imigran yang saat itu masih asing bagi Eropa memicu penolakan bangsa tersebut untuk menerima kedatangan kaum imigran yang dominannya berasal dari suriah. 

Keadaan semakin diperparah dengan hadirnya kaum ekstremis, produk dari pemikiran-pemikiran radikal yang terus tumbuh dalam kurun waktu delapan puluh tahun terakhir. Mereka di pengaruhi oleh gagasan yang salah sehingga akhirnya doktrin ini menyatu melalui semangat beragama yang kuat, keinginan besar untuk berkhidmah pada agama, serta dirancang sedemikian rupa, lalu diturunkan ke anak cucu. Lantas, apa yang menyeleweng dari niat mulia ini? 


Diriwayatkan dari Hudzaifah R.A., Ia berkata, “Rasulullah Saw. bersabda : 

عن حذيفة رضي الله عنه قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( إِنَّ مَا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ قَرَأَ الْقُرْآنَ حَتَّى إِذَا رُئِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ ، وَكَانَ رِدْئًا لِلْإِسْلَامِ ، غَيَّرَهُ إِلَى مَا شَاءَ اللَّهُ ، فَانْسَلَخَ مِنْهُ وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ ، وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ ، وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ ) ، قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ، الْمَرْمِيُّ أَمِ الرَّامِي؟ قَالَ: ( بَلِ الرَّامِي ) 

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah seseorang yang membaca al-Qur'an, hingga terlihat kebesaran al-Qur'an pada dirinya. Dia senantiasa membela Islam. Kemudian ia mengubahnya, lantas ia terlepas darinya. Ia mencampakkan al-Qur'an dan pergi menemui tetangganya dengan membawa pedang dan menuduhnya syirik. Saya (Hudzaifah) bertanya: “Wahai Nabi Allah, siapakah di antara keduanya yang lebih berhak atas kesyirikan, yang dituduh ataukah yang menuduh?” Beliau menjawab: “Yang menuduh.” (HR. Bazzar) 

Hadits ini menunjukkan peringatan dari Nabi akan hadirnya sosok yang amat mencintai agamanya melalui khidmah dengan Al-Qur'an namun hambar rasa kesabaran dalam belajar, mengabaikan ajaran ulama yang telah dijaga, mengacungkan logika dalam penafsiran ayat-ayat Allah dengan metodologi yang tak terarah, serta menganggap metodologi ulama terdahulu sebagai produk jahiliah. Bak ombak yang menghempas keras, gelombang pemikiran takfiri yang bermuara dari hakimiyah (berhukum dengan hukum Allah) itu berhasil menunjukkan aksi berani mengangkat senjata dan menumpahkan darah bagi siapa saja yang berbeda haluan dalam pelayaran pemikiran ekstrem tersebut. 

Salah satu bukti nyata yang terjadi di masa kita sekarang yaitu penafsiran surat Al-Maidah ayat 44, mereka tidak segan-segan melakukan distorsi, pemalsuan dan penafsiran yang salah. Berangkat dari titik ini lantas mereka mengkafirkan seluruh pemerintahan Islam di dunia dan menganggap masyarakat muslim yang berada di bawah pemerintahan tersebut sebagai masyarakat jahiliah-demi kembali tegaknya sistem khilafah islamiah. Pemikiran kaum khawarij ini kemudian kembali dituliskan dalam sebuah kitab berjudul Fi Dzilal al-Quran yang menawarkan sejumlah teori dan metodologi, hingga ideologi ini pun tersebar dan menjadi pijakan kaum ekstremis yang kini berevolusi menjadi sebuah organisasi, kelompok serta aksi-aksi di lapangan yang berakhir pada pembunuhan dan aksi teror di seluruh dunia. 

 Baca juga: Perlukah Berdalil Terhadap Keberadaan Allah?

Terorisme, islamofobia, dan perang tanpa akhir yang kini terpaksa harus di tanggung oleh anak cucu kita merupakan ulah pihak tak bertanggung jawab yang menyematkan diri pada Islam. Nahasnya, tragedi 11/9 yang menewaskan hampir 3 ribu jiwa-termasuk 19 militan teror-dan 6 ribu lainnya mengalami luka itu telah mendaratkan islamofobia lewat pembajakan pesawat yang menghantam jantung ekonomi negara adidaya. Melejitkan kata Islam sebagai agama yang dipersalahkan bagi sebagian besar masyarakat di Amerika Serikat. Bahkan tidak sedikit pula yang menjadi takut sekaligus benci terhadap agama Islam dan umatnya. 


Alhasil, kejahatan terhadap warga keturunan Timur Tengah pada saat itu meningkat tajam, juga secara keseluruhan umat Islam di Amerika Serikat mendapat serangan mulai dari hinaan, pembakaran al-Qur'an, penusukan, penembakan, serta diskriminasi lain yang kian meresahkan mereka yang hidup di negeri Paman Sam tersebut. Hampir memasuki tahun ke-20, stereotip akan umat Iislam tak kunjung redup, paradigma negatif ini justru semakin menjamur di berbagai belahan dunia, mulai dari Inggris, Prancis, Jerman, China, Brasil, hingga Sri Lanka. 

Berbagai berita islamofobia terus menggemparkan disana sini, dari peristiwa penembakan jamaah shalat jumat oleh Brenton Tarrant di New Zealand 15 maret 2019 lalu yang menayangkan kekejamannya secara live di Facebook. Di Australia, seorang wanita berhijab yang sedang hamil dipukul dan ditendang oleh seorang laki-laki asal Sydney tanpa alasan yang jelas. Federasi Dewan Islam Australia mengatakan, laki-laki itu terdengar “meneriakkan ujaran kebencian anti-Islam ke arah korban dan teman-temannya”. Dua dari kejadian ini merupakan segelintir cerita di balik ribuan kasus islamofobia lainnya akibat label “Terorisme dan Radikal” yang dikaitkan terhadap umat Islam, yang sejatinya jauh dari segala sifat yang dituduhkan.[] 

Lalu, apa tugas kita sebagai generasi muslim penerus? 


Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top