Dapat Tugas Mendadak untuk Ceramah Soal Ramadhan? Baca Buku ini!

Oleh: Muhammad Mutawalli Taqiyuddin* 

Judul Buku: Agar Puasa Lebih Sempurna
Penulis: Ahmad Fahmi Kamil, Lc., Dipl. dan Tim (Hisyam Hadi, Rizki Aditia, Muhammad Alif Rafdi, Rabicha Hilma, Warda Zakiya, Nabila Fachirannisa Rahman, Raihan Annida, Dwi Wahyu Khairunnisa, Nadiyya Nurfadila) 
Penerbit: Perdana Media (Mesir) 
Tanggal Terbit: April, 2020 
Tebal Buku: 103 halaman (14 x 20 cm) 

Semangat dalam beribadah kalau tidak dibarengi dengan ilmu maka akan berakibat fatal, bahkan ibadah tersebut bisa memproduksi dosa. Pantas Imam Ghazali menyebutkan dalam kitab al-Ihya "Dua rakaatnya seorang alim lebih baik dan ditakuti setan daripada seribu rakaatnya ahli ibadah (tanpa ilmu).” (kutipan dari halaman 28) 

“Agar Puasa Lebih Sempurna” Sebuah karya duta mahasiswa-mahasiswi Universitas Al – Azhar, Kairo. Mengangkat tema “Puasa Ramadhan dari berbagai segi” yang diterbitkan oleh penerbit ‘Perdana Media', sebuah lembaga penerbitan dan media milik almameter IKPDN Mesir. Buku ini diterbitkan bertepatan sesuai dengan tema yang diangkat, yaitu di bulan Ramadhan yang mulia ini. 

Fikih adalah disiplin ilmu yang fleksibel, satu ibadah bisa mencakup dua atau lima hukum. (kutipan dari halaman 28). Contohnya sepeti ibadah puasa sendiri, dalam waktu tertentu, puasa hukumnya bisa menjadi wajib, sunnah, makruh dan bahkan haram. 

Mengangkat tema Puasa dari segi etimologi, terminologi, esensi, hukum dan motivasi, buku ini sangat simpel dan begitu mudah dipahami, bahkan karena kemudahan bahasa dan penyampaiannya, buku ini juga bisa membuat orang yang baru masuk Islam (muallaf) di bulan Ramadhan misalnya, bisa langsung memahami secara umum apa itu esensi dan tata cara puasa Ramadhan. Padahal dia mungkin belum pernah tahu sama sekali apa itu puasa Ramadhan. 

Buku ini juga cocok dibaca bagi mereka yang tiba-tiba mendapatkan tugas memberikan tausiyah atau ceramah seputar puasa ataupun seputar bulan Ramadhan. Tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk mengkaji kitab-kitab ensiklopedia fikih jika memang mendapatkan tugas mendadak, sebagai pengganti sumber bacaan atau referensinya. Buku ini bisa menjadi alternatif terbaik untuk melaksanakan tugas mendadak itu, tentunya dengan isi penjelasan buku yang demikian singkat, padat, jelas juga dipaparkan dalil Al-Quran dan Hadis Sahih. 

Buku ini juga tentunya tak luput dari beberapa pendapat madzhab mu'tabar yang 4 berkenaan dengan puasa. Contohnya seperti dalam Mazhab Syafi'i yang menghukumi niat puasa merupakan rukun yang wajib ditunaikan setiap hari selama puasa Ramadhan, berbeda dengan Mazhab Maliki yang menghukumi niat puasa itu cukup sekali dalam satu bulan. (Halaman 12-13). 

Contoh lain soal perbedaan pendapat dalam madzhab mu'tabar mengenai hal yang berkenaan soal pengharaman dan kebolehan jika ada nazar puasa hari Tasyrik. Dalam Mazhab Syafi’i, puasa hari Tasyrik adalah salah satu dari waktu yang diharamkan untuk berpuasa bahkan kalau ada seseorang yang berpuasa nazar pun tidak diperkenankan berpuasa di tiga hari tersebut, ini menurut mazhab Syafii. Berbeda dengan mazhab Imam Malik yang memperkenankan puasa di hari Tasyrik. 

Diriwayatkan dari Imam Malik, “Boleh hukumnya bagi orang yang berpuasa di hari ketiga di hari-hari Tasyrik (tanggal 13 Zulhijah) bagi orang yang menazarinya”. (Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah VII/323). Buku yang nyaman dibaca, per halamannya tak terlalu banyak baris, tak ada footnote, sehingga cocok dibaca kapan saja dan dimana saja secara cepat dan mudah. 

Walaupun buku ini mudah, kita tidak memungkiri kalau penulis-penulis dari buku ini memang sudah terdidik khususnya dalam bidang ini dan tentunya mereka para penulis juga ingin belajar lebih banyak lagi. Karya ini merupakan bukti bahwa mereka para penulis antusias dalam menuntut ilmu dan membagikannya. Disini juga diangkat beberapa problematika baru berkenaan dengan puasa, seperti permasalahan doa berbuka puasa yang shahih, amalan apa yang sebaiknya wanita bisa lakukan selama dalam masa haid di bulan Ramadhan, hukum suntik di bulan Ramadhan, bahkan sampai hukum berpuasa dan shalat 'Id di masa pandemi COVID-19. Semua itu dikupas dalam buku ini dengan penjelasan yang singkat, padat dan jelas. 

Dilengkapi pertanyaan-pertanyaan populer soal hilal, amalan sunnah puasa, hal-hal yang membatalkan puasa, shalat tarawih dan lain sebagainya. Pertanyaan populer yang dimaksud disini bukanlah pertanyaan yang sudah sering ditanya dari masa ke masa (mainstream), melainkan memang pertanyaan yang menyangkut problematika baru, misalnya apakah pekerja ojek online itu termasuk musafir dan didispensasi untuk boleh berbuka sebelum waktunya. 

Dalam berbagai pembahasannya juga banyak dilengkapi dan disertai pendapat para fuqaha (ulama fikih) dari periode klasik sampai ulama kontemporer. Dilengkapi juga dengan berbagai fatwa dari lembaga-lembaga fatwa seperti di Mesir, Yaman dan MUI serta majelis-majelis fatwa yang ada di Indonesia lainnya. Sumber-sumber kitab yang dijadikan rujukan juga bukan sembarang kitab, seperti Kitab Hasyiyah Qalyubi wa Umairah, Fathul Qarib, Bughyatul Mustarsyidin, Hasyiyatu al-Bujairimi ala al-Khatib, Rawdhatu at-Thalibin wa 'Umdatul muftin, Al-Mu’tamad fi al-Fiqh as-Syafi'i, Syarh Al-Yaqut an-Nafis, Al-Muhadzzab fi Fiqh al-Imam asy-Syafi'i, Tuhfatul al-Muhtaj bi Syarhi Al-Minhaj, Kifayatu al-Akhyar, Siyar A'lam An-Nubala', dan masih banyak sumber referensi dari kitab-kitab masyhur lainnya. 

Dari segi komposisi per-bab, pembahasan mengenai hukum suntik di bulan Ramadhan dirasa sebagai penjelasan yang paling ilmiah di bidang medis dalam buku ini, karena dalam pembahasan tersebut banyak disinggung soal esensi suntik itu sendiri dalam dunia medis. Bab "Sudah Seperti Apa Kita di Hadapan Mereka?", kemudian di bab "Kisah Inspiratif Para Salaf di Bulan Ramadhan" memberikan kita semangat baru untuk memperbanyak ibadah seperti membaca Al-Quran, zikir dan ibadah-ibadah lain, bukan malah tidak sabar menunggu lebaran. Serta banyak juga dari bab-bab lain yang tentunya akan memperkaya wawasan kita seputar puasa Ramadhan. 

Kritik & Koreksi 

1. Ada diksi yang kurang tepat: 

Pembahasan mengenai amalan sunah puasa; menyegerakan berbuka. Sesaat azan berkumandang disunahkan agar segera membatalkan puasa. (Hal. 36) 

Menurut kami, sebaiknya diksi ‘membatalkan' disitu diganti dengan diksi ‘berbuka’ puasa. Dikhawatirkan jika diksi itu yang digunakan, akan ada yang memahami seakan-akan bisa berpuasa sampai Isya misalnya. Padahal berbuka puasa memang waktunya ketika azan Maghrib berkumandang dan hakikatnya memang berbuka ketika itu, jika disegerakan maka akan ada pahala tambahan.


*Penulis adalah Mahasiswa Timgkat 2 Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top