Tak hanya itu, kasus pacaran juga terus meningkat, yang mengakibatkan pelecehan seksual dan zina yang tidak terelakkan. Itu di sebabkan karena hubungan yang renggang antar orang tua dan anak. Orang tua sibuk chattingan atau berkarier lewat media sosial, sehingga menjadikan anak merasa kurang diperhatikan. Akibatnya, anak-anak pasti akan mencari kenyamanan di luar rumah. Kadang kala dengan lawan jenis hingga terjadi pula hal-hal yang tidak diinginkan. Kasus tersebut terjadi akibat dari kelalaian tiap pendidik.
Contoh lain adalah mudah menghukumi dan menyimpulkan berbagai hal. Ini banyak terjadi di kalangan kita. Zaman kini, orang dengan mudah berbicara dan menyampaikan opini termasuk menyebarkan berita provokasi tanpa memerhatikan konsekuensi dari apa yang disampaikannya. Dia membaca suatu berita dari media tidak jelas yang ternyata memberitakan hoax. namun dia menelan mentah-mentah tanpa mengecek ulang berita tersebut dan men-share-nya lewat media sosial.
Demikian uraian singkat yang kita lihat secara kasat mata. Pun ada banyak kasus yang efek negatifnya tidak dapat kita temui langsung. Seperti halnya menonton film yang dilarang agama, pelakunya pasti ada yang tidak terang-terangan membeberkan aktivitasnya (Ini kasus kecil, di sana banyak sekali kasus seperti penjualan anggota tubuh secara online dan sebagainya). Semua itu jika ditarik garis, pasti merujuk kepada satu garis, yaitu media sosial.
Namun, bukan hanya dampak negatif!
Begitu pula media sosial, jika diarahkan demi
kebaikan, tak sedikit pahala yang bersifat kontinu akan terus didapatkan.
Contohnya, memposting ilmu yang bersifat ringkas dan lugas, ditambah
poster yang menarik pembaca. Konten tersebut pastilah mendapat perhatian lebih
ketimbang buku yang bersifat klasik dan menghabiskan waktu membacanya dengan
berat serta membutuhkan fokus yang banyak.
Kemudian ia juga dapat menghubungkan antar
kerabat yang saling berjauhan. Bayangkan saja, andai selama wabah
pandemi Covid-19 ini berlangsung
tanpa Whatsapp dan Facebook, pasti kabar dan keadaan keluarga
nun jauh di sebelah benua tidak akan diketahui.
Maka, semua hanya kembali kepada kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan. Dapat dipastikan, semua paparan di atas itu nyata adanya. Oleh karena itu, sebagai manusia yang sehat akal pikiran pasti akan tahu bagaimana pencegahannya, yaitu mulai dari diri sendiri meminimalisir penggunaan media dan menyadarkan keluarga yang mulai terlalu gila pada teknologi tersebut.
Salah satu bentuk metode yang efisien juga dengan menunjukkan kegunaan positif dari media sosial. Mulai dari memperkenalkan ustaz-ustaz yang dapat dipercayai amanah keilmuannya hingga banyak orang yang terarah, dan tidak asal menghukumi berbagai problema agama, terlebih masalah yang kontemporer.
Bagi keluarga juga mulai bisa merancang target bersama dengan membentuk keluarga yang tenteram. Dimulai dengan meminimalisir pemakaian smartphone yang berlebihan.
Perlu juga semacam gerakan dan wadah yang dapat menjadikan anak-anak menemukan kenyamanan, agar anak-anak tak hanya mendapat perhatian dari media sosial saja. Semua itu akan didapati mulai dari keluarga yang merupakan sekolah pertama bagi anak-anak.

No comments: