Bahasa Arab, Kendala, dan Rahasia Umum Masisir

Oleh: Wilda Isnaini*

(Image: thearabicvoiceover.com)

“Ismak eih? Enti indunisiah wa la maliziah?” Ini adalah sapaan yang sudah tidak asing didengar ketika berbasa-basi dengan orang Mesir. 

Pertama kali tiba di Mesir, saya tidak terlalu heran dengan perbedaan bahasa di sini karena sebelumnya, istilah bahasa ‘ammiyah atau ungkapan orang Mesir tidak menggunakan bahasa Arab fushah sudah familiar pada kami yang memang berantusias ingin melanjutkan studi di Universitas Al-Azhar Kairo. 

Bahasa ‘ammiyah mashriah adalah bahasa informal (pasaran) yang digunakan dalam keseharian masyarakat Mesir, tentu saja ini tidak jauh berbeda dengan kita masyarakat Indonesia yang kaya akan bahasa di tiap-tiap daerahnya, begitu pula mereka. 

Perlu digarisbawahi bahwa bahasa ‘ammiyah ini menjadi salah satu bahasa yang sangat populer di Mesir bahkan sampai ke negara-negara semenanjung Arab, dalam ruang kuliah Al-Azhar sendiri pun sangat tidak jarang dosen-dosen di setiap mata kuliah menggunakan bahasa ‘ammiyah

Lingkungan ini kemudian menjadi faktor utama kendala mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) dalam penyempurnaan bahasa Arab fushah yang sesuai dengan kaidah nahu saraf pastinya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bahwa tidak semua Masisir mahir dalam berbahasa Arab yang baik dan benar.

Tentu saja ini sangat mengejutkan bagi orang-orang awam di Indonesia, “Kuliah di Mesir kok enggak bisa bahasa Arab?” Begitulah kiranya pertanyaan yang sering dilontarkan kepada mahasiswa yang sedang kuliah di Mesir terlebih lagi, bagi mereka yang telah menyelesaikan kuliah.

Dulu, ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) ada seorang teman yang sering menggunakan bahasa asing sehingga membuat saya kagum dengannya yang lihai berbahasa ‘ammiyah itu, sampai saya sempat terpikir untuk mempelajari bahasa ‘ammiyah sebelum nantinya beradaptasi di negeri berbahasa ‘ammiyah ini. Namun, di tengah kekaguman itu, seorang guru menegurnya dan memberi peringatan kepada kami untuk tidak menggunakan bahasa ‘ammiyah di ma'had atau pondok walau hanya sekali. Saya sempat heran mengapa hal ini tidak dibolehkan, padahal ‘ammiyah sendiri merupakan bahasa Arab Mesir, pasti sangat keren jika diperaktekkan di tengah santriwati lain yang berbahasa Arab fushah

Ternyata inilah sebabnya, di Mesir bahasa ‘ammiyah begitu mudah dikuasai. Bagaimana tidak, kebiasaan mereka pasti akan tertular kepada kita yang berada dalam satu lingkungan, selain itu yang menjadi sebab tidak diperbolehkannya pula ialah bahasa ‘ammiyah agak berbeda dengan bahasa fushah. Bahasa Arab fushah sangat memperhatikan kaidah-kaidah kebahasaan serta nahu dan saraf, sedangkan ‘ammiyah tidak. Walaupun ada kedekatan bahasa ‘ammiyah dengan bahasa Arab fushah sendiri. 

Selain itu banyaknya jumlah mahasiswa Indonesia di Mesir menjadikan satu faktor lain dalam kendala berbahasa Arab ini. Jumlah mahasiswa Indonesia yang mencapai ribuan membuat mahsiswa satu dengan yang lainnya sangat sering berinteraksi, ditambah lagi manyoritas mahasiswa Indonesia memang tinggal di tempat yang sama dengan orang Indonesia lainnya. Alasan yang sungguh lengkap yang menjadikan mahasiswa Indonesia kesulitan berbahasa Arab yang benar. 

Walaupun demikian, bukan berarti seluruh Masisir tidak mahir dalam berbahasa Arab dengan baik, misalnya saja mahasiswa yang mengambil jurusan bahasa Arab, pastinya mereka sangat mendalami bahasa tersebut. Bahkan, banyak juga mahasiswa yang mahir berbahasa Arab sekalipun ia tidak berkecimpung di jurusan bahasa Arab. 

Pada dasarnya, Masisir bisa berbahasa Arab, tapi tidak semua mereka mendalami bahasa tersebut dengan baik. Setidaknya, mereka minimal mengetahui dan memahami makna kitab yang dibaca, karena sehari-hari mereka memang bersahabat dengan teks-teks berbahasa Arab dalam perkuliahan atau juga dalam berbagai pengajian talaqqi. 

Hal yang kemudian sangat disayangkan ialah bagi mereka yang memang tidak paham dan tidak ingin berusaha untuk memahami bahasa Arab. Ini sangat disayangkan, karena pada hakikatnya bahasa Arab sangatlah penting, terlebih khususnya kita selaku umat muslim. Kita kerap menggunakan istilah-istilah Arab dalam kehidupan sehari-hari, contohnya saja pada istilah-istilah ritual keagamaan seperti azan, ikamah, salat, dan masih banyak lagi. 

Betapa indahnya membaca kalam Allah dengan memahami maknanya, dan betapa disayangkan jika bacaan salat lima kali dalam sehari saja tidak kita pahami setiap lafaznya.  Adapun yang perlu kita lakukan saat ini adalah terus meningkatkan pemahaman bahasa Arab dengan berbagai cara yang memungkinkan kita memaksimalkan kemampuan berbahasa Arab dengan baik dan benar. Banyak hal yang bisa dilakukan, baik meluaskan komunikasi dengan ahlularab, mengikuti pengajian talaqqi bersama para ulama Arab, membiasakan diri terus mendengar dan mempraktekkan bahasa Arab, atau hal lainnya yang bermanfaat. Semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang diridhainya.[]

*Penulis adalah mahasiswi tingkat satu Fakultas Bahasa Arab, Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top