Wadaan dan Tasyakuran Khatmil Qur’an Iringi Beut Dwi Mingguan Keputrian KMA Mesir

Sumber: Dok.KMA

Jumat (27/11). Pagi itu suasana damat gelumat akhirnya menghiasi heningnya meuligoe, Sekretariat Kekeluargaan Mahasiswa Aceh setelah sempat senyap karena ditinggal paksa penghuni aslinya yaitu barisan BPH (Badan pengurus harian) KMA. Ya, satu persatu akhwat mulai berdatangan. Masuk mengisi sudut-sudut ruangan yang kosong.

Seperti biasanya, setiap dua minggu sekali putroe-putroe KMA mengadakan pengajian rutinan. Di samping bertujuan untuk menambah wawasan juga untuk mempererat kembali hangatnya ikatan kekeluargaan antarkeputrian. 

Seperti biasanya lagi, acara pengajian ini selalu diawali dengan pembacaan ayat suci Al-qur’an yang pada kesempatan ini dibacakan oleh Zahratul Misna dengan alunan irama nan Indah.

Sayyidah Atikah, menjadi tokoh shahabiyah pada pengajian sirah yang dipaparkan langsung oleh Septia Ulfa Lestari selaku pemateri pada minggu ini.

Dalam paparannya dijelaskan bahwa Sayyidah ‘Atikah binti Zaid bin Amru bin Nufail adalah Bidadarinya para syuhada. Perempuan mulia juga istimewa. Perjalanan hidupnya dicatat sejarah. Kisah cintanya pun sangat menginspirasi. Bagaimana tidak? Ia menjadi satu diantara sedikit wanita yang dinikahi para syuhada hingga pada masanya disematkan untuknya kalimat “Man arada syahadah falyatazawwaj ‘Atikah binti Zaid”, barangsiapa yang mau mati syahid maka nikahilah Atikah binti Zaid.

Pemuda pertama kali yang menikahi beliau adalah Abdullah bin Abu Bakar. Putra dari sahabat terdekat Rasulullah Saw, Abu Bakar Ash-shiddiq. Abdullah sempat lalai karena kecintaannya kepada Atikah hingga Abu Bakar memerintahkannya untuk menceraikan Atikah. Namun setelah itu Abdullah kembali sadar dan meminang Atikah untuk kedua kalinya hingga kemudian beliau syahid di perang Thaif.

Tak jauh dari situ, tepatnya ketika masa ‘iddah Atikah selesai. Beliau kembali dinikahi oleh Amirul mu’minin Umar bin Khattab. Seorang yang dulunya pemuka Quraisy yang sangat disegani lalu mendapat hidayah hingga akhirnya juga menjadi pemuka umat islam serta syahid terbunuh oleh Abu Lu’lu’ ketika shalat dan disaksikan langsung oleh Atikah.

Atikah pun kembali harus menjanda. Namun, tak lama dari situ beliau kemudian dilamar lagi oleh salah satu dari sahabat yang disetujui masuk surga, yakni Zubair bin Awwam. Seperti sebelumnya Pernikahan itu juga berakhir pada saat sang kesatria wafat syahid di lembah As-Siba dalam perang Jamal.

Kisahnya tidak berakhir sampai di situ. Pasalnya, ketika usia shahabiyah tersebut masuk kepala lima, ia dinikahi lagi oleh cucu Rasulullah Saw, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Awalnya Atikah sempat menolak karena takut kejadian-kejadian seperti sebelumnya akan terjadi lagi. Husein tertarik dengan kesalehahan Atikah. Sayangnya, pada pernikahannya yang terakhir ini, Atikah harus kembali ditinggal sendiri tatkala putra Ali bin Abi Thalib itu syahid pula di medan perang.

“Wanita itu mulia, jangan sampai buta karena Cinta” begitu tutur pemateri menutup ulasannya.

Sumber: Dok. KMA
Azan shalat Dzuhur pun berkumadang. Usai shalat berjamaah acara kemudian dilanjutkan lagi dengan diawali kata-kata sambutan dari Rana Nadia Al-Haq selaku koordinator departemen keputrian KMA. Dalam sambutannya beliau memberi apresiasi kepada panitia juga semangat kepada seluruh anggota keputrian bahwa di setiap proses akan berakhir Indah pada masanya. Kegiatan dilanjutkan dengan simaan khataman Al-Quran oleh beberapa putroe KMA, yaitu Deffa Cahyana Harits, Diffa Cahyani Siraj, Naurah Adelia, Alvia Hasli Ramadhan, Fida Afifah, Zuhra Intan, dan Filzah Jannati.

Suasana sempat penuh haru, isak tangis ikut muncul ketika mendengar pesan kesan juga perjuangan dari peserta khataman tentang pengorbanan dalam memperjuangkan kalam-Nya. Subuh musim dingin ditembus, penyakit dilawan, kesabaran dan keistiqamahan menjadi tantangan terbesar.

Sejenak kemudian, acara dilanjutkan lagi dan kembali haru dengan wadaan oleh kak Ayu Hariati dan kak Mirna Risafani yang akan bertolak dalam waktu dekat ke tanah air. Keduanya berperan sangat baik dalam keputrian. Baik dari segi ilmu, sandaran bahu, atau bahkan sekedar penghibur qalbu lantaran sikap ceria yang mereka miliki dan hadirkan untuk putroe-putroe KMA.

Acara diakhiri dengan peusijuk dan suguhan Bue Leukat, pembagian cenderamata, doa, juga makan-makan bersama dengan menu olahan terbaik mie ayam bakso dari tim kesejahteraan akhwat yang tentunya juga berperan penting dalam acara ini.

Perpisahan bukan berarti kita tidak akan bertemu lagi, namun perpisahan hanyalah nasihat agar tetap akrab saat bertemu kembali. Perpisahan mengajarkan kita untuk menghargai bahwa setiap detik kebersamaan adalah anugerah yang tidak boleh disia-siakan. Begitupun kalimat ‘Selamat tinggal' hanya untuk mereka yang mencintai dengan matanya, sedang bagi mereka yang mencintai dengan hati dan jiwa, tidak ada yang namanya perpisahan” tutup Suci Darmayanti selaku moderator.




Reporter: Deffa Cahyana Harits

Editor   :Ali Akbar Alfata




 

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top