Snouck Hurgronje dan Tipu Muslihatnya

Oleh: Muhammad Asyraf Abdullah*

(Sumber:Pinterest)

Kemerdekaan Indonesia dalam menjaga kehormatan negara dan kesuciannya dari tangan penjajah menjadi tanggung jawab rakyat Indonesia. Tugas besar anak bangsa untuk menjaga Ibu Pertiwi agar senantiasa selalu dalam singgasana ketenangannya. Perjuangan yang sungguh besar, bukan dalam tempo sesingkat-singkatnya, tapi butuh perjalanan berabad-abad untuk merdeka. Tercatat dalam cerita sejarah penuh dengan duka dan luka. Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun, tiga setengah abad negeri kincir angin menetap dengan tamaknya. Belanda ingin mengusai pemerintahan Hindia Belanda (Indonesia) sepenuhnya. 

Perjuangan kemerdekaan juga tak luput dari peran kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Salah satu kerajaan yang berhasil membuat Belanda kewalahan memperluas wilayah jajahannya adalah Kerajaan Aceh. Dimulai sejak tahun 1873 M. berbagai serangan mulai digencarakan. Bala tentara yang dilengkapi dengan senjata modern dikirim untuk menguasai "Tanah Rincong". Namun, dengan semangat Prang sabi, Aceh tetap mampu bertahan. Tak ayal hal ini membuat para penjajah takjub serta kebingungan dengan kekuatan yang dimiliki kerajaan Aceh. 

Melihat berbagai serangan yang tak kunjung membuahkan hasil pesat, Belanda merasa kehabisan akal untuk meruntuhkan tanah yang juga digelari "Serambi Mekkah” ini. Akhirnya, mereka memutuskan untuk mengirim seorang ahli sastra, ahli bahasa Arab, juga seorang teologi asal Belanda bernama Snouck Hurgronje. Ia diutus pada tahun 1891 M, untuk memata-matai kekuatan Kerajaan Aceh dari dalam serta mencari kelemahan Kerajaan Aceh. Snouck lahir pada tanggal 8 Februari 1857 di Oeterbout, Belanda. Ia besar dalam lingkungan umat kristen yang taat beragama. Ayah kandung, kakeknya, dan juga mertua Snouck adalah pendeta di Belanda. 

Selain menjadi dosen ideologi dan studi Islam di negaranya, Snouck juga mendalami bahasa Arab dan keislaman di Mekkah dengan menyamar sebagai seorang Muslim dengan nama Abdul Ghafar. Hal Ini yang membuat kerajaan Belanda memanggilnya. Pengalaman dan pengetahuan Snouck cukup menjadi bukti kualitasnya. lidahnya yang fasih dalam berbahasa Arab serta pengalamannya membangun perawakan di tengah masyarakat Islam pun bisa tak diragukan lagi. Namun, kendati demikian kesuksesan Snouck juga tak semudah membalik telapak tangan, tipu muslihatnya pernah beberapa kali gagal membuat Aceh tunduk dan patuh kepada pemerintah Belanda. 

Hingga akhirnya Snouck sadar bahwa kecintaan rakyat Aceh terhadap ulama pribumi dan patuh kepada uleebalang (pemimpin) menjadi salah satu kekuatan terbesar kerajaan Aceh. Mengetahui hal tersebut ia pun tak segan menceritakan pengalamannya belajar Islam selama di Mekkah, Ia juga merebut simpati masyarakat Aceh dengan memperkenalkan guru-gurunya ke para ulama pribumi. Dengan cara ini akhirnya ia berhasil, Snouck diterima di lingkungan rakyat Aceh bahkan berhasil masuk dalam ruang Lingkup ulama saat itu. Kedekatannya dengan ulama pribumi tersebutlah digunakan untuk memperdayakan rakyat Aceh. 


(Sumber:Rmol.id)

Dalam buku "Aceh Di Mata Sejarawan" karya Muliadi Kurdi mengatakan bahwa, ia mendekati ulama untuk bisa memberi fatwa agama. Dalam fatwa-fatwanya perlahan ia menjalankan politik devide et impera (politik pecah belah), politik Belanda yang diadopsi secara utuh oleh sebagian penganut kapitalisme dunia hingga sekarang. 

Tak hanya mendekati ulama untuk mempengaruhi rakyat Aceh, Snouck juga menciptakan konflik antar sesama masyarakat Aceh sendiri, hingga kekuasaan wilayah terbagi-bagi. Dalam buku tersebut pula dituliskan bahwa, Snouck terlebih dahulu melemparkan isu bahwa yang berhak memimpin Aceh bukanlah uleebalang dan ulama pribumi, tapi juga ulama yang dekat dengan rakyat kecil. Isu ini kemudian dipercaya oleh sebagian masyarakat hingga akhirnya mematahkan perlawanan para ulama pribumi.


Di sisi lain ia juga berkhutbah menjauhkan pemahaman agama Islam dan politik, karena politik Islam mampu menumbuhkan kesadaran umat Islam untuk saling bersatu melawan kolonial penjajahan Belanda, persatuan inilah yang ditakutkan oleh penjajah. Snouck juga menginformasikan pada Belanda bahwa rakyat Aceh sangat taat beragama dan patuh atas fatwa-fatwa ulama. Fatwa-fatwa inilah yang menjadi pupuk semangat perlawanan masyarakat Aceh dalam melawan kaphè (sebutan rakyat Aceh kepada Belanda). 

Ideologi yang dibawanya pun perlahan masuk ke dalam masyarakat Aceh hingga berhasil membuat kekuatan Aceh terpecah belah. Peluang besar yang berhasil diciptakan Snouck ini tak disia-siakan oleh Belanda. Mereka kembali melakukan penyerangan hingga menimbulakan krisis dalam pemerintahan Kerjaan Aceh. Krisis yang berhasil diciptakan oleh tipu muslihat Snouck dan serangan Belanda ini berdampak pada berbagai hal. Alhasil, terjadinya perang saudara diberbagai daerah di Sumatera dan Selat Malaka hingga menyebabkan banyak kerajaan-kerajaan kecil yang memisahkan diri seperti Siak, Pajang, Johor, Perak, dan juga Minangkabau karena melemahnya kepemimpinan kerajaan .Tentu hasil dari tangan Snouck yang luar biasa ini tak sebanding dengan hasil dari usaha besar yang dilakukan Kolonial Belanda. Ia berhasil mengobok-ngobok Aceh dari dalam. 

Walaupun kesultanan Aceh menyerah pada tahun 1904 M, perlawanan dari rakyat Aceh terus berlangsung hingga tahun 1942 M, tiga puluh sembilan tahun lamanya perlawanan terhadap Belanda setelah keruntuhan Kesultanan Aceh. Dan akhirnya Belanda hengkang dari Nusantara. 

Kekuatan terhebat dari Aceh mampu membentuk satu kesatuan dari ranah Sultan, Ulama, uleebalang, dan ketua adat sehingga menjadi sentral keislaman yang kokoh dalam melawan Belanda. Kekuatan terhebat ini akhirnya runtuh akibat tipu daya Snock yang memecahbelahkan barisan kekuatan Aceh dan menghancurkannya dari dalam, sehingga memasukkan Kerajaan Aceh dalam lubang krisis. Dari sini Sudah semestinya kita belajar dari sejarah, kekuatan yang besar mampu hancur dalam sekejap hanya karena hasutan dari satu kawanan serigala berbulu domba. 




*Penulis merupakan Mahasiswa Tingkat II Fakultas Ushuluddin Universitas Al Azhar.

Editor: Annas Muttaqin 






Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top