Membuktikan Eksistensi Tuhan dengan Dalil Mata Rantai

Oleh: Muhammad Mutawalli Taqiyuddin*

Unsplash.com
Banyak sekali kita jumpai berbagai literatur bidang Akidah dan Filsafat, mulai dari klasik sampai kontemporer yang berusaha membuktikan eksistensi Tuhan secara rasional dengan berbagai versi. Semua itu punya satu kesimpulan yaitu ; “Tuhan itu ada”. Dalam kitab-kitab klasik Ilmu Kalam, para Mutakallimin dan Filsuf mempopulerkan dalil Isbat As-Saani’ “Eksistensi Tuhan” dengan berbagai ragam dalil. Para Mutakallimin mempresentasikan dalil Al-Huduts (ada yang sebelumnya tiada), sedangkan Para Filsuf mempresentasikan dalil Al-Imkan (sesuatu yang mungkin ada dan mungkin tidak ada). Sampai saat ini, kedua dalil ini bisa dikatakan sebagai dalil terkuat untuk membuktikan Eksistensi Tuhan bagi yang tidak mengimani-Nya. Jika kita bahas kedua-duannya maka pasti tulisan ini akan sangat panjang, cukup kita ambil yang paling mudah dari sekian banyak dalil yaitu dalil Al-Imkan dari para Filsuf. Dalam dalil ini kita juga akan diperkenalkan dengan istilah Daur (rotasi) dan Tasalsul (Mata Rantai). Dari sini juga kita cukup mengambil konsep tasalsul untuk membuktikan Eksistensi Tuhan karena ini merupakan salah satu konsep termudah dan terkuat.

Apa itu Tasalsul (Mata Rantai) ?

Istilah Daur dan Tasalsul selalu dipresentasikan bersamaan karena kemustahilan kedua-duanya menurut kesepakatan para uqala’. Syekh Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi rahimahullah dalam Kitab Kubra Al-Yaqiniyyat Al-Kauniyyah mendefenisikan Tasalsul “Hipotesa bahwa semua makhluk itu lahir dari sesuatu tanpa adanya titik akhir. Sesuatu tersebut masing-masing menjadi akibat bagi sebab sebelumnya, menjadi sebab bagi akibat setelahnya dan silsilah ini tidak berakhir ke Wajibul Wujud (Tuhan) yang seharusnya merupakan Pencipta Yang Maha-Esa bagi semua sebab-akibat yang ada.”

Atau definisi lain dengan redaksi yang lebih mudah “tawaqquf asy-Sya’i ‘ala asy-Syai’i ila ma la nihayata lahu”. Yaitu ketersusunan sesuatu yang tidak berakhir. Contoh yang paling sering digunakan misalnya A yang wujudnya bergantung dengan B, B bergantung dengan adanya C, C bergantung dengan adanya D, dan seterusnya tanpa ada akhir. Dalam Kitab Kubra Al-Yaqiniyat, Syekh Buthi melanjutkan bahwa secara aksiomatis, hipotesa semacam ini jelas irrasional (tidak masuk akal). 

Kita analogikan dengan satu contoh :

Ada seorang Ateis yang mentraktir temannya jus jeruk, kemudian temannya bertanya “Jus Jeruk ini terbuat dari apa?”, “terbuat dari sari jeruk yang diperas dengan tambahan air dan gula”, “jeruk itu darimana?”, “dari penjualnya lah”, “dari mana penjual itu dapat jeruknya?”, “dari pohon jeruk”, “pohon jeruk itu darimana?”, “dari bibit jeruk [1] yang tumbuh di tanah”, “tanah itu darimana?” “dari proses alamiah bumi”, “bumi itu darimana?”, “bumi itu terbentuk melalui proses akresi dari nebula matahari sebagai pusat tata surya”, “matahari itu darimana?”, “matahari terbentuk dari sisa ledakan sebuah bintang raksasa miliaran tahun lalu, bintang tersebut mulai menghasilkan elemen berat seperti oksigen dan logam yang juga membentuk Bumi. Setelah ledakan, gas yang tersebar berotasi akibat gaya gravitasi dan membentuk matahari”, “bintang raksasa tersebut darimana?”, “terbentuk dalam awan besar gas dan debu kosmik”, “awan besar gas dan debu kosmik itu darimana?”, “dari ledakan big bang”, “ledakan big bang itu darimana”. Karena sudah lelah ditanya terus, maka orang ateis tersebut menjawab dengan jawaban yang akan membuat dia berhenti bertanya, terpaksa menjawab “Sesuatu Yang Wajib Ada yang tidak ada sebab lagi diatasnya”. Secara tidak sadar, temannya sudah membuat orang Ateis ini mempercayai Eksistensi Tuhan, karena mau tidak mau, silsilah ini haruslah ada ujungnya yang menjadi pencipta dari semua sebab-akibat yang ada, kalau tidak, maka silsilahnya tak akan pernah berakhir dan artikel ini sendiri tidak akan selesai-selesai untuk menyebutkan semua sebab-akibat yang ada.

Jika sudah ada yang Zat yang Wajib Ada, maka tidak akan terjadi tasalsul. Jika tidak percaya dengan adanya Zat Yang Wajib Ada, maka akan kita dapatkan kesimpulan dari analogi mulai dari Jus Jeruk sampai big bang dan seterusnya tanpa ada batas sebagai berikut: 


Jus Jeruk – Sari Jeruk – Penjual – Pohon Jeruk – Tanah – Bumi – Matahari – Bintang Raksasa – Gas dan Debu Kosmik – Big Bang – (infinity

Semuanya itu termasuk dalam kategori mumkinul wujud (sesuatu yang mungkin ada dan mungkin tidak ada secara akal) dan jika ada, maka dia pasti diadakan oleh sesuatu yang ada. Maka lahirlah tiga kemungkinan yang mustahil ada kemungkinan ke-empat. 1.) Dia (Tuhan) ada dalam silsilah tersebut, 2.) Dia adalah silsilah itu sendiri, dan 3.) dia berasal dari luar silsilah. Kemungkinan pertama jelas mustahil karena setiap yang menjadi sebab (illat) dalam satu waktu tidak bisa menjadi akibat (ma’lul). Misalnya kita asumsikan bumi sebagai penyebab semua yang ada dalam silsilah tersebut, tentu saja itu mustahil, karena bumi itu sendiri menjadi akibat akan adanya matahari dan menjadi sebab adanya proses alamiah tanah. Tidak bisa kita katakan bahwa bumi itu penyebab adanya big bang sampai jus jeruk. Kemungkinan kedua juga jauh lebih mustahil, karena dalam hukum akal dikatakan bahwa sebab (illat) harus mendahului akibat (ma’lul). Seandainya sebab itu adalah silsilah itu sendiri, maka itu adalah “taqaddum asy-Syai ‘ala nafsihi”, yaitu sesuatu yang mendahului dirinya sendiri dan itu mustahil. Tersisa satu kemungkinan lagi yaitu sesuatu yang di luar silsilah tersebut. Akan diperjelas di sub-bab selanjutnya. 

Implementasi Kemustahilan Tasalsul untuk Membuktikan Eksistensi Tuhan 

Para Filsuf membagi Al-Maujudat (Zat yang Ada) menjadi dua : 

1. Mumkin Al-Wujud Lizatih (Sesuatu yang boleh ada & boleh tidak ada) 

2. Wajib Al-Wujud Lizatih (Sesuatu yang harus ada & mustahil tidak ada)

Segala sesuatu yang ada tak akan pernah keluar dari dua jenis eksistensi tersebut. Jika kita mengatakan sesuatu ini ada (mumkinul wujud), maka adanya tersebut bisa jadi dia diadakan atau diciptakan oleh yang harus ada tanpa ada sebab lagi diatasnya (wajibul wujud), jika benar seperti itu maka kita sudah menemukan kesimpulan yang kita cari (Tuhan itu ada). Tapi jika kita katakan yang ada tersebut (mumkinul wujud) disebabkan oleh mumkinul wujud yang lain, maka akan lahir tiga kemungkinan. Pertama, dia akan tetap berakhir kepada Wajibul Wujud sebagai Pencipta segalanya, kedua, akan terjadi daur (rotasi) dan yang ketiga akan terjadi tasalsul (mata rantai). Kemungkinan kedua dan ketiga, mustahil seperti yang sudah dijelaskan, maka tersisa kemungkinan pertama yaitu Tuhan sebagai pencipta sesuatu yang mumkinul wujud tersebut. (Kitab Qaul As-Sadid fi ‘Ilmi At-Tauhid, jilid I, halaman 238). 

Sama halnya dengan contoh tiga kemungkinan silsilah tadi, tersisa sesuatu yang di luar silsilah jus jeruk – big bang, kalau silsilah tersebut disebabkan atau diciptakan oleh Zat yang Wajib Ada (Tuhan) maka kita sudah menemukan kesimpulan yang kita cari, jika disebabkan oleh sesuatu yang mumkinul wujud juga, maka akan terjadi silsilah yang tidak akan ada akhirnya (tasalsul). Seperti yang sudah diulang-ulang sebelumnya, tasalsul atau mata rantai itu mustahil.

Contoh makhluk apapun yang akan kita asumsikan, tak akan ada akhirnya jika kita tidak meyakini adanya Zat yang Wajib Ada. Kalaupun mau disebutkan semuanya, mungkin ada yang tetap bersikeras ingin membuktikan kalau Zat yang Wajib Ada itu tidak ada, seperti ada orang yang menyebutkan itu sampai akhir hayat misalnya, ketika di akhir hayat tersebut atau ketika dia tidak sanggup menyebutkannya lagi, disitulah letak Wajibul Wujud atau Tuhan yang menciptakan segala sesuatu. Dalil ini sudah menjadi kesepakatan para ulama, filsuf dan para uqala’ seperti yang disebutkan di berbagai kitab-kitab Ilmu Kalam.


Allah Swt. berfirman :

“Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?. Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).” (QS. At-Thur [52] : 35-36)

Fir’aun bertanya, ‘Siapa Tuhan seluruh alam itu?’. Dia (Musa) menjawab, ‘Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu mempercayai-Nya. Dia (Fir’aun) berkata kepada orang-orang di sekelilingnya, ‘Apakah kamu tidak mendengar (apa yang dikatakannya)?. Dia (Musa) berkata, ‘(Dia) Tuhanmu dan juga Tuhan nenek moyangmu terdahulu. Dia (Fir’aun) berkata, ‘Sungguh, Rasulmu yang diutus kepada kamu benar-benar orang gila. Dia (Musa) berkata, ‘(Dialah) Tuhan (yang menguasai) timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya; jika kamu mengerti.” (QS. Asy-Syu’ara [26] : 33-38)

Wallahu A’la wa A’lam

Footnote :

[1] Jika temannya bertanya bibit jeruk berasal darimana, kemudian dijawab “jeruk”. Maka akan terjadi Daur (rotasi) yang juga mustahil secara nalar. Definisi Daur adalah “Tawaqquf Asy-Syai’ ‘ala ma yatawaqqafu ‘alaihi”. Bergantungnya sesuatu kepada sesuatu yang lain yang bergantung kepada sesuatu itu. Mustahil karena tidak akan tercapai kedua-keduanya yang keduanya tersebut menjadi sebab tanpa ada akibat. 

Referensi :

Abu Daqiqah, Dr. Mahmud. Al-Qaul As-Sadid fi Ilmi At-Tauhid (jilid I). 

Ar-Razi, Imam Fakhruddin. Ma’alim Ushuliddin

Jum’ah Muhammad, Dr. Ali. Aqidah Ahlu Sunnah wa Al-Jama’ah

Muhammad At-Thayyib, Syekh Al-Azhar Ahmad. Muqawwimat Al-Islam

Muharram As-Sayyid Al-Huwainiy, Dr. Hassan. Muhadharat hawla Al-Mauqif Al-Khamis fi Al-Ilahiyyat min Kitab Syarh Al-Mawaqif

Nuruddin, Muhammad. Ilmu Maqulat ; Dan Esai-Esai Pilihan Seputar Logika, Kalam & Filsafat. 

Said Ramadhan Al-Buthi, Muhammad. Kubra Al-Yaqiniyyat Al-Kauniyyah ; Wujud Al-Khaliq wa Wazhifat Al-Makhluq.

 

*Mahasiswa tingkat 3 Universitas Al-Azhar, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Akidah & Filsafat

Editor: Ali Akbar Alfata

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top