Isyarat Tauhid dalam Surat Al-Baqarah (Bagian 2 Tamat)

*Khalid Muddatstsir, Lc.
Image: uk.businessinsider.com
Surat Al-Baqarah sebagai surat terpanjang dalam Al-Quran memuat indikasi tauhid yang kuat. Sarana tauhid yang beragam dan burhan komprehensif sangat kentara di dalam surat yang juga bernama Fusthathul Qur’an ini. Dalam artikel sederhana ini penulis kembali mencoba mengupas beberapa poin tauhid yang ada dalam surat Al-Baqarah. 


Asas Tauhid dalam surat ini mengetuk akal budi dan nurani secara bersamaan, bagi yang mau mentadaburinya. Ia menggiring rasio manusia menuju kesempurnaan, keagungan, dan keindahan zat Allah Swt. Adanya metode rasionalitas dalam surat ini sejalan dengan penciptaan manusia sebagai makhluk yang berfikir. 

Keesaan Allah, Zat yang Berhak Disembah (Wahdaniyah) 

Dalam Surat Al-Baqarah ayat 163 Allah berfirman: 

وإلهكم إله واحد لا إله إلا هو الرحمن الرحيم 

“Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Yang Maha Penyayang.” 

Ayat ini jelas menetapkan keesaan (wahdaniyah) Allah Swt. Esa bermakna tunggal. Artinya, Tuhan yang berhak disembah hanyalah Tuhan Yang Tunggal: Allah Swt. Tiada kekuasaan selain kekuasan-Nya. Allah bersifat Esa pada Zat, Sifat, dan Perbuatan-Nya.

Wahdaniyah sendiri merupakan pembahasan penting dalam kajian akidah Islam. Inilah yang membedakan Islam sebagai agama Tauhid dengan agama lain yang menganut politeisme (banyak Tuhan). Islam jelas menolak adanya Tuhan yang berbilang. 

Adanya dualisme ketuhanan adalah hal yang absurd. Memiliki sekutu, bagi Tuhan adalah sebuah kemustahilan. Jika Tuhan berbilang, tidak tunggal, maka akan terjadi kekacauan sistem dan kerusakan nyata di alam semesta. Hal itu juga yang akan menyebabkan terjadinya kontradiksi dan perbedaan kehendak antara tuhan-tuhan palsu itu. 

Contoh sederhana, misalnya Tuhan A mengkehendaki adanya alam semesta, sedangkan Tuhan B berkehendak lain. Jika yang terealisasi nantinya adalah kehendak Tuhan A, maka sudah pasti Tuhan B lemah. Begitu juga sebaliknya. Lemah adalah identitas makhluk, karena Tuhan tidak pernah lemah. Mustahil Tuhan bersifat lemah, Ia adalah Zat Yang Maha Kuat lagi Maha Kuasa. 

Maka jelaslah bahwa Tuhan yang berhak untuk disembah dan wajib untuk tunduk kepada-Nya adalah Allah Yang Esa. Barang siapa menyembah selain Allah atau menjadikan sekutu bagi-Nya, maka bisa dipastikan perbuatannya adalah kebatilan dan kesesatan yang nyata. 

Selain mengokohkan pondasi tauhid, ayat ini juga menanamkan rasa cinta. Hal ini terlihat pada bagian akhir ayat ketika Allah menegaskan diri-Nya Maha Pengasih dan Penyayang. Tersirat cinta yang luar biasa jika kita telaah lebih dalam. Seolah Allah ingin mengatakan, “Meskipun Aku adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang wajib Kalian sembah dan tunduk kepada-Ku, tiada Tuhan selain Aku, tapi Aku juga Zat Yang Maha Pengasih dan Penyayang.” 

Redaksi Zat yang wajib disembah menyiratkan keagungan Allah, kekuasaan-Nya yang meliputi segala sesuatu. Hal ini menimbulkan rasa tunduk dan takut di benak hamba. Adanya redaksi Maha Pengasih dan Penyayang seakan mencairkan suasana. Dengan keagungan dan kekuasan-Nya, Allah juga merupakan sumber kebaikan, sumber kasih sayang, dan pemberi nikmat bagi hamba-Nya. 


Keagungan dan Kesempurnaan Allah Tiada Dua-Nya (Al-Jalal wa Al-Kamal) 

Allah berfirman dalam Al-Baqarah ayat 255 yang artinya: 

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). Tidak mengantuk dan tidak tidur. Ia yang memiliki apa yang di langit dan di bumi. Siapapun (tidak ada) yang bisa memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa yang di hadapan dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apapun dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” 

Ayat di atas juga dikenal dengan Ayat Kursi. Para ulama mengatakan ayat ini adalah yang paling istimewa di dalam Al-Quran, seperti yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya. Hal ini disebabkan karena ayat ini mencakup semua prinsip ilahiyah di dalam satu ayat. 

Ayat kursi menunjukkan sifat keagungan, kebesaran, dan kesempurnaan Allah Swt. Ayat mulia ini dibuka dengan redaksi: الله لآ إله إلا هو الحي القيوم . Diawali dengan Lafzul Jalalah (Allah) yang merupakan nama-Nya yang paling Agung. Allah adalah sebutan kepada Zat yang wajib ada, yang berhak disembah oleh segenap makhluk. 

Allah Maha Hidup (Al-Hayy). Hidup-Nya abadi dan tidak fana. Berbeda dengan makhluk yang bersifat fana. Makhluk akan mati dan akan hidup lagi setelah kematian. Allah tidak demikian. Zat abadi inilah yang mengurus makhluk-Nya (Al-Qayyum). Ia mengatur semesta dengan kekuasaan-Nya yang tiada tandingan. 

Redaksi selanjutnya dalam ayat ini menjelaskan tentang Allah yang tidak pernah mengantuk (Sinah) dan tidak tidur (Naum). لا تأخذه سنة ولا نوم di sini Allah menjelaskan bahwa Allah mengatur alam semesta secara terus menerus dengan kekuasan-Nya tanpa pernah lalai. 

Allah mendahulukan sinah yang berarti mengantuk daripada naum yang berarti tidur. Ini menyiratkan bahwa Allah tidak lalai dan tidak mengantuk, apalagi tidur. Mustahil bagi-Nya lalai atau tidur karena tidur adalah karakteristik makhluk. Dan untuk kesekian kalinya kita tegaskan, Allah berbeda dengan makhluk. 

Kemudian Allah melanjutkan له ما فى السموات وما فى الأرض . Allah menegaskan bahwa Dialah Yang Maha Kuasa karena seluruh makhluk baik di langit maupun di bumi adalah milik-Nya. Ini juga menegaskan akan pengaturan Allah terhadap semesta. Karena siapa saja yang memiliki sesuatu pasti dia sendiri yang mengurusnya. 

Selanjutnya Allah melemahkan orang kafir yang mengaku punya zat lain selain Allah yang bisa memberi syafaat bagi mereka. Allah berkata من ذا الذي يشفع عنده إلا بإذنه . Kata-kata “من” di sini adalah istifham inkari atau alat tanya yang mengandung makna pengingkaran. Maksudnya, tidak ada yang bisa memberi syafaat bagi siapapun tanpa izin dan ridha Allah Swt. 

يعلم ما بين أيديهم وما خلفهم ini adalah penegasan dari Allah akan kesempurnaan otoritas-Nya di jagad raya ini, dan menjelaskan akan keparipurnaan ilmu-Nya. Ilmu yang sangat luas dan tidak ada sesuatu apapun yang tersembunyi dari-Nya. Allah mengetahui yang belum terjadi, yang sedang terjadi, dan apa yang akan terjadi. Maha Suci Allah. 

Kemudian dilanjutkan dengan ولا يحيطون بشيء من علمه إلا بما شاء . Manusia adalah makhluk lemah dan sangat jelas kelemahannya. Pengetahuan manusia yang didahului oleh ketidaktahuan adalah bukti kebaharuan. Sedangkan ilmu Allah tidak didahului oleh kejahilan. Manusia tidak tahu apapun dari ilmu Allah kecuali yang diberikan bagi mereka. Lagi-lagi ini menegaskan ilmu Allah yang transenden, serta terbatasnya ilmu manusia yang fana. Manusia telah Allah berikan ilmu sangat sedikit di mana yang sedikit itupun masih mempunyai kekurangan. 

Pada redaksi selanjutnya Allah mendefinisikan kekuasan-Nya dengan وسع كرسيه السموات والأرض . Kata “kursi” menurut pemahaman manusia adalah sebutan untuk sesuatu yang digunakan sebagai tempat duduk. Kursi dengan arti seperti ini tidak cocok disematkan bagi Allah Swt., karena Allah tidak bertempat. Mengatakan Allah bertempat bisa membahayakan keimanan. Kita meyakini bahwa Allah terlepas dari arah, tempat, waktu dan semua hal yang menjadi karakteristik makhluk. 

Dalam menjelaskan arti dari “kursi” dalam ayat di atas, ulama meyikapinya dengan dua metode yang dua-duanya baik. Pertama, adalah metode ulama salaf. Mereka beriman dengan ayat ini dan melimpahkan makna “kursi” kepada Allah (metode tafwidh). Sedangkan yang kedua adalah ulama khalaf. Mereka berpendapat bahwa makna kursi disini adalah kiasan dari kedaulatan Allah, keagungan Qudrah-Nya, dan keluasan ilmu-Nya (metode takwil). 

Terakhir Allah menutup ayat ini dengan ولا يؤده حفظهما وهو العلي العظيم. Mudah saja bagi Allah untuk menjaga dan mengatur langit dan bumi serta isinya, tanpa beban apapun. Karena Ia adalah Tuhan Yang Maha Tinggi. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan Ia tidak lemah. Allah menguasai makhluk-Nya serta menguasai Arsy. 

Berbicara isyarat tauhid dalam Surat Al-Baqarah tentu akan sangat luas dan sangat singkat rasanya jika hanya dikupas melalui artikel. Tentunya penulis berharap semoga melalui coretan sederhana ini bisa memberikan manfaat bagi para pembaca sekalian. Wallahu A’lam.[] 

*Alumni Fakultas Ushuluddin Jurusan Aqidah dan Filsafat Universitas Al-Azhar Mesir.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top