Matrouh Siwa Undercover


Peserta Rihlah Musim Panas KMA Mesir 2019
Oleh: Muhammad Iqbal*

Pada liburan musim panas ini seperti biasanya, para Masisir akan disibukkan dengan kegiatan masing-masing di luar perkuliahan. Berhubung waktu libur yang diberikan oleh pihak kampus cukup panjang, banyak di antara mahasiswa yang memilih menghabiskan liburan di kampung halaman, tentunya bagi mereka yang berdompet tebal. Hehe. Namun, banyak pula yang memilih tetap di Mesir dan mengisi liburan dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat.

Salah satu program utama Departemen Humas KMA Mesir adalah rihlah. Musim panas ini tepatnya pada 12-14 September 2019, program rihlah kita berdestinasikan Matrouh dan Siwa. Dua kota cantik bak negeri dongeng. 

Kami menempuh perjalanan darat dari Kota Kairo dan dengan Matrouh sebagai tujuan pertama. Matrouh berjarak sekitar 482 km dari Kota Kairo dengan perjalanan darat yang memakan waktu 6 jam. Kota Marsa Matrouh merupakan ibu kota dari Provinsi Matrouh yang berbatasan langsung dengan Laut Tengah atau Laut Mediterania yang identik dengan pemandangan yang sangat menakjubkan. Selain warna laut yang jernih, ternyata pantai ini juga kaya akan kisah historis. Di sini terdapat hammam (kamar mandi) yang menurut sejarah ini pernah menjadi tempat mandinya Ratu Cleopatra asal Yunani yang kala itu berkuasa di Mesir. 

Di Matrouh gaeh!
Tak jauh dari Hammam Cleopatra terdapat satu pantai yang tak kalah eksotis. Namanya Ageeba, yang berarti ajaib. Dengan warna laut yang jernih, titik keindahan pantai ini juga terdapat pada dua tebing tinggi yang mengapitnya. Di pantai ini kami mandi, makan, beristirahat dan tak lupa menunaikan shalat. Setelah makan siang kami langsung mandi bersama teman-teman sambil mengabadikan momen indah ini dengan kamera dan smartphone.

Setelah mandi kami langsung bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan menuju Kota Siwa. Berbeda dengan jalan dari Kairo ke Matrouh yang mulus dan bisa membuat anda tertidur lelap, ternyata long journey ke Siwa tak semudah yang dikira. Jalan di sini memang tidak jauh berbeda dengan jalan-jalan yang menghubungkan antar provinsi di Mesir yang identik dengan jalan lurus dan membentang di tengah-tengah padang pasir yang tandus. Namun, karena jalan yang bergelombang para pengemudi tentunya harus lebih berhati-hati, jika tidak maka nyawalah yang menjadi taruhannya.

Baca juga: Telah Terbit, Buku Long Journey to Egypt Edisi Revisi ke Tujuh

Bila anda hanya sebagai penumpang saya sarankan untuk membawa snack atau makanan ringan seperti kuaci, kacang, popcorn dan lain-lain. Hal ini supaya anda tidak merasa bosan di tengah perjalanan, karena di sepanjang jalan lurus itu anda pasti akan merasa bosan, di kanan dan di kiri hanya ada padang pasir. Ops… Tapi jangan minum terlalu banyak juga, karena di tengah perjalanan anda akan sulit menemukan tempat istirahat. Jikapun ada, kebanyakan kamar mandi yang disediakan jauh dari kata layak. Untuk itu minumlah secukupnya saja dan jangan lupa menunaikan hajat di setiap tempat istirahat yang anda lalui. 

Tepat pada pukul 11.00 malam CLT akhirnya kami tiba di Kota Siwa. Karena belum makan malam, kami terpaksa membiarkan rendang khas Aceh menggoyang lidah kami. Ah, sekali-kali insya Allah enggak gendut. Rendang ini memang sudah terlebih dahulu dimasak dan disiapkan ketika di Kairo oleh agen wisata yang memberangkatkan kami, yaitu Albina Group milik salah seorang mahasiswa asal Aceh. 

Baca juga: Sembilan Objek Wisata Luxor Yang Wajib Kamu Kunjungi

Siwa terletak sekitar 783 km dari pusat Kota Kairo, dengan waktu tempuh kurang lebih 9 jam. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di kota ini saya langsung terpesona bukan main. Ya, mungkin ini yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Suasana di kota ini tak jauh berbeda dengan desa-desa yang terletak di pinggiran kota kairo. Dengan rumah-rumah sederhana, bahkan sebagian kecil masih ada yang beratap daun kurma dan hanya sedikit bangunan yang bertingkat. Hotel tempat kami menginap terletak di tengah-tengah kebun kurma yang hanya berjarak sekitar 1 km dari pusat Kota Siwa. Yusuf seorang petugas hotel menyambut kami dengan sangat ramah dan mempersilahkan kami untuk memakan kurma di sekitaran hotel dengan sesuka hati, asalkan tidak untuk dibawa pulang atau dijual.

Hotel di tengah kebun kurma
Meskipun terletak di tengah padang pasir dan tidak dialiri oleh sungai Nil tetapi Siwa adalah daerah yang sangat subur. Bahkan hebatnya, Siwa menjadi daerah penghasil kurma terbesar di Mesir. Mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani kurma dan zaitun. Kurma Siwa memang sangat terkenal di Mesir apalagi yang berisi kacang Almond. Produksi minyak zaitun juga tak kalah masyhurnya di kota ini. Karena kualitasnya yang tergolong bagus maka banyak hasil produksinya yang diekspor ke negara-negara Eropa. 

Toke kurma goloem keuneng bue beungoeh
Satu lagi hal yang menarik, di Siwa anda akan kesulitan menemukan air minum kemasan selain yang bermerek Safi. Hal ini dikarenakan pabrik produksi Safi memang terletak di Siwa dan airnya bersumber dari oasis Siwa sendiri.

Selain oasis, situs yang paling menakjubkan di Siwa bagi saya adalah danau garam. Bila di daerah kita garam identik dengan laut, tapi tidak di Siwa. Anda akan terkagum ketika melihat danau yang dikelilingi gunungan garam yang berbentuk kristal di tengah gurun pasir yang gersang. Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang hendak kau dustakan? 

Mengapung di Danau Garam
Pada musim panas danau ini akan mengeras dan berwarna putih. Sedangkan di musim dingin danau garam akan mencair dan berwarna biru. Beruntungnya kami hari ini sudah memasuki musim gugur dan danaunya sudah mencair. Hal yang jangan sampai anda lewatkan ketika mengunjungi danau garam ini adalah berenang, kalau saja anda lewatkan maka anda akan menyesal seumur hidup. Hehe. Kadar garamnya yang terlalu tinggi membuat tubuh anda tidak akan tenggelam dan hanya mengapung, sensasinya seperti berenang di Laut Mati.

Ohya hati-hati, jangan sampai percikan air garam ini mengenai mata anda apalagi menyelam sambil membuka mata. Jika saja itu dilanggar maka siap-siap mata anda akan terasa perih melebihi perihnya air laut. Oleh karena itu saya sarankan bila anda ingin berenang kesini hendaklah membawa air mineral sebagai persiapan jika saja air tersebut mengenai bagian mata. 

Penduduk asli Siwa adalah Suku Berber, yaitu suku yang mendiami Afrika bagian utara seperti Aljazair, Libya, Maroko dan termasuk Mesir. Orang siwa sangat ramah sebagaimana orang perdesaan pada umumnya. Karena letaknya yang berdekatan dengan Libya maka kebanyakan penduduk Siwa menggunakan bahasa Arab Amiyah dengan aksen Libya. 

Keseruan di Siwa
Berbeda dengan Kairo atau kota-kota besar lainnya, di Siwa anda akan jarang menemukan wanita yang keluar rumah sendirian. Selama dua hari dua malam di sana, hanya satu kali saya pernah berpapasan langsung dengan wanita. Itupun dengan pakaian serba hitam, bercadar dan tentunya bersama mahramnya. 

Terdapat perbedaan antara pakaian wanita asli Siwa dan wanita pendatang yang tinggal di Siwa, yaitu pada warna dan ukuran kain yang digunakan. Wanita asli Siwa identik dengan pakaian yang serba panjang, lebih tertutup dan warna abu-abu menghiasi kerudung panjangnya. Sedangkan wanita non Siwa memakai cadar dengan warna hitam pekat yang tak jauh berbeda dengan wanita bercadar di Mesir pada umumnya. Nah, jika anda menemukan wanita yang tidak menutup aurat di kota ini sudah dipastikan bahwa wanita tersebut bukan penduduk Siwa melainkan para pelancong. 
Setiap tahun pada bulan Oktober para pria Siwa berkumpul selama empat hari empat malam di Jabal Dakrour untuk memperingati Hari Perdamaian atau dinamakan Festival Syaha. Hal ini telah dilakukan secara turun temurun dalam rangka menjaga perdamaian antara kedua belah pihak yang pernah bertikai, dan di jabal Dakrour ini merupakan tempat berlangsungnya perdamaian itu. Mereka membaca do’a, dzikir, dan shalawat. Sedangkan para wanitanya menyiapkan makanan di rumah untuk disantap bersama. 

Ngadem dari terik mentari di pergurunan
Siwa berada di salah satu bagian Gurun Sahara, yaitu gurun pasir terluas di dunia, sangking luasnya seperempat dari Benua Afrika adalah Gurun Sahara. Gurun yang ada di Benua Afrika ini luasnya sekitar 9.2 juta km persegi. Mencakup dalam wilayah beberapa negara, di antaranya Aljazair, Chad, Mali, Mauritania, Mesir, Libya, Nigeria, Sudan, Tunisia dan beberapa negara lain. 

Berkendara dengan kecepatan tinggi di jalan raya mungkin sudah menjadi hal yang biasa. Namun di gurun pasir, anda akan merasakan sensasi yang berbeda. Oleh karena itu, jika ke Siwa jangan sampai anda lewatkan kegiatan yang paling seru di sini yaitu offroad di Gurun Sahara. Pengemudi akan memacu kendaraannya di tengah padang pasir yang mulus kemudian mendaki dan menurun secara tiba-tiba. Lalu berbelok zig-zag dengan kecepatan melebihi 100 km/jam tentunya akan membuat jantung anda berdetak lebih kencang. 

Baca juga: Teuku Ilham Fathin Mandor Baru IT Pro

Alangkah serunya anda berkunjung ke Siwa dengan jumlah rombongan yang banyak. Semakin banyak rombongan anda maka akan semakin wah, karena akan ada atraksi saling kejar mengejar yang diperagakan oleh pengemudi offroad anda. Hanya dengan tarif 220 LE (Rp.189.000) per orang, tentunya harga ini bukan sesuatu yang mahal karena ada fasilitas lain yang diberikan oleh pengelola offroad. 

Setibanya di tengah-tengah gurun pasir tadi pengemudi offroad mengajak kami untuk bersantai-santai di atas gunung pasir yang tingginya mencapai 100 meter. Gunungan ini terbentuk karena adanya hembusan angin dari waktu ke waktu. Sambil menikmati sunset yang kemerah-merahan, kami disuguhkan syai (teh) panas campur serai dan kacang tanah gonseng yang sangat gurih. 

Ngesyai sambil menikmati senja
Selain makanan dan minuman tadi kami juga mencoba sesuatu yang sangat menguji nyali, yaitu sand-boarding dari atas gunungan pasir yang tingginya mencapai 100 m. Agar papan selancar lebih mulus terlebih dahulu kami menggosoknya dengan lilin. Banyak teman-teman yang berjatuhan karena memang baru mencobanya untuk pertama kali seumur hidup. Namun bila terjatuh anda tidak perlu takut, permukaan pasirnya sangat lembut hingga tidak akan merasa sakit ataupun terluka. 

Hari terakhir sebelum meninggalkan Siwa, terlebih dahulu kami mengunjungi Jabal Mauta atau Gunung Kematian. Di gunung ini terdapat banyak kuburan kuno, tempat di makamkan tentara Alexander the Great atau lebih dikenal dengan Alexander Agung. Dari atas puncak Jabal Mauta ini anda bisa menyaksikan seluruh penjuru kota Siwa dengan hamparan kebun kurmanya yang luas. 

Menaklukkan Gunung Kematian
Di tengah-tengah kebun kurma ini terdapat Ain Cleopatra atau Mata Air Cleopatra. Airnya segar dan jernih. Saya sendiri tidak tau persis asal mula penamaan ini, apakah karena Cleopatra yang catok mata air ini ataukah hanya sekedar numpang lewat saja. Mata air ini berbentuk bulat seperti sumur raksasa dengan diameter sekitar 20 meter. Dan lagi-lagi setiap menemui mata air kami tidak pernah lupa untuk mandi, Apalagi mandi kali ini adalah mandi terakhir kami di kota yang penuh pesona ini.

Namun sayangnya, belum sampai setengah jam kami mandi sekelompok turis yang bisa dipastikan berasal dari Eropa. Malas juga kami bersatu kolam dengan turis barat, karena kami adalah bangsa terlebih di muka bumi. Hehe. Jadi kami langsung undur diri bersiap angkat kaki.

Begitulah sekilas mengenai rihlah musim panas kami ke Matrouh Siwa. Dengan segala keindahan di atas, sangat bisa dipastikan: Sangat rugi, bila anda sudah bertahun tinggal di Mesir tapi tak pernah menginjakkan kaki di Matrouh dan Siwa!

Itu pendapat saya sih. Bagaimana menurut netizen? Silahkan memberi pendapatnya di ruang komen di bawah. Buone Vacanze![]


*Mahasiswa Tingkat 1 jurusan Syariah Islamiyah Fakultas Syariah wal Qanun Universitas Al-Azhar 

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top