7 Tips Menghadapi Hipokondria di Masa Pandemi

Ali Akbar Al-Fata*

(Sumber foto: pixabay app)
Di kehidupan masyarakat modern banyak sekali terjadi berbagai penyakit mental, hal ini tidak terlepas dari peran media sosial dalam akses informasi yang disajikan secara transparan. Salah satu penyakit mental dalam media sosial yang memiliki peran besar dalam perkembangannya adalah hipokondria.

Hipokondria adalah gangguan somatoform yang merujuk pada sebuah kondisi di mana seseorang memiliki kekhawatiran yang berlebihan atau memiliki obsesi yang besar mengenai suatu pemikiran, dimana orang tersebut berpikir sedang atau mungkin mengidap penyakit yang cukup parah, padahal ia tidak menunjukkan gejala fisik mengenai penyakit tersebut, sehingga hal ini dapat membuat terganggunya fungsi sosial, fungsi pekerjaan, dan fungsi penting lainnya dari penderita tersebut.

Di masa pandemi seperti ini, pengidap hipokondria meningkat pesat, intensitas penggunaan media sosial yang meningkat membuat keadaan bertambah buruk lagi. Benar, tindakan preventif harus dilakukan sesuai dengan arahan para ahli, namun, pengidap hipokondria ada di level yang lebih tinggi. Biasanya akan muncul kepanikan berlebihan terhadap segala sesuatu sampai ke tingkat yang mengganggu, bagi yang merasa mengidap hal ini mungkin bisa mengikuti tips-tips berikut.

1. Periksa fakta dan kejadian
Kalau kita merasa sangat cemas dengan gejala-gejala yang ada dalam diri kita, cobalah melihat fakta-fakta positif. Misalnya, cerita orang-orang yang sembuh dari penyakit karena selalu bersikap positif. Apalagi di masa pandemi virus corona, apabila memiliki kecemasan dan kepanikan berlebih, maka akan mengurangi imunitas tubuh, sehingga mudah terkena penyakit. Intinya, dalam memeriksa fakta, hal yang paling utama adalah bersikap logis dan tidak lebay.

2. Berhenti Googling
Pada level selanjutnya, apabila berbagai fakta tidak membantu, maka berhentilah mencari tentang gejala yang kita alami. Karena sejatinya, kalau ada 30 website yang mengatakan bahwa kita tidak terkena penyakit apapun, namun ada satu saja yang membuat kita yakin bahwa kita sakit, kita akan selalu percaya dengan yang satu itu, jadi mau googling sebanyak apapun tidak berguna lagi.

3. Melihat perspektif lain 
Kepanikan dan kecemasan itu berasal dari diri sendiri, jadi, sebenarnya kalau mau, kita bisa cemas akan apapun. Naik mobil misalnya, ketika beraktivitas sehari-hari, kita kan tidak harus menolak naik mobil karena nanti kita akan tertabrak, toh, kalau kita jalan kaki atau naik sepeda juga memiliki kemungkinan yang sama. Cobalah membiasakan diri melihat dari berbagai perspektif apabila kecemasan itu menghampiri kita.


4. Pelajari tubuh kita sendiri 
Kita tentu sudah seharusnya mengetahui batasan-batasan yang tubuh kita milki, kita juga harus tau kebiasaan berpikir diri kita. Misalnya, kalau sakit di dada kita sering mengira ini ada masalah dengan jantung dan sebagainya, kenalilah kebiasaan itu sehingga kita mengetahui bahwa itu hanya kebiasaan kita saja.

5. Menyibukkan jiwa dan raga dengan hal positif
Menyibukkan diri dengan hal positif seringkali membuat kita lupa akan hal-hal negatif yang menghantui kita. Misalnya menyibukkan diri dengan menghafal atau membaca al-qur’an, atau bisa juga aktif berorganisasi dan berinteraksi dengan banyak orang, sehingga kita dapat melupakan hal-hal yang menjadi kecemasan serta kepanikan kita.

6Berhenti memeriksa diri berulang-ulang kali.
Memeriksa diri secara berlebihan hanya menambah gejala yang kita alami, pemeriksaan pertama sakit di dada, pemeriksaan kedua mulai terasa sakit di kepala, pemeriksaan ketiga mulai sakit di bagian paha, dan seterusnya tidak akan ada habisnya. Karena memang bagi pengidap hipokondria segala hal menjadi kecemasan yang tak berdasar.


7. Memeriksa diri ke dokter
Kalau merasa memang kurang sehat, periksalah diri kita ke dokter. Dokter merupakan orang yang belajar dan mendalami tentang kesehatan termasuk penyakit hipokondria ini, jadi, ketika dokter bilang kita memang tidak sakit hendaknya untuk percaya, dan meninggalkan ruang dokter dengan perasan tenang.

Karena perkembangan media sosial hari ini, orang lebih percaya riset pribadi ketimbang pakar yang menghabiskan hidupnya di bidang tersebut, karena kepanikannya, pengidap hipokondria malah susah menyaring informasi sehingga menerima pesan whatsapp sebagai acuannya. Intinya, berkonsultasilah dengan dokter dan merekalah yang akan mengarahkan kita untuk menghilangkan penyakit hipokondria ini.[]


*Penulis merupakan mahasiswa fakultas ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top