Maulid Nabi dan Revolusi Mental Masif

Oleh: Haris Akbar Zahari*
*Juara kedua lomba menulis esai bertema maulid Nabi Saw.
Haris Akbar Zahari. (Dok. @haris_znr)

Pada tahun 2014, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, pernah menggaungkan gagasan “Revolusi Mental”. Bahkan Presiden ke-7 ini menyerukan agar dimulainya Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) untuk mengubah kebiasaan lama yang sudah menggerogoti Indonesia bak sebuah penyakit stadium atas. Namun ternyata, Presiden Jokowi bukan orang pertama dan satu-satunya yang menyeru Indonesia kepada revolusi mental. Jauh sebelumnya, saat awal-awal kemerdekaan, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1957, Presiden Indonesia Pertama, Soekarno, dalam pidato kenegaraan memperingati Proklamasi Kemerdekaan menggagas semangat revolusi mental untuk Indonesia, mengubah haluan negara dari masa memperjuangkan kemerdekaan ke masa pembangunan karakter. Hal ini kemudian menjadi dasar Bung Karno memperkenalkan gagasan Tri Sakti, yaitu Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian secara sosial dan budaya.

Indonesia sudah mencetuskan revolusi mental dari jauh-jauh hari, bahkan sejak awal kemerdekaan, kemudian dilanjutkan dengan revolusi yang lebih gencar di 2014, pertanyaannya, mengapa Indonesia masih membutuhkan revolusi mental? 

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, penulis ingin menjelaskan maksud dari revolusi mental itu secara umum, lalu akan membatasi pada maksud-maksud tertentu yang akan dikupas dalam tulisan ini. 

Pengertian revolusi mental secara umum adalah gerakan untuk menempa atau mendidik manusia Indonesia dalam mentalitas yang berkarakter orisinal bangsa yang meliputi cara berpikir, cara merasa, cara mempercayai dan semua hal yang menjadi perilaku dan tindakan sehari-hari. Jika menilik pengertian di atas lebih dalam, tentu sangat banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang terdapat dalam perilaku dan karakter manusia-manusia Indonesia, terutama pada masa sekarang. Jangan heran jika banyak judul-judul besar surat kabar yang setiap hari memuntahkan berita tentang kesenjangan sosial, perselisihan sesama keluarga, penjara yang semakin padat, kasus korupsi, dan masih banyak lainnya. 

Sedangkan revolusi mental yang ingin penulis bahas di sini adalah sebuah gerakan perubahan sikap, karakter, kepercayaan dan kebiasaan yang sering disalahartikan guna menjadi pribadi yang baik dan meluas membentuk masyarakat sosial yang aman dan tenteram. Dalam tulisan ini sendiri, penulis ingin membeberkan tiga mental manusia Indonesia yang masih harus diperbaiki sehingga negara bisa berdiri dengan kekuatan penuh seperti yang diinginkan oleh Bung Karno, Jokowi dan seluruh rakyat Indonesia itu sendiri. 

Pertama, integritas atau lebih mudah dikenal dengan kejujuran. Nilai integritas dalam bangsa Indonesia semakin menipis, bahkan hampir tidak ada sama sekali. Mulai dari hal-hal kecil hingga yang terbesar. Seperti anak-anak yang duduk di sekolah sekarang, mencontek adalah budaya. Begitu juga dengan mahasiswa yang membayar orang untuk menyelesaikan skripsinya, ada juga pedagang yang menambah-nambah timbangan, guru yang tidak profesional dan mudah memberi nilai yang tidak sesuai hanya karena uang, bahkan penyakit integritas ini juga dialami oleh pejabat-pejabat Indonesia, sesuatu yang cukup mengkhawatirkan.

Memang, beberapa nilai integritas ini tidak terlalu tampak dalam kehidupan, namun lama-kelamaan penyakit tidak jujur dan suka berbohong ini akan merambat ke stadium yang lebih parah lagi. Buktinya, hal yang paling memalukan yang sedang berada di rahim Indonesia adalah kasus korupsi. Kita tidak dapat menyangkal, semua orang sudah mengetahui hal ini. Pemberantasannya dilakukan setiap hari, pembahasannya dimuntahkan di banyak televisi. Namun hasilnya masih tidak ada sama sekali, mengapa? karena ini menyangkut masalah integritas pada pribadi seseorang.


Suara.com mengurutkan sejumlah kasus korupsi terbesar yang pernah terjadi di Indonesia, mulai dari kasus Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi sebagai tersangka korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan kerugian negara hingga Rp 5,8 triliun dan 711 ribu dolar AS. Kemudian ada juga kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), kasus E-KTP, proyek Hambalang dan mantan Presiden Indonesia Soeharto. Ironis memang, namun inilah budaya dan mental pertama yang akan kita perbaiki. 

Kedua, etos kerja. Masalah etos kerja menjadi salah satu pembicaraan yang paling ramai dan menarik dari bangsa Indonesia. Hal yang paling berbanding lurus dengan etos kerja ini adalah permasalahan ekonomi. Ibaratnya, jika etos kerja meningkat, maka perekonomian semakin maju. Namun sayang sekali, negara dengan pulau dan rempah-rempah terbanyak belum bisa merasakan keadaan dan kondisi ekonomi yang seharusnya. Banyak pengangguran yang masih kita lihat, anak-anak di lintasan persimpangan dan orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan. Dalam kutipan Liputan6.com, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengemukakan bahwa tingkatan ekonomi Indonesia hingga akhir tahun sulit melebihi 55,3 persen. 

Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa melihat bahwa masyarakat Indonesia memiliki watak khas budaya santai dalam bekerja, bermalas-malasan, tidak berpikir jernih, asal-asalan, bergantung pada orang lain, dan yang paling ditakutkan lagi adalah berkurangnya nilai kreativitas, produktivitas terbatas, tenggelam dalam masalah dan tidak fokus pada pemecahannya bahkan ada yang tidak mau bekerja sama sekali. Mental etos kerja seperti ini harus berevolusi. 

Ketiga, antirasisme. Wikipedia menafsirkan makna rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras lainnya. Secara garis besar, antirasisme adalah menjauhi sikap membedakan dan memandang seseorang dengan rendah. Rasisme sering terjadi di Indonesia, Namun sangat jarang dibahas. Seolah-olah semua orang ingin menutup mata dan telinga. 

Dikutip dari Tirto.id, pada Jumat, 13 Juli 2016, seorang mahasiswa papua bernama Obby Kogoya dikejar-kejar, ditendang, dipukuli lalu ditangkap oleh polisi Indonesia di depan asrama Kamasan di Jalan Kusumanegara, tanpa alasan apa pun. Peristiwa itu diabadikan oleh fotografer lepas Suryo Wibowo, seperti foto kepala Obby yang diinjak aparat, tapi sangat disayangkan, keributan itu segara dilupakan publik. Polisi daerah Yogyakarta berdalih: tidak ada kericuhan di asrama Papua Yogyakarta, foto Obby Kogoya adalah hoaks atau berita bohong, bahkan polisi berkata akan memburu penyebar foto itu. Masalah selesai. Obby justru diseret ke meja hijau dan diadili.

Dua tahun setelahnya keributan terjadi lagi di Surabaya. Mahasiswa Papua dikepung ormas dan polisi di asrama Kamasan di Jalan Kalasan. Mahasiswa yang melakukan aksi jalan kaki di Monumen Kapal Selam menuju Gedung Grahadi berujung sial, kericuhan terjadi, mereka dilempari batu bahkan tiga mahasiswa mengalami bocor kepala. 

Tepat sehari setelah Indonesia merayakan ulang tahun yang ke-74, Papua bergejolak. Dari Jayapura, Manokwari, Nabire, Sorong, lalu menyusul Fakfak dan Mimika. Ujaran rasis di Surabaya memicu kemarahan. Mereka melakukan aksi besar-besaran. Membakar, merusak, bahkan terjadi pertikaian di Fakfak. Sayangnya, respons pemerintah Indonesia sangat gagap. Mental rasisme harus kita ubah. 

Itulah tiga permasalahan mental yang akan kita revolusi. Kembali ke pertanyaan di awal, mengapa Indonesia masih membutuhkan revolusi mental? Jawabannya adalah karena pembangunan manusia dan revolusi mental adalah sesuatu yang tidak pernah berujung. Manusia harus berbenah setiap hari. 

Bagaimana solusi agar revolusi ini tercapai? 

Refleksi Maulid Nabi Muhammad adalah jawabannya. Jauh sebelum Bung Karno dan Jokowi ada, Muhammad Saw. Menjadi penggagas pertama dan penggerak utama dalam revolusi mental manusia. Kelahiran Rasulullah Saw. adalah pembangunan manusia paling besar dan bersejarah. Apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. akan bergema selamanya. Hal ini sesuai dengan hadisnya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam shahih Bukhari kitab adab dan Baihaqi dalam kitab Syu’bil Iman dan Hakim, Nabi bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”. 

Sebelum mengupas tiga permasalahan mental tadi, penulis ingin memaparkan tentang momentum refleksi maulid dan kaitannya dengan revolusi mental, terutama alasan mengapa Rasulullah Saw. bisa menjadi solusi terhadap masalah-masalah mental yang terus menurun di negara Indonesia. 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), refleksi merupakan gerakan, kesadaran atau kegiatan yang datang dari luar. Maulid sendiri adalah hari lahirnya Nabi Muhammad Saw. yaitu pada 12 Rabi’ul Awal. Jika digabungkan, Refleksi maulid bisa dipahami sebagai sebuah kegiatan yang diselenggarakan untuk memperingati hari lahir Rasulullah Saw. Sebagai bentuk cinta, teladan dan mempererat silaturrahmi dengan sesama saudara. Selain hal itu refleksi maulid juga bisa menjadi momentum atau waktu yang sangat bagus dan tepat untuk revolusi mental, mengingat Rasulullah Saw. adalah manusia yang sangat berpengaruh dalam membentuk peradaban manusia berlandaskan akhlak dan karakter yang baik. 

Rasulullah Saw. sendiri memiliki prinsip yang sangat menarik dalam mengubah akhlak manusia, prinsip itu adalah ibda’ binafsih artinya memulai dari diri sendiri. Hal ini kemudian menjadikan Rasulullah Saw. sebagai suri teladan bagi seluruh semesta. Keadaan bangsa Arab sebelum kedatangan Nabi Muhammad lebih dikenal dengan masa jahiliyyah. Hal ini dikaitkan dengan perilaku dan sikap mereka yang berperilaku buruk dan berakhlak tercela. Mencuri menjadi kebiasaan, minum khamar atau bermabuk-mabukan, berzina, merampok, bertengkar, berperang sesama saudara bahkan sampai membunuh bayi-bayi perempuan yang lahir karena dianggap tidak akan membawa kebaikan kepada keluarga, justru menambah beban.

Kedatangan Muhammad Saw. ke negeri Arab dan seluruh dunia memberi efek positif, dengan prinsip memulai dari diri sendiri, Rasulullah Saw. berhasil mengubah perlaku mereka. Bahkan, belajar adab atau karakter lebih didahulukan daripada ilmu. Allah Swt. juga menurunkan Al-Qur’an yang berkaitan dengan akhlak, adab atau kebiasaan buruk. Seperti ayat Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 219 yang membahas bahwa minum khamar itu sesuatu yang tidak baik karena mengandung mudarat yang sangat banyak. 

Secara lebih jelas, ada banyak akhlak dan karakter yang diajarkan Nabi Muhammad Saw. kepada sahabat-sahabatnya dan juga kepada kita semua, dalam hal ini, penulis akan membeberkan tentang tiga revolusi mental yang bisa kita gerakkan dengan momentum refleksi maulid Rasulullah Saw. yaitu: 

1. Integritas tanpa batas 

Rasulullah Saw. adalah pemimpin paling besar. Beliau adalah presiden negara sekaligus pimpinan pasukan perang. Takhta yang ada di tangan nabi tidak membuatnya lalai dan terbawa keadaan seperti yang terjadi di pemerintahan-pemerintahan dunia saat ini. Baru menjadi bawahan saja sudah berani mencuri, pejabat tinggi hobinya korupsi, maka sudah sepatutnya, kita rakyat biasa sampai pemimpin negara untuk mengikuti integritas atau kejujuran yang diajarkan Rasulullah Saw. 

Nabi sudah mengajarkan integritas dalam bidang ekonomi. Saat Rasulullah Saw. berdagang ke negeri Syams membawa dagangan Siti Khadijah yang memiliki harta berlimpah, kejujurannya nomor satu, tidak pernah sekali pun mengambil kesempatan dalam kesempitan, bahkan kejujuran Rasulullah ini terkenal ke seluruh Jazirah Arab. Beliau dijuluki sebagai Al-Amin (Orang yang dapat dipercaya). Kemudian saat terjadi konflik di kalangan suku Quraisy dalam memutuskan siapa yang pantas meletakkan hajar aswad pada tempatnya, Rasulullah Saw. datang memutuskan dengan bijaksana. Beliau hamparkan serbannya dan hajar aswad itu diletakkan di tengah-tengah. Rasulullah kemudian menyuruh semua perwakilan kabilah yang hadir untuk memegang tiap ujung serban. 

Sikap integritas mutlak harus dimiliki semua muslim, baik dalam hal sepele mulai dari belajar dan bergadang, seperti nabi memerintahkan kita agar jujur dan tidak curang. Nabi bersabda: “Barangsiapa berbuat curang, bukan golongan kami” (HR Muslim). Nabi melarang suap dengan sabdanya, “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap di dalam kekuasaan.”(HR. Imam Abu Dawud dari Hurairah). Begitu juga dengan larangan makan riba, “Beliau (Nabi Saw.) melaknat orang yang memakan riba, orang yang menyerahkannya, para saksi serta pencatatnya. (HR. Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud). 

Integritas Nabi Muhammad Saw. ini sudah menyebar luas kepada sahabat-sahabatnya, seperti Umar bin Khattab, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, terutama dalam kehidupan dan kepemimpinan, maka sudah seharusnya kita juga bisa mengambil pelajaran dari integritas yang Rasulullah ajarkan sebagai bentuk cinta kepadanya. 

2. Semangat Etos kerja 

"Tidak ada yang lebih baik dari usaha seorang laki-laki kecuali dari hasil tangannya sendiri, dan apa-apa yang diinfakkan oleh seorang laki-laki kepada dirinya sendiri, istri, anak dan pembantunya adalah sedekah." (HR. Ibnu Majah). 

Dalam hal ini, Nabi Muhammad Saw. sudah mengajarkan hal yang paling mendasar dalam bekerja, tentu kita pernah mendengar bahwa nilai sebuah pekerjaan itu bergantung pada niat yanag kita miliki. Saat kita hanya mengejar kesuksesan dan pamor pribadi, maka nilai kerja itu sendiri akan sangat rendah. Oleh karena itu, komitmen atau niat adalah hal yang perlu diperhatikan, karena ia juga akan menjadi sumber dorongan batin bagi seseorang untuk mengerjakan sesuatu atau tidak. 

Kita sudah mengenal Rasulullah sebagai seorang pedagang yang sangat ulet, maka tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwaNabi Muhammad merupakan model atau teladan muslim dan seluruh alam dalam semangat etos kerjanya. Sejak remaja, Rasulullah sudah berkeliling Jazirah Arab. Tidak hanya itu, saat sudah diangkat menjadi Rasulullah dan pemimpin umat, semangat kerja nabi tidaklah menciut, etos kerja Nabi Muhammad Saw. malah meningkat. 

Jika dalam modern ini kita mengenal prinsip-prinsip manajemen seperti planning, organizing, staffing, directing dan controlling, maka nabi sudah memulainya sejak dulu. Rasulullah adalah pebisnis yang sempurna, bersikap jujur, semangat, persiapan, tepat waktu dan menghargai usaha orang lain adalah kunci sukses Beliau. Jika kita menganggap kehidupan Rasulullah Saw. mewah dan kaya raya, maka itu salah. Beliau bahkan pernah tidur di tikar, rumahnya cukup sederhana, bukan seperti istana negara atau apartemen pejabat saat ini, namun meskipun begitu, Rasulullah tetap semangat bekerja dan tidak menyerah. 

Ketika revolusi mental etos kerja ini berhasil kita tiru seperti kehidupan Nabi Muhammad, maka pemandangan-pemandangan banyaknya pengangguran di jalanan tidak akan ada lagi, anak-anak yang mengamen juga akan berkurang, Indonesia harus membangkitkan semangat etos kerja seperti semangatnya Rasulullah. 

3. Anti-rasisme 

Abu Dzar adalah pengikut nabi yang tergolong as-Sabiqun al-Awwalum, walaupun begitu, beliau juga pernah berbuat salah. Suatu ketika Abu Dzar pernah menghina seseorang dan menyebut-nyebut asal-susul keturunan serta warna kulitnya, mendengar hal tersebut, Nabi Muhammad Saw. menegur Abu Dzar dengan sabdanya, “Benarkah kamu baru saja menghina pria itu dengan mengejek pribadi ibunya (menyebut anak orang hitam)? Ketahuilah wahai Abu Dzar, perbuatanmu itu adalah perilaku orang-orang jahiliyyah yang tercela.” Hadis ini diriwayatkan di dalam kitab Shahih Bukhari saat Abu Dzar menceritakan kejadian itu kepada perawi Al Ma’rur bin Suwaid. 

Kisah di atas tentu saja memberi pemahaman bahwa Nabi Muhammad Saw. sangat membenci perilaku rasisme, sikap membandingkan seseorang karena perbedaan adalah akhlak yang tercela. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita membangkitkan dan menggerakkan revolusi sikap rasisme yang terdapat di Indonesia. Bahkan saat ini, berita rasisme itu sendiri selalu mengisi ruang-ruang media dunia, mulai dari olahraga sampai masalah masyarakat pedalaman. 

Islam sendiri sudah datang dengan penolakan penuh terhadap rasisme, tidak ada satu perbedaan pun yang dipandang Allah kepada hambanya kecuali ketakwaan. Hal ini tertulis dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 13, Allah berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” Nabi kemudian juga pernah bersabda, “Lihatlah, engkau tidaklah lebih baik dari orang yang berkulit merah atau berkulit hitam sampai engkau mengungguli mereka dengan takwa.” (HR. Ahmad, 5: 158) 


Nabi Muhammad Saw. adalah penggagas revolusi mental yang paling besar dan berpengaruh, Beliau membangun manusia dari titik nol. Banyak sekali akhlak dan karakter yang diajarkannya, seperti tiga mental yang sudah penulis kupas dalam tulisan ini. Setiap jengkal permasalahan mental yang terdapat di Indonesia, baik integritas, etos kerja dan rasisme, bisa kita tangani dengan becermin kepada Rasulullah Saw. lewat sejarah pembangunan karakter manusia berdasarkan perintah Allah Swt. Salah satu momentum yang paling cocok untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam menggerakkan revolusi mental adalah refleksi maulid. Mengingat dan mencintai baginda Nabi Muhammad Saw. berarti mengikuti seluruh perilakunya, perkataannya dan semua anjuran yang sudah Beliau berikan. Dengan begitu, nilai revolusi mental yang kita gerakkan pada refleksi maulid mampu membawa perubahan yang besar ke kehidupan pribadi dan masyarakat, terutama untuk Indonesia yang lebih baik.[]

*Penulis adalah mahasiswa Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top