Tradisi Aceh Yang Perlu Kamu Ketahui

 Oleh: Salsabila Ulfa*

Daerah yang dikenal dengan Serambi Mekkah ini terletak di ujung utara pulau Sumatera, memiliki pengaruh besar terhadap penyebaran agama Islam di Indonesia. Dalam kehidupan bermasyarakat, Aceh sendiri memiliki banyak tradisi budaya yang diwariskan dan beberapa masih dipraktekkan hingga saat ini. Penasaran bukan? Simak artikel di bawah ini.

Tradisi yang menjadi kebiasaan masyarakat Aceh di antaranya ialah:

Meugang

Tradisi Meugang. (sumber foto: kumparan.com)

Tradisi ini sudah ada sejak masyarakat Aceh berada di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, yaitu Sultan dari Kerajaan Aceh yang berhasil mencapai puncak kejayaan. Meugang yang juga dikenal dengan sebutan mak meugang biasanya dilakukan tiga kali dalam setahun, yaitu: satu hari sebelum melaksanakan puasa Ramadhan, satu hari sebelum hari raya Idul Fitri, dan satu hari sebelum hari raya Idul Adha. Pada hari meugang, para ibu sibuk memasak hidangan spesial untuk dinikmati oleh keluarganya. Tak ketinggalan juga tradisi meugang dilakukan oleh anak remaja yang sedang berada di perantauan.

Menjelang hari meugang masyarakat mulai mengerumuni pasar di daerah setempat. Daging sapi atau lembu menjadi pilihan untuk menu utama dalam masakan di hari meugang. Namun tidak hanya daging sapi, variasi makanan lain juga bisa dijadikan sebagai menu masakan meugang, diantaranya ialah ayam, bebek, kambing dan sebagainya.

Baca juga: Bukti Nyata Sejarah Bahwa, Filsafat Berasal dari Timur

Hari meugang adalah hari istimewa karna merupakan moment berkumpul dan bersilaturrahim bersama sanak saudara. Sejarah adanya meugang adalah dulunya para Hulubalang atau Kesultanan Aceh membagi zakat berupa makanan dan pakaian kepada fakir miskin ataupun anak yatim.


Peusijuek

Peusijuek secara harfiah bermakna mendinginkan atau menyejukkan. Ini merupakan adat yang dilakukan dalam setiap kegiatan masyarakat aceh dan masih sering dijalankan hingga saat ini. Jenis kegiatan yang biasanya melibatkan proses peusijuek seperti: menempati rumah baru, orang yang akan melaksanakan umrah atau haji, bagi pengantin baru, atau bagi yang membuka sebuah usaha. Kegiatan Peusijuek turut mengundang sanak saudara dan tetangga sekitar untuk menjalin hubungan persaudaraan.

Perlengkapan Peusijuek. (sumber foto: stemit.com)
Tradisi ini dilakukan untuk memohon keselamatan dan ketentraman dalam kehidupan. Biasanya dipimpin oleh tetua atau pemuka agama yang berada di daerah setempat. Dimulai dengan menyebut nama Allah, bershalawat kepada nabi dan dilanjutkan dengan mendoakan objek yang akan dipeusijuek.

Bahan-bahan peusijuek yang diletakkan di atas talam berupa nasi ketan, beras, tepung yang dicampur dengan air, kelapa merah dan terdapat sejenis dedaunan yang dicelupkan dengan air kemudian dipercikkan kepada seseorang yang akan menjalani peusijuek. Melakukan tradisi peusijuek merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan.


Peutron Aneuk

Peutron Aneuk bisa diartikan dengan Turun Tanah, kegiatan ini biasa dilakukan saat bayi berusia 7 hari. Maksud tradisi ini adalah seorang bayi diturunkan dari rumah ke tanah, karena pada umumnya rumah masyarakat Aceh dahulu berbentuk rumah panggung atau dikenal dengan Rumoh Aceh.

Baca juga: Temukan Harta Karun Nusantara di Mesir, PMIK dan Pojok Peradaban Gelar Pameran Jejak Ulama Jawi

Biasanya kegiatan ini bersamaan dengan acara kenduri yang turut mengundang warga setempat. Dalam tradisi Peutron Aneuk, sang bayi dan ibunya dipeusijuk serta tidak lupa mengenalkan bayi tersebut kepada keluarga dan tamu yang berhadir. Saat acara ini berlangsung, si bayi dibacakan do’a agar mendapat Ridha Allah SWT, kemudian dicicipi sesuatu yang manis ke lidahnya seperti madu dan sebagainya, kemudian memotong rambut sang bayi, memberi nama kepadanya sekaligus mengadakan akikah dengan menyembelih dua ekor kambing atau domba bagi bayi laki-laki sedangkan pada bayi perempuan cukup satu ekor kambing atau domba.


Samadiyah

Tradisi samadiyah. (sumber foto: mushalla-dusunteratai.blogspot.com)

Samadiyah merupakan tradisi masyarakat Aceh yang dilakukan dengan cara berdo’a dan zikir bersama untuk orang yang telah berpulang ke rahmatullah, sebagai bentuk belasungkawa. Masyarakat dan warga sekitar berkumpul di rumah orang yang terkena musibah dengan membacakan surah yasin, tahlil dan do’a bersama.


Upacara Troen U Blang

Kenduri di sawah. (sumber foto: budayaadatkita.blogspot.com)

Troen U Blang berarti kenduri di sawah. Kegiatan ini biasa dilakukan pada saat musim padi (panen) telah tiba. Para petani berkumpul di sawah untuk mengadakan makan bersama sekaligus berdo’a atas berkat rahmat Allah agar dapat menghasilkan padi yang banyak dan bermanfaat untuk kehidupan masyarakat.


Peh Tambo

Tradisi Peh Tambo. (sumber foto: steemit.com)

Berdasarkan Atjehsch Nerderlandsch Woordenboek deel II (Kamus Bahasa Aceh-Belanda jilid 2, karya R.A. Hoesein Djajadiningrat, halaman 951) menyebutkan bahwa tambo merupakan sejenis trom (tambur) besar, yang terbuat dari sebatang pohon kayu yang dilubangi dalamnya, dimana pada satu bagian sisinya diberi kulit sapi yang dikencangkan agar tegang yang bila dipukul kulit tersebut akan mengeluarkan bunyi nyaring.

Dalam bahasa Indonesia disebut pukul beduk, kegiatan ini merupakan sebuah tradisi lokal yang di lakukan untuk mensyiarkan islam. Alat yang terbuat dari bagian kulit sapi dan rotan sebagai peregang kulit ini berfungsi sebagai sarana informasi, baik digunakan sebagai pertanda masuk waktu sholat, untuk mengumpulkan masyarakat, untuk membangunkan sahur dan juga untuk mengumumkan telah tiba waktu berbuka puasa (ifthar). Biasanya tambo ini ditempatkan di masjid-masjid atau meunasah dan akan dibunyikan pada waktu tertentu.

Baca juga: Menelusuri Kemukjizatan Bahasa Al-Quran

Semakin maju zaman, tradisi peh tambo ini sudah jarang di gunakan oleh masyarakat Aceh karena telah muncul berbagai sarana lain yang dapat menyebarkan informasi. Namun tidak ada salahnya jika kita membudayakan kembali tradisi yang dilakukan masyarakat Aceh pada zaman dahulu.

Sekilas info megenai tradisi yang dipraktikkan pada masyarakat Aceh.[]


*Penulis merupakan mahasiswi jurusan Syari'ah Islamiyah Universitas Al-Azhar Mesir.

Editor : Hayatul Rahmi

 

 

 

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top