Agresi Iman
Adalah
Aceh, negeri yang tiada henti-hentinya dihadapkan dengan berbagai
masalah kompleks yang mengundang perhatian dan pengayoman berbagai
pihak. Dari masa konflik, bencana tsunami, aksi terorisme sampai masalah
pendangkalan akidah.
Seperti
yang terjadi akhir-akhir ini, aliran sesat telah merambah subur di
ranah Seuramoe Mekkah. Tidaklah perlu kita paparkan nama sejumlah aliran
sesat di sini. Karena saya yakin, sedikit banyaknya pembaca sudah
mengenal beberapa aliran sesat yang saat sedang berada di Naggroe
Aceh. Yang jelas, semua yang menyimpang dari Al-Quran dan Hadis adalah
sesat, baik dalam teori maupun prakteknya.
Dengan
tidak menafikan fakta yang ada, aliran sesat ini bukanlah hal yang baru
di Aceh. Di zaman Sultan Iskandar Muda pun sudah pernah tercium geliat
seperti ini. Dan sekarang hal ini kembali mencuat dengan pakaian dan
motif yang baru. Bukan tak mungkin bila kemudian aliran ini juga akan
muncul lagi di masa yang akan datang. Barangkali sebagai teguran bagi
kita untuk lebih jeli membaca Aceh.
Dahulu
arus aliran sesat ini hanya di luar Aceh saja. Secara sepihak kita
mungkin masih bisa berkilah. Namun sekarang aliran 'pencuci otak' ini
berkembang pesat di Aceh. Akankah kita diam menjadi penonton saja?
Ataukah ini hanya sensasi semata? Lantas apakah ada istilah sensasi
dalam beragama? Apalagi ini menyangkut persoalan akidah. Silahkan
pembaca menjawabnya sendiri.
Ya,
kalau kita menilik lebih jauh, ternyata akar kemunculan aliran sesat
ini lebih dipicu oleh kurangnya pemahaman dan keilmuan agama yang
dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Terlepas nantinya apakah ada
intervensi pihak luar yang sengaja ingin menghancurkan Islam di Aceh.
Selanjutnya
masalah ekonomi. Tak jarang ada orang bersedia melakukan hal-hal 'aneh'
karena desakan ekonomi. Ketika kebutuhan yang begitu besar dihadapkan
pada source income yang tak mencukupi, maka dengan mudah orang akan
ditaklukkan, walau dalam urusan akidah sekalipun. Tak perlu kita
membicarakannya panjang lebar di sini. Bukti sudah ada!
Di
sisi lain, psycho-cultural masyarakat itu sendiri akan selalu mencari
ketenangan dalam beragama dan menjalankan kelangsungan ritual agamanya,
tentunya dengan rasa aman dan jauh dari rasa was-was. Hal ini adalah
lumrah bagi setiap individu. Namun, bagi orang yang mudah goncang
imannya, ketika hal-hal yang diinginkan tidak terpenuhi, ia akan mencari
'tempat baru' yang dianggap nyaman untuk kegiatan agamanya.
Selain dari akar permasalahan di atas, tentunya perlu kita melihat nilai kekuasaan dan monitoring. Eksistensi pemerintah memang sangat diharapkan di sini. Karenanya pemerintah sebagai pengayom masyarakat juga sewaktu-waktu harus siap berperan ganda sebagai mesin perontok bagi 'hama-hama' iman yang membuat warganya tidak nyaman .
Selain dari akar permasalahan di atas, tentunya perlu kita melihat nilai kekuasaan dan monitoring. Eksistensi pemerintah memang sangat diharapkan di sini. Karenanya pemerintah sebagai pengayom masyarakat juga sewaktu-waktu harus siap berperan ganda sebagai mesin perontok bagi 'hama-hama' iman yang membuat warganya tidak nyaman .
Kriteria
lain yang sebenarnya diinginkan masyarakat adalah pemerintah dengan
semua aparaturnya di-force-kan untuk selalu up to date dan punya sinyal
peduli dalam membaca setiap sudut peta perjalanan Aceh. Setiap persoalan
yang dihadapi tentunya butuh pencerahan tangkas dan cepat dari
perangkat pemerintah yang berwenang, sehingga hal ini nantinya tidak
berlarut-larut.
Sangat
disayangkan, sebelum aliran ini marak berkembang di Aceh, jauh-jauh
hari sudah ada warga yang melaporkannya ke instansi yang berwenang di
beberapa titik; Gayo, Aceh Timur dan Bireun misalnya. namun terkesan
tidak digubris oleh pemerintah setempat.
Lalu bagaimana caranya mengetahui sebuah aliran itu sesat?
Untuk
lebih jelasnya silahkan pembaca merujuk kepada fatwa MPU Aceh nomor 4
tahun 2007 tentang pedoman identifikasi aliran sesat. Di sana hanya
disebutkan ciri-cirinya, semoga kita bisa mengenalnya melalu ciri-ciri,
tidak melalui nama. Sebab nama dan penampilan bisa saja berubah.
Dalam
upaya justifikasinya, tak jarang masalah lain juga bermunculan. Sikap
kurang akurat dalam meneliti sebuah aliran itu sesat atau tidak, menjadi
pemicu masalah baru. Secara gamblang, terdeteksi adanya beberapa media
dan sumber yang tidak akurat dalam memberikan post-reply. Tak main-main,
bahkan ada juga instansi yang 'tidak layak' dan bukan wewenangnya untuk
mengklaim sebuah aliran sesat atau tidak, juga ikut nimbrung dalam
pendeteksian yang keliru ini. Sangat fatal bila sebuah urusan dimotori
oleh yang bukan ahlinya.
Fenomena
ini menuntut kita untuk terus belajar, membaca dan bertanya, hal yang
tidak mungkin untuk kita mamah sendiri karena keterbatasan ilmu yang
kita miliki, seyogyanya kita bertanya kepada mereka yang mampu.
Bagi warga KMA yang insyaAllah akan menjadi bagian stake-holder Aceh kedepan (amin), kita sangat mengharapkan untuk terus mampu up to date dan memiliki kriteria di atas tentunya. Sebab antisipasi permasalahan Aceh kedepan, sangat bergantung dari apa yang kita hadapi dan kita persiapkan saat ini.
Terakhir,
penulis memimjam bahasa kritis seorang elit politik Aceh. "Tingkatkan
saja keilmuan dan ekonomi di Aceh, insya Allah Aceh akan aman. Pembaca
setuju? Wallahua'lam.
Tulisan Furqan Ar Rasyid, Staff Ahli El-Asyi KMA
* Mahasiswa Universitas Al– Azhar
Posting Komentar