Secangkir Kopi Dari Warung Qatameya

QATTAMEA adalah sebuah distrik kecil di pinggiran Kairo, ibu kota Mesir. Secara administrasi, Qattamea masih termasuk kawasan  Al-Qahirah Al-Jadidah. Sama halnya dengan kampung-kampung di Aceh, Qattamea juga memiliki banyak warung kopi (warkop) tradisional. Warkop dimaksud tersebar di Mahattah Gamik, Nashr, Giza, dan Mahmudiyyah.

Warkop bagi orang Mesir bukanlah sesuatu yang baru. Warga Mesir sangat gemar menyeruput (menghirup) kopi atau dalam bahasa pasaran Mesir disebut ahwah. Begitu juga dengan minuman-minuman lainnya seperti teh susu atau syai bil halib.

Namun, kenikmatan menyeruput kopi tersebut tidaklah terasa dan berkesan kalau tidak menghirup syisa, semacam aroma buah-buahan yang dihirup melalui alat pengisap.

Begitu ada jadwal menonton sepakbola, warung kopi di Qattamea mendadak penuh. Warga asing seperti Indonesia, Sudan, dan Nigeria juga turut meramaikan warkop tersebut saat nonton bersama. Hal ini mengingatkan saya akan warung-warung kopi di Aceh yang mendadak penuh sampai dini hari apabila ada tayangan sepakbola.

Saya sendiri menyempatkan diri untuk duduk di warkop Qattamea ketika pagi tiba demi menyeruput segelas teh susu hangat. Saya memilih warkop di kawasan Mahattah Nashr. Selain karena telah berkenalan sejak awal, para pekerja di warung itu sangatlah ramah. Mereka menyapa dan senang diajak berbincang. Bahkan ketika saya datang, mereka akan segera mafhum minuman apa yang biasanya saya pesan.

Umumnya para pekerja datang dari kampung-kampung di luar Kota Kairo. Mereka adalah anak-anak muda yang telah selesai sekolah menengah. Karena kehidupan ekonomi keluarga yang begitu mengimpit, sehingga mereka harus mencari pekerjaan, termasuk bekerja di warung-warung kopi pinggiran Kota Kairo.
Warkop Qattamea memberikan saya sebuah kesan bahwa jalinan persaudaraan bisa dirajut di mana pun. Betapa warkop bisa menjadi simbol keramahtamahan orang Mesir. Keuntungan besar lainnya yang saya dapat adalah bisa meningkatkan bahasa pasaran Mesir lewat  cengkarama dengan sesama pengunjung maupun para pekerja.

Menariknya, warkop di sini tidak menyediakan surat kabar layaknya warkop di Aceh. Namun, mendengar lantunan Alquran di setiap warkop Qattamea dan Kairo khususnya adalah suatu hal yang biasa. Para pekerja sendiri yang menyetel tayangan ayat-ayat suci Alquran melalui televisi atau radio.

Mereka turut menyimak dan menghayati kalam Tuhan di tengah kesibukan kerja. Akhirnya, dari warkop Qattamea kita bisa belajar  bagaimana nilai-nilai Islam diterapkan. Semoga Aceh dengan syariat Islamnya berkenan mengaplikasikan hal serupa.

Tulisan Azmi Abubakar (Editor Buletin ElAsyi)

Telah dimuat di rubrik Citizen Reportase Serambi Indonesia edisi 16 Februari 2012

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top