Titah Pawang Bala


Bismillah…

Rakyat bertuah bercap sikurueng

Mari berkumpul di alun-alaun istana

Mendengar letak bala yang turun

Syarahan dari Pawang negara

                        Pawang Mala

Begitu bunyi isi pengumuman yang tertempel dipanteu jaga.
Konon saudara…

Kampung kami sedanng dilanda sengsara, duka dan derita. Bala yang dimulai sejak meninggalnya sembilan pemuda di 'Gampoeng Satu' terus berlanjut. Mereka diketemukan warga tergantung di pohon asan, tepatnya di pohon yang di daulat sebagai simbol persatuan Sikureung Gampoeng Naga.

Padahal sebelumnya, wilayah Sikureung Gampoeng Naga adalah wilayah terbaik, termakmur dan yang paling sentosa dari semua wilayah tenggara. Sembilan gampoeng wilayah anggota merupakan kumpulan wilayah adidaya dan sentral sebagai penyedia berbagai kebutuhan manusia. Mulai kebutuhan pertanian, perkebunan, kelautan, peternakan dan pusat keilmuan besar.

Semua rakyat di negara kami bahagia, berharta dan hidup berkecukupan. Negara menjamin rakyat tidak ada yang sengsara.

Alkisah kejadian dua hari setelah kejadian pertama, berlanjut di 'Gampoeng Kedua''. Kali ini giliran kaum bayi. Sembilan bayi raib tak berbekas, ditelan pekat malam. Mereka hilang dari ayunannya tanpa satupun orang tua yang menyadari. Kapan, kemana dan dimana.

Dua malam kemudian, ketakutan membaha di 'Gampung Ketiga'. Mendadak sembilan kuburan terbongkar, isinya menghilang. Tak tau siapa, mengapa dan untuk apa. Suasana semakin membuat mencekam. Rakyat mulai gelisah, berita menyebar semakin meluas.

'Gampung ke empat' dibuat tersentak, kalap dan panik. Mereka berada di hitungan selanjutnya. Berbagai perlengkapan disiapkan untuk menyambut siluman tak berbekas itu. Mulai dari peralatan beserta pasukan keamanan mereka datangkan dari kampung lain. Rakyat bersiaga penuh di 'Gampoeng ke Empat'. Semua mata Sikurueng Gampoeng Naga tertuju pada kampung empat.

Kali ini pun sikureung Gampoeng Naga bertambah tertekan. Ketakutan mereka semakin menjadi-jadi. Betapa tidak,  sepuluh janda muda hilang tak berbekas. Bahkan anak yang tidur disampingnya tidak sadar kapan ibunya hilang.

Mendadak, lagai-lagi mendadak. Bingung, semua pemimpin dari sikureung Gampoeng Naga bingung. Bagaiman mereka bisa memberikan pertanggung jawaban kepada Pawang Mala sebagoe  pimpinan pusat Sikureung Gampoeng Naga.

Tidak ada yang bisa berkomentar terhadap masaalah ini. Tak ada kambing hitam, yang ada hanya ketakutan.

Tibalah giliran 'Gampoeng Kelima' menjadi korban selanjutnya. Penduduk gagap dan pasrah terhadap semua kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Terserah apa dan siapa yang akan menjadi korbannya. Namun mereka juga berjaga-jaga, siapa tau bisa menangkap siluman tak berbekas itu.

Ternyata lagi-lagi mati kutu. Kali ini korbannya seikureung pemudi kampung ke lima.  Umur mereka berkisar sembilan belasan. Kejadian kali ini termasuk aneh dibandingkan kejadian sebelumnya di kampung kedua, ketiga, keempat, korban mereka raib semua. Namun agak mirip kejadian di kampung pertama, mayat mereka diketemukan tergantung di pohon asan. Namun bedanya, dikampung  kelima mayat mereka terduduk di depan rumah tanpa selembar pakaian pun. Padahal dalam aturan  'Sikureung Gampoeng Naga', ini merupakan aib bagi keluarga tersebut dan kaum sangat murka dengan pelakunya.
Selanjutnya masyarakat hanya bisa diam, tak ada yang berani berkomentar. Mereka diam tanpa kata, bisu mata, bisu lidah, bisu bahasa, jiwa dan tubuh semuanya.

Part II
Pawang Mala mulai betul-betul panik. Kejadian ini sungguh di luar kuasanya. Keesokan harinya ia mengumpulkan semua pembesar negeri 'Sikureung Gampoeng Naga'. Mulai pemimpin dari tiap-tiap distrik sampe seluruh mentri kaki tangan Negara.

Topik rapat jelas membahas masalah musibah besar yang mereka alami. Apa yang harus mereka lakukan untuk menahan laju kematian yang terus menggila di wilayah kesatuan mereka.
Alkalam rapat dimulai dari pembukaan oleh Pawang Mala sendiri. Selanjutnya dilanjutkan dengan laporan pertanggungjawaban keamanan oleh Abu Leman selaku penangung jawab umum keamanan wilayah.
Para pembesar 'Sikureung Gampoeng Naga' terdiri dari sikureng pembesar yang agung. Lima diantarnya sebagai menteri dan empat lagi sebagai pawang atas tiap-tiap elemen yang mewakili wilayah. Rapat tertinggi hanya dihadiri empat eleman Pawang. Mereka adalah sesepuh sakti dan masyhur. Yaitu Pawang laot, darat udara dan uteun. Pawang Mala merupakan yang mulia pemegang tampuk kuasa berasal dari darat.

Kali ini rapat penting dan mendadak, tidak cukup empat Pawang saja yang berhadir. Sebab menyangkut nyawa rakyat.

Rapat berlangsung khidmat. Sesuai ketentuan Pawang Ngoeh, peserta rapat wajib memberikan masukan.  Diatara masukan yang masuk, tersebutlah masukan dari menteri kenegaraan yang paling dipertimbangkan. Ia mengusulkan, haruslah kita meminta bantuan kepad ahli ilmu ghaib yang tersebar seantero negeri. Agar mereka mencari tau apa dan siapa penyebab semua kejadian ini.

Bagi siapa saja yang mengetahuinya akan mendapatkan hadiah besar serta dijamian menjadi menantu Pawang  Mala. Jikalau informasi yang diberikannya salah, hukuman pancung menanti.

Bertepuk semua, tersebarlah maklumat nota pimpinan pusat ke seluruh pelosok gampoeng yang ditujukan untuk para tukang tenun negeri 'Sikureung Gampoeng Naga'. Hingga kejadian muram berlanjut kembali menerpa saudara kami di 'Gampoeng Enam'.

Terjadi kejadian yang lebih ganjil di kampung ini. Kampung enam adalah wilayah subur. Mata pencaharian utama mereka peternakan. Wajah mereka muram durjana, sembilan bibit sapi terbaik yang didatangkan dari luar wilayah kenegaraan mati. Hasilya  adalah sapi dengan mulut berbusa dan perut yang membusung, seperti menertawakan kesombongan bodoh yang selama ini mereka bangga-banggakan.
Skak mati !

Pawang Mala hanya bisa menggeleng ketika mendapat berita duka tersebut. Tak ada ahli ilmu ghaib yang berani berkunjung untuk memberi tau apa dan siapa pelaku kesengsaraan yang mereka alami selama ini. Terus menerus berlanjut, belum bisa dihetikan. Rakyat semakin merasa tidak tentram. Terusik terus terusik.

'Gampoeng tujuh' adalah korban selanjutnya. Warga kampung ini yang notabenenya para pelaut dibuat sedih bercampur trauma. Sembilan boat pencari ikan hilang ditelan gelapnya laut. Laut sumber kehidupan kini berbalik menelan mereka.

Rapat dadakan kembali digelar. Bersama empat pawang elemen tertinggi pemegang cap kenegaraan sebagai senator rakyat. Pimpinan berharap bisa segera mengakhiri rasa keputuasaan rakyat.

Setelah proses yang alot, notulen rapat mengumumkan bahwa empat pemegang  cap kenegaraan akan bermusafir ke kampung harimau. Tempat para sesepuh pawang bermukim. Nun jauh di dalam rimba raya. Tempat yang hanya diketahui para pawang. Konon menurut isu yang berkembang, tidak ada yang bisa kembali hidup-hidup dari sana selain para keturunannya.

Terlalu banyak syarat dan mekanisme melangkah kesana. Itulah kampung para pengabdi Tuhan, tanah bertuah nan bersahaja, penghuninya pemilik harimau rimba bertubuh manusia.

Perjalanan mereka akan memakan waktu seminggu lamanya. Informasi ini membuat rakyat menjadi was-was, antara hidup dan mati. Apalagi penghuni kampung ke delapan dan kesembilan. Saat-saat seperti ini waktu seminggu seperti setahun lamanya.

Part III
Akhirnya yang ditunggu tiba jua. Para pawang kembali dari pengembaraan. Tepat tengah malam. Tanpa menunggu lama Pawang Mala segera mengeluarkan dekrit. Isinya :

Bismillah

Rakyat bertuah bercap sikureung

Mari berkumpul di alun-alun istana.

Mendengar letak bala yang turun

Syarahan dari Pawang negara.
         
               Pawang Mala.

Dalam waktu singkat pengumuman sudah ditempel diseluruh pelosok desa. Rakyat mulai lega, setidaknya sudah sedikit terobati dengan pengumuman. Pawang  mereka sudah kembali dari perjalanan jauh, menjemput keselamatan.

Dengan keinginan yang sama, seluruh masyarakat berkumpul di alun-alaun utama istana. Semua Pawang sudah berdiri diatas podium. Sebagai seorang kepala mulailah Pawang Mala berbicara mewakili pawang yang lainnya.

Bismillahirrahmanirrahim…
Masyarakat kesatuan wilayah Sikureung Gampoeng Naga. Dahulu kala negara kita merupakan negara miskin terjajah. Hingga datangnya bala bantuan dari tanah bertuah. Membantu Negara kita hingga mandiri. Ada sebuah sumpah dari raja tanah bertuah terhadap negara kita. Yaitu dengan sembilan larangan yang mereka tinggalkan. Apabila larangan tersebut kita dekati. Maka keadaan akan berbalik seperti masa sengsara.

Sehingga dibagilah wilayah kita menjadi sembilan wilayah yang dinamakan Sikureung Anuek Naga dengan lambang Cap Sikureung. Nama dan lambang sebagai pengingat bagi semua. Apabila kesembilan hal larangan luput dari mata pewaris negara dan generasi muda- mudi, akan datang kutoek bala dari sembilan arah dan sembilan wilayah.

Sekarang kampung kita berada dalam lingkaran bala dan kutoek. Hasil buah tangan pewaris negara dan generasi. Buah pahit ini dinikmati semua orang tanpa kecuali. Seluruh pelosok negara tanpa terkecuali.
Raja bertuah mengatakan bahwa penyebab datangnya petaka kita ini adalah kita sendiri. Kita telah melanggar sembilan larangan tersebut. Sehingga bala datang menghampiri dari semua wilayah negara.
Adapun larangan tersebut adalah :
  1. Meninggalkan titah tuhan dan sabda Nabi.
  2. Meninggalkan Shalat fardhu dan shalat Jamaah.
  3. Raja memerintah dhalim.
  4. Meminta tolong kepada tukang tenun.
  5. Hilang rasa malu, wanita bebas membuka aurat.
  6. Fitnah buta dan saling bermusuhan.
  7. Anak yatim, fakir miskin kelaparan
  8. Ada jenazah yang tidak dikuburkan.
  9. Sibuk harta tak peduli ilmu.
Maka dengan ini, titah sesepuh dari tanah bertuan untuk menjauhi kembali larangan dari cap Sembilan (cap sikureung). Dan nama Sikureung Gampoeng Naga kita kembalikan lagi menjadi Sikureung Aneuk Naga. Dengan ini kita berharap semua kejadian tidak terulang lagi.

Oleh: Muhibussabri Abdul Hamid

Sekretaris II KMA
Cerpenis dapat dihubungi di alamat
Facebook     : Muhibussabri Hamid Hamid 
Handphone : +201144618066

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top