Dayah Darul Ihsan: Perpaduan Iptek Dan Imtaq

DAYAH yang berdiri sejak 1910 ini termasuk salah satu dayah tertua di Aceh yang didirikan oleh Tgk H Hasan Krueng Kalee, tokoh ulama Aceh yang telah berperan melakukan pembinaan umat sejak zaman Belanda. Dalam kurun waktu 36 tahun (1910-1946), dayah ini sudah mengalami kemajuan pesat, dan melahirkan sejumlah tokoh agama serta ulama-ulama besar.

“Ulama dan tokoh agama yang lahir dari dayah ini seperti Tgk H Mahmud Blang Bladeh, Tgk H Abdul Rasyid Samlako Alue Ie Puteh, Prof Dr Hasbi As-Shiddiqy, Prof Ali Hasjmy (mantan Gubernur Aceh pertama), Tgk H Nurdin (mantan Bupati Aceh Timur), Tgk H Adnan Bakongan, Tgk H Habib Sulaiman (mantan Imam Masjid Raya Baiturrahman),” ungkap H Musannif, Ketua Yayasan Darul Ihsan.

Namun, dayah yang beralamat di Gampong Siem, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar,  ini sempat vakum selama 26 tahun sejak meninggalnya pendiri dayah tersebut pada 15 Januari 1973. Dayah ini baru dibuka kembali pada 1 Mei 1999, ditandai dengan upaya pemugaran kompleks dayah atas prakarsa putra beliau Tgk H Ghazali Hasan dan cucunya H Waisul Qarany Aly As-Su’udy.

“Sistem pengajarannya pun kemudian disesuaikan dengan metode modern, yang menggabungkan ilmu salafi dengan kurikulum madrasah formal. Terkait dengan kurikulum formal, kami mengutamakan pelajaran yang diikutkan dalam ujian nasional (UN), sedangkan pelajaran formal lainnya yang kurang penting kami ganti dengan pendalaman ilmu agama,” ujar Musannif.

Selain belajar ilmu agama, para santri yang jumlahnya kini mencapai 474 orang itu juga wajib belajar pendidikan formal sesuai kurikulum yang dikeluarkan Kementerian Agama, ditambah dengan kewajiban berbahasa Arab dan Inggris dalam percakapan sehari-hari. Saat ini, beberapa alumni dayah tersebut diterima di universitas luar negeri, khususnya di Mesir dan Oman.

“Visi kami yakni mewujudkan Dayah Darul Ihsan ini sebagai dayah profesional, mewarisi khasanah keislaman untuk melahirkan generasi Islam yang terampil. Sedangkan misi yang dijalankan yaitu mengelola dayah secara efisien, transparan, dan akuntabel. Menyiapkan santri yang memiliki aqidah yang kokoh, ibadah yang benar, dan berakhlak mulia, serta menguasai dasar-dasar keislaman yang kuat. Disamping juga mengasuh dan mengasah intelektualitas santri dengan metode pengajaran terkini,” kata Musannif.(th)


Sumber: Harian Serambi Indonesia

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top