Rabi'ah Al-'adawiah


Perintis Jalan Cinta, Menyingkap Tirai Perjumpaan Dengan-Nya

"Tuhanku kalau Aku mengabdi kepadaMu karena takut api neraka, masukkanlah Aku kedalam neraka itu dan besarkanlah tubuhku di dalamnya sehingga tidak ada tempat lagi di neraka itu buat hamba-hambaMu yang lain. Kalau Aku menyembahMu mengharap mendapatkan syurga, berikan syurga itu pada hamba-hambaMu yang lain sebab bagiku Engkau saja sudah cukup."


Siapa yang tidak pernah mendengar untaian sya'ir di atas?. Bahkan syair itu kerap kali dijadikan senandung indah penggugah jiwa. Syair itu digubah oleh wanita luar biasa, legendaris di dunia tasawwuf. Seorang asketis sejati yang menjalani hidup dengan kemiskinan dan pengekangan diri yang sangat konsisten hingga akhir hayatnya. Dialah Rabiah Al-'Adawiah.

Namanya Rabi'ah binti isma'il al-'Adawiah al-'Atkiah al-Qaisiah al-Bashariah. Adapun 'adawiah itu merupakan nisbah kepada bani 'udwah. Lahir pada tahun 95 H di Bashrah. Dinamakan Rabi'ah karena ia mempunyai tiga orang saudara perempuan yang lebih tua darinya. Tidak ada yang istimewa dengan nama itu, karena hanya sekedar penegasan bahwa ia anak ke-4 dari keluarga Isma'il al-'Adawi. Tidak ada yang tau kalau kelak nama itu akan disanjung dan dijunjung oleh banyak orang. Menjadi perempuan bersinar mulia, namanya dikenal tidak hanya di seputar tepian eufrat dan belahan Dajlah, tetapi keagungan dan keharuman namanya tercium di seluruh pelosok Islam. Setiap muslim tidak pernah melupakan nama besarnya, bahkan menjadi tokoh idola mereka dalam beribadah kepada Rabbnya.

Ia tumbuh dalam keluarga yang ta'at beragama. Ayahnya selalu berusaha menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat yang oleh kebanyakan orang dianggap biasa.

Di usia belia ia dan para saudaranya telah yatim piatu. Sa'at itu Bashrah dilanda kemarau yang panjang dan kelaparan yang menyebabkan semua saudaranya bercerai-berai demi mendapatkan sepotong roti dan seteguk air pelepas dahaga. Kemarau panjang itu telah membuat setiap orang mementingkan darinya sendiri. Seolah rasa kasihan terhadap sesama telah pudar di bawah teriknya matahari yang membakar lumat tubuh. Maraknya kriminalitas, pemerkosaan, penganiayaan, pencurian, dan sederet tindak kedhaliman setiap sa'at terdengar. Rabi'ah kecil termasuk salah satu korban kekejaman Bashrah kala itu. Ia ditangkap oleh seorang laki-laki yang lalu menjualnya untuk dijadikan budak dengan harga 6 dirham.

Inilah episode ketika kebebasan Rabi'ah terkungkung di bawah ganasnya perbudakan, tetapi hal  ini tentu sama sekali tidak mempengaruhi hubbun ilahiahnya. Hingga suatu sa'at atas izin Allah ia terbebas dari jeratan perbudakan.

Masa kanak-kanak dan remaja ia habiskan untuk menghadiri majlis-majlis zikir yang menyebabkan relung hatinya dipenuhi hikmah dan cahaya ilahi .Dalam usianya yang semakin matang sudah selayaknya ia menjadi seorang ibu sekiranya ia mau berumah tangga. Banyak pemuda yang datang meminangnya baik orang alim, zahid, bahkan para pemuka agamapun mengajukan lamaran kepada Rabi'ah. Diantaranya Muhammad ibn sulaiman al-Hasyimi, seorang gebernur Bashrah, juga seorang ulama kharismatik yang disegani ummat, Abdul wahid ibn Zait, yang semuanya itu ia tolak.

Banyak yang menyayangkan atas keputusan Rabi'ah itu. Mengapa hal ini bisa terjadi? mereka kebingungan mencari jawaban. Mereka menganggap sikap Rabi'ah bertentangan dengan fitrah manusia. Mereka menilai Rabi'ah berada di luar batas kewajaran layaknya manusia normal, bahkan ada yang menuduhnya telah menentang sunnah Nabi, dengan dalil bukankah Rasulullah telah menegaskan bahwa nikah itu sunnahnya? barang siapa tidak menikah bukan golongan ummatnya. Adakah Rabi'ah belum pernah menemukan hadits itu? Jawabannya hanya Allah yang tahu dan itulah garis yang ditentukanNya untuk Rabi'ah.

Apakah sebenarnya latar belakang yang menyebabkan ia melakukan hal yang bagi sebagian orang dianggap kurang populer itu? Sebelum menyingkap tabir rahasia ini alangkah baiknya kita tahu apa prinsip yang dipegang oleh Rabi'ah hingga ia menolak semua pinangan itu.

Sebagai seorang gadis normal Rabi'ah pasti memiliki sifat lazimnya gadis lain, sebab itu sudah menjadi fitrah manusia. Setidaknya demikianlah penilaian yang dapat disimpulkan dari pikiran yang wajar. Ia juga memiliki sifat mulia, akhlak yang terpuji, qana'ah, zuhud, dan warak. Lalu mengapa ia memilih jalan hidup seperti ini? Mengapa ia tidak sudi menerima kehidupan yang diikat dengan pernikahan yang sah? Mengapa ia lebih senang memilih hidup sendiri tanpa didampingi oleh seorang suami? Apakah yang melatarbelakangi hingga ia bersikap seperti itu?.

Hasan al-Bashri adalah seorang yang masyhur kezuhudannya. Ia juga menolak ritus pernikahan sepanjang hidupnya. Dalam memandang dan menyikapi pernikahan ia mempunyai kesamaan dengan Rabi'ah. Suatu ketika Hasan al-Bashri mengajukan pertanyaan di tengah majlis persidangan para ulama kepada Rabi'ah terkait dengan pernikahannya.

"Wahai Rabi'ah akankah kamu menikah?" Rabi'ah sangat terperanjat mendengar pertanyan itu.

"Nikah itu sangat penting bagi orang yang mempunyai pilihan, sedangkan saya tidak mempunyai pilihan lagi. Saya sudah bernazar dan mengambil keputusan untuk melipat seluruh waktu saya dalam beribadah kepada Allah. Saya telah memutuskan untuk hidup dibawah perintah-Nya,"jawab Rabi'ah. Tanpa ragu Rabi'ah mengatakan alasan dibalik sikap dan pendiriannya menolak pernikahan. Hanya kepada Allah ia berkhidmat.

Dikisahkan juga bahwa seorang laki-laki datang kepadanya dan menanyakan, "Wahai Rabi'ah mengapa kamu tidak menikah?"

"Ada tiga hal yang menyebabkan saya berduka cita. Sekiranya ada seseorang yang dapat menyelamatkan saya dari duka cita itu, maka saya akan menikah,"jawab Rabi'ah.

"Apa ketiga hal tersebut wahai Rabi'ah?"

"Pertama, ketika saya menghadapi maut adakah saya sanggup menghadap Allah dengan membawa iman yang sempurna? Kedua, apakah buku catatan amalku kuterima dengan tangan kanan pada hari kiamat nanti?Ketiga, apabila hari kebangkitan tiba, orang-orang yang beramal shalih ditempatkan di surga dan orang-orang celaka dijerumuskan ke neraka, termasuk golongan manakah saya ini? Jawab Rabi'ah dangan tegas
“Kalau saya berduka cita memikirkan tiga hal tersebut, apa mungkin saya memerlukan seorang suami.Padahal kenyataannya bila saya bersuami sebagian waktuku kan tersita dengan kehadirannya.”

Rabi'ah adalah seorang guru besar pendidik generasi ulama dan orang shalih. Dari tangannya telah terbentuk pribadi ulama besar, dan ahli ilmu yang mencapai level tinggi serta memiliki disiplin ilmu yang luar biasa. Diantara muridnya adalah Sofyan ats-Tsauri, Malik ibn dinar, Hasan al-Bashri juga Balki.

Akhirnya setelah mengalami lika-liku kehidupan, kini Rabi'ah sudah sampai di penghujung kehidupan dunia. Ia meninggal dunia pada tahun 185 H dalam usia 90 tahun.Ia kembali kepada Allah tanpa meninggalkan apa-apa, baik itu karyanya, risalah, ataupun harta. Yang hanya ia tinggalkan adalah pendapat-pendapat dan sejarah perjalanan hidupnya yang tidak dibukukan, semuanya itu terkumpul dalam kitab-kitab sufi yang masyhur seperti Risalah al-Qusyairiah, Thabaqah al-Kubra, Kasyful Mahjub, dan masih banyak lainnya.
Demikianlah sekelumit perjalanan hidup Rabi'ah al-'Adawiah. Walaupun kisah ini yang masyhur, namun dalam sebuah rujukan dikatakan bahwa pendapat yang  arjah Rabi'ah pernah menikah dalam hidupnya dengan seorang ulama yang bernama Rabah ibn Umrul Qais. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh : Sumainah M. Husen

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top