Asa Cinta


"Ini ikhtiar terakhirku Farah, kalo ini juga gak membuahkan hasil, baru Aku akan stop sampai di sini."

Aku tercengang mendengar keputusan Naja, Aku yakin dia serius dengan kata-katanya, selama ini dia tidak pernah main-main jika berucap. Temanku yang satu ini memang patut kuancungkan jempol, gigih dan kuat.

"Apa kamu gak malu menyalahi adat lagi Na?"

"Hmhmhm..kenapa harus malu Far, Aku kan gak salah, itu cuma gak lazim aja dalam masyarakat kita. Tapi dalam syariat, Allah membolehkannya bukan? Kamu lupa dengan apa yang berlaku pada Sayyidah Khadijah. Lagian Aku bukannya mau nembak cowok, tapi cuma mau bilang ke Bu Fatimah tuk carikan calon, itu aja", sambungnya lagi. Aku hanya terdiam.

Dan benar, keesokan harinya kulihat pagi-pagi buta dia sudah keluar dari rumah. Saat kutanya mau kemana, melanjutkan ikhtiar katanya. Aku geleng-geleng kepala.

Sudah 3 tahun 8 bulan kami di negeri orang. Ini adalah tahun terakhir kami di negeri Sakura. Naja adalah wanita yang shalehah menurutku. Dalam komunitas masyarakat Aceh di Jepang, ia termasuk tertutup. Pergaulannya tidak luas dengan lawan jenis. Itu yang membuat sebagian orang menyimpulkan sebab ia sulit mendapatkan jodoh. Karena tidak dikenal oleh kaum adam.

Tapi menurutku gak gitu-gitu amat kog. Buktinya Aku yang sangat care dengan mereka saja sampai sekarang juga belum mendapatkan laki-laki idaman. Lalu apa salahnya, entahlah Akupun bingung dengan pertanyaan itu.

Jika kucurhatkan pada temanku Amna si gadis Medan, dia bilang  "jodoh itu sudah diatur Tuhan Fani, jadi tidak perlulah kau ributkan kali. Kalau udah tiba waktunya, pasti akan datang juga dan gak akan ketukar."

"Kalau gak diambil, apa gak akan selalu ditangan Tuhan Amna?", lanjutku.

"Heheh...itu juga bagian dari rencana Allah Sis, Allah yang menggerakkan hati kau untuk berusaha, mencari lalu menemukan sang separuh jiwa." Aku mengangguk tanda mengerti.

Berarti saat ini Naja benar-benar telah ditunjjuk Allah tuk berusaha. Tapi sampai sekarang ia belum berhasil dengan usahanya. Kali ini dia bilang padaku usaha terakhirnya di Jepang sebelum ia pulang. Usaha selanjutnya akan ia lanjutkan di Aceh.

Aku masih ingat tahun yang lalu, ia sengaja tunda kelulusannya karena masih berharap mendapatkan ikhwan Aceh yang belajar di Jepang. Ketika dia katakan padaku, Aku sempat menggerutu. "Namanya  juga ikhtiar Far", jawabnya santai.

Sudah beberapa kali ia mendatangi orang yang berkeluarga di sini. Siapa tau ada ikhwan yang sedang mencari calon istri. Tapi tiap kali ia ta'arruf, selalu gagal. Pembatalannya pun selalu dari pihak laki-laki dengan alasan yang terdengar sedikit dibuat-buat menurutku. Ia sendiri sering bertanya padaku: "terlalu jelekkah Aku ini sampe' harus ditolak beberapa kali Far". Aku bingung menjawabnya, "belum jodoh kali Sis." Balasku menghibur, padahal Aku saja bingung dengan jawabanku itu. Tapi buka Naja namanya kalo ia menyerah.

***
Dia memang gadis sederhana, terlalu sederhana bahkan. Gayanya khas, dengan baju kedodoran kayak mak cik Malaysia. Jilbabnya lebar yang gak muluk-muluk dengan asesorisnya. Memiliki wajah hitam manis, dengan sedikit perawakan India.

Entah apa yang dicari oleh para ikhwan sehingga dengan senang hati menolaknya sampai beberapa kali. Huufff...katanya agama itu syarat utama, tapi kenapa cantik masih selalu jadi petimbangan. "lhoe Far, kog Aku yang tensi."

***

Naja akan pulang minggu depan. Kuliahnya telah selesai, Aku benar-benar akan kehilangan sahabat terbaikku. Darinya Aku belajar banyak hal, tak sekalipun ia sakiti hatiku, kata-katanya selalu bisa kujadikan ibrah.

"Far, mungkin sudah takdirku tidak mendapatkan apa yang Aku usahakan di sini. Aku yakin itu yang terbaik dari Allah. Allah selalu tahu apa yang kita butuhkan, mungkin orang  yang Aku butuhkan tidak ada di sini. Far, bantu Aku dengan doa, Aku benar-benar ingin cepat menikah."

"Iya Naja, maaf Aku tidak punya banyak kata untuk menghibur hati kamu. Tapi percayalah, Allah akan memperhitungkan tiap usaha dan doamu."

Itu percakapan panjang kami terakhir sebelum ia pulang keesokan harinya. "Selamat jalan Naja, Aku tunggu berita gembiranya ya."

"Ia mengancungkan jempol tanda setuju."

***

"Far, Aku udah di Aceh ni. Cepat pulang, tadi Aku ke rumah jumpa Bunda dan Ayah. Katanya udah rindu, jangan lama-lama lagi lhoe." Pesan yang baru Aku terima dari Naja, kebetulan dia sedang online.

"Weeiih yang udah di Aceh, sampein salam Aku buat Mak dan Bapakmu ya, bilang dari calon menantu."

"Waduh Far, kali ini kamu benar-benar harus berlinang air mata. Bang Hendra akad nikah senin depan, calon kakak iparku teman sekelasnya abang waktu di pesantren dulu, sabar ya Far, kikiki..."

"Hiks..hiks..:( putus harapanku Naja)"

"Yang penting jangan bunuh diri, belum jodoh kali, heheheh..."

"Gak papa, kan masih ada bang Hilmi."

"Ihhh...maunya:p Far, Aku mau ikut Mak ke Lhokseumawe ya, mau cari cincin buat bang Hendra. Awas lhoe, jangan bunuh diri, heheh...miss you more, salamu'alaikum..."

"Alaikumsalam..."

***

Sepeninggal Naja, Aku masih tertegun di depan komputer. Biarpun main-main, tapi Aku serius. Aku memang menyukai abangnya, tiap kali Aku bilang, ia tidak serius menaggapinya. Atau jika ia serius, giliran Aku yang tidak.

"Hush...Far, kuliah tu diselesain." Kataku dalam hati.

Setelah kepulangannya, kami masih saling bertukar cerita. Tentang kehidupan dan hobby barunya di Aceh. Dia mengajar di sebuah sekolah unggul di Banda Aceh. Katanya buat sementara waktu, sebelum melanjutkan Master.

Aku juga mulai sibuk dengan semester akhirku. Targetku tahun ini harus pulang, kangen Mak dan Bapak euuy...

"Salamu'alaikum Far, jangan kaget lho ya. Aku mau sampein berita gembira nich, insyAllah pertengahan juni Aku akad, kesannya memang terburu-buru Far, tapi ini kesepakatan kedua keluarga, yaaaa mau gimana lagi, hehehhe...Far, senyum dong. Ntar dech Aku kenalin, hehhe...miss u more"

Itu email yang baru kuterima dari Naja, gileee...udah mau nikah aja tu anak. "Buatmu aku bahagia sobat".
Sementara Aku, sepertinya juga harus berjuang seperti Naja.

Oleh: Mushaffa

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top