Marah


Siapa yang tidak tersakiti, jika disakiti. Jantung berdebar, darah bekumpul di kepala, kuping memerah. Kalau bisa digaruk muka yang membuat kita marah itu, digaruk saja, begitulah kira-kira. Biar tahu rasa dia!
Orang akan merasa sakit hati bila disodorkan dengan kata-kata yang menggigit atau disorong dengan tindakan yang merobek perasaan. Walaupun orang tersebut berada pada posisi yang salah dan pantas mendapat teguran. Akan tetapi, jika teguran yang diterimanya memukul dadanya, membacok hatinya, membakar pikirannya, tentu sangat wajar jika dia merasa marah.

Marah bukan sifat yang jelek jika dia masih bisa dikendalikan. Bahkan orang yang mati saraf marahnya, ada yang mengatakan, dia seperti Himar (Keledai), yang apabila dilecehkan dengan bermacam cara apapun, dia tidak bisa marah.

Marah akan berubah menjadi tercela, jika terhindap pada orang yang tidak bisa mengendalikannya. Pada saat itu, marah ibarat mobil yang setirnya dikendalikan oleh seorang sopir yang tidak pernah mengemudi, atau tidak tahu mengemudi sama sekali. Hasilnya, mobil itu akan menabrak apa saja!

Akan tetapi, bila dikendalikan oleh seorang sopir yang lihai dan mahir serta sudah berpengalaman. Maka, di pinggiran jurang pun, Insya Allah, ban mobilnya tidak bakal terpeleset, mobilnya pun tidak akan tersungkur atau terjerembap ke jurang.

Marah tak ubahnya ibarat sebuah senjata tajam pada tangan seseorang. Jika senjata itu diarahkan ke muka lawan, maka ia sesuai denga peran dan tugas senjata itu. Akan tetapi, jika dihuluskan ke leher kawan, maka pelakunya akan dicela di dunia dan terkutuk di akhirat.

Karena marah adalah fitrah, yang dititipkan oleh yang Maha Kuasa pada setiap diri manusia, maka pemiliknya akan diganjari dengan pahala. Dengan syarat, diarahkan ke arah yang benar. Dan akan dibebani dengan dosa, jika ia dipergunakan pada jalan yang tidak benar.

Oleh karena itu, Nabi kita Muhammad Saw. yang notabenenya pernah berpesan kepada seorang anak muda, yang minta nasehat dari beliau: "Berilah aku nasehat wahai Rasulullah!" Beliau menjawab:"Jangan marah!"; Beliau Saw. sendiri juga pernah marah, kapan? Jika umatnya melanggar larangan Allah.

Oleh karena itu, siapa saja yang tiba-tiba disapa oleh perasaan marah, janganlah terlalu tergesa-gesa menyahuti sapaannya. Akan tetapi tunggu sejenak, lihat dengan jelas, pikir dengan matang efek dan resiko yang akan terjadi di belakang aksi marah itu. Tunggu biar berlalu satu, dua, tiga hari, bahkan sampai lebih barang kali. Setelah direnungi, kehendak hati untuk marah tadi, bisa diredamkan.

Karena, ada hal-hal dalam kehidupan ini perlu diutamakan dan dijadikan prioritas, pilih marahkah anda, yang beresiko lebih besar dan berefek lebih parah dan panjang atau pilih bersabar, dengan menahan tangis satu-dua hari saja, atau satu minggu saja, satu bulan saja?

Tak lebih umpama orang sakit yang harus menelan obat yang sangat pahit, pahit sesaa, tapi membuahkan kesembuhan untuk tempo yang panjang. Akan tetapi, kalau tidak sabar menelan obat, dia harus rela mengeluh berbulan-bulan, menangis bertahun-tahun. bahkan rasa sakitnya terkadang harus dirasakan oleh orang tua dan anak-anaknya, dan beban deritanya juga akan dipikul oleh mereka dan orang lain.

Oleh karena itulah. Pikirkan matang-matang. Minta pencerahan dari orang yang berwatak baik, berbudi luhur, berperangai mulia atau "positive thinking".

Dan baginda Nabi Saw. telah meracik obat penawar marah bagi umatnya, seraya bersabda:
"Jika seseorang marah dalam keadaan berdiri, maka diharapkan untuk duduk, dan jika belum reda marahnya, maka diharapkan untuk tidur".

Selamat mencoba…!

Edi Saputra, MA.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top