Detik-Detik Syahidnya, Nama Al-Buthy Disebut Puluhan Kali di KMA
Hening, sedih, terkesan, lega dan berbagai perasaan lainnya muncul pada anggota Forum Diskusi Zawiyah yang hadir pada Kamis, 21/3/2013, di Meuligo KMA. Kenapa Tidak? Pada waktu bersamaan, dalam masjid Al-Iman di Damaskus, Suriah, sebuah nama yang disebut puluhan kali oleh peserta diskusi Zawiyah di KMA telah syahid. Sepeluh menit setelah diskusi berakhir, informasi wafatnya Syaikh Ramadhan Sa’id Al-Buthy sampai ke telinga peserta diskusi.
Hening, seolah-olah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengar. Dalam waktu sekira 5 (lima) jam sebelumnya, mulai jam 14.45 – 20.15 CLT, nama Al-Buthy puluhan kali menggema di Meuligoe KMA. Lewat kajian yang bertemakan: “Hukum Menentang Pemerintah Dalam Fiqh Islam”, pemateri, Husni Nazir, banyak sekali mengutip pendapat Syaikh Asy-Syahid. Salah seorang ulama yang berpendapat dengan tegas melarang melawan pemerintah (Khuruj ‘alal imam) yang muslim.
Menurut perkiraan waktu dan berita yang tersiar bahwa Syaikh Al-Buthy wafat sesaat setelah shalat Maghrib di Suriah. Zona waktu antara Kairo dan Damaskus adalah sama. Jadwal shalat Magrib di Damaskus lebih cepat 20 menit dari waktu di Kairo. Artinya, saat detik-detik beliau syahid, di Meuligoe Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir sedang alotnya diskusi yang berpijak pada pendapat Syaikh tentang pelarangannya Khuruj ‘alal imam. Terutama sang pemateri saat itu, Tgk. Husni Nazir, tak terhitung alias puluhan kali nama Al-Buthy terucap dimulutnya, belum lagi dari peserta diskusi lainnya. Tgk Husni sangat takjub sekaligus sepakat dengan sikap dan fatwa yang dikeluarkan syaikh.
Pendapat terbaru Syaikh yang kemudian banyak menuai kecaman adalah sikap dukungannya kepada Pemimpin Suriah saat ini, Basyar Al-Asad. Beliau tidak sepakat pada gerakan pemberontakan menggulingkan rezim Al-Asad. Dengan pertimbangan akan banyak fasad-nya (negatif) daripada keuntungan dari gerakan tersebut. Dan itu terbukti dengan telah terbunuhnya lebih dari 70.000 muslim di negara yang dahulu bernama Syam tersebut.
Sungguh memilukan. Seorang ulama yang mengeluarkan pendapatnya dengan berpijak pada kemulian ajaran Islam yang sangat menghargai nyawa seorang muslim kemudian dianggap sebagai bentuk dukungannya terhadap pemimpin yang zhalim. Tidak tertutup kemungkinan, barangkali, karena sikap ini pula membuat namanya terdaftar diantara list nama para syuhada filllah. Sedih rasanya menerima kenyataan ini, walaupun itu sudah menjadi resiko dari idealisme seorang ulama.
Sebuah idealisme yang berhujung pada kematian. Sikap istiqamah dengan ajaran Allah yang patut diteladani. Walaupun kepergiannya adalah kehilangan bagi dunia Islam, namun kita patut berbangga pada sosok ulama yang istiqamah. Sangat terkesan sekaligus menjadi pesan bagi generasi Islam berikutnya. Tidak perlu takut, kalau memang itu kebenaran, sampaikanlah! Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy telah melakukannya.
Mesjid tempat syahidnya Ramadhan Al-Buthy |
Informasi dan tuduhan yang selama ini tersebar bahwa beliau berpihak kepada pemerintah yang zhalim adalah bukan sebuah dukungan. Syaikh tidak mendukung rezim Al-Asab dan tidak pula anti dengan kelompok pemberontak. Al-Buthy hanya tidak setuju dengan pertumpahan darah sesama muslim. Karena Islam tidak mentolelir itu. Islam sangat menghargai nyawa seorang muslim. “Nyawa seorang muslim lebih mulia daripada kemuliaan Ka’bah.” Demikian salah satu potongan hadis yang dikutip pemateri, Tgk. Husni Nazir.
Banyak informasi dan penjelasan yang diungkapkan Tgk. Husni dalam diskusi Zawiyah untuk membuka mata umat Islam agar tidak salah dalam menilai posisi seorang ulama. Karena penjelasan itu pula mem buat hati pesarta lega seiring dengan kabar yang menggungcangkan dunia tersebut. Salah seorang peserta yang memiliki akun facebook Husni Moechtar menuliskan dalam status terbarunya: “Kira-kira sejam sebelum menerima kabar duka tentang Syeikh al-Buuthy, kami masih dalam Kajian Zawiyah di KMA. Tgk. Husni Nazir menyampaikan tetang hukum khuruj 'alal imam. Pembahasan pun sampai kepada pendirian Syeikh Al-Buuthy tentang konflik di Syiria. Alhamdulillah, sebelum beliau pergi, benih-benih fitnah tentang beliau semakin jauh dari hati kami.”
Kebenaran akan selalu terungkap, walaupun butuh waktu untuk menantinya. Kesyahidan Syaikh Ramadhan Al-Buthy meninggalkan banyak pesan bagi generasi intelektual Islam berikutnya. Kepergiannya adalah sunnatullah yang wajib terjadi, mengambil pelajaran dari sosok Al-Buthy adalah sebuah semangat dalam menegakkan dinul Islam di muka bumi ini.
Posting Komentar