Rukyat Hilal dan Persatuan Umat


Keberagaman umat Islam dalam memulai awal Ramadan adalah kasus yang memerlukan pemahaman global. lumrah pada episode- episode sebelumnya,  keberagaman ini menjadi polemik tanpa kita disadari. Kondisi tersebut tidak hanya menuai perdebatan antar individu atau kelompok, tapi lebih dari itu, ia menjadi virus yang memecah belah umat.

Oleh karena itu, sangat perlu perkara ini diangkat menjadi sebuah wacana publik yang dibahas  berasaskan ilmu dan pemahaman yang bersumber dari ulama yang berkompeten di bidangnya. Jika tidak demikian, dikhawatirkan problematik ini akan berubah menjadi dilema yang berakar rabut.
Metode Penetapan Awal Bulan Ramadan.

Secara umum ada dua metode yang  di gunakan untuk menetapkan awal bulan hijriah terkhusus bulan Ramadan. Yang pertama, dengan rukyat hilal dan kedua hisab falak(Astronomi).

Pertama: Rukyat Hilal.

Rukyat hilal dapat didefenisikan dengan aktivitas mengamati visibilitas hilal dengan menggunakan  indra penglihatan, yaitu penampakan bulan sabit  pertama kali setelah terjadinya ijtimak (Konjungsi).

Ulama sepakat bahwa metode pertama  diakui  secara syarak dalam penetapan awal bulan Hijriah. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dari Abi Hurairah ra..

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ

Artinya: “Berpuasalah karena melihatnya dan berbukalah (berhari rayalah) karena melihatnya, maka jika terhalang oleh kalian (hilalnya) maka sempurnakanlah jumlah hari Sya’ban menjadi 30 hari”

Saat putaran bulan mengelilingi bumi sempurna, terbentuklah sebuah posisi, yaitu posisi matahari, bulan dan bumi  sama yang membentuk satu garis lurus(konjungsi geosentris). Saat itulah bulan hilang total, sebagai pertanda sudah genapnya 29 atau 30 hari . Kemudian, ketika bulan bergerak dan berpisah dari posisi tadi, terlihatlah bulan sabit (hilal), sebagai pertanda masuknya awal bulan baru Hijriah. Beginilah proses terjadinya hilal.

Pada masa Rasulullah Saw. hilal Ramadhan ditetapkan dengan perantaraan kesaksiaan dari para sahabat. Dan secara umum, cara ini pulalah yang digunakan pada era setelah nubuwwah.

Kedua: Hisab Falak

Hisab falak adalah proses penentuan awal bulan pada kalender Hijriah dengan perhitungan secara matematis dan astronomis.

Ilmu falak pada abad ke 21, berbeda dengan ilmu nujum yang di kenal bangsa arab tempo dulu. Keakuratannya saat ini sangat memuaskan, hal ini karena dibantu oleh kecanggihan teknologi.

Namun demikian tidak seperti rukyat hilal, Metode hisab falak masih menjadi bahan perdebatan diantara para ulama.  Apakah  hisab falak dapat dijadikan sebagai patokan dalam menentukan awal Ramadan ataupun tidak ?

Jumhur ulama dari mazhab Hanafi dan Syafii( pendapat yang rajih), begitu juga Maliki dan Hambali berpendapat bahwa hisab falak tidak di akui sebagai dalil awal Ramadan.

Pendapat ini bersandar atas beberapa dalil berikut ini:
1. Hadis Rasulullah saw:

 لا تصوموا حتى تروا الهلال، ولا تفطروا حتى تروه، فإن غمّ عليكم فاقدروا له.

Artinya: “Jangan kalian berpuasa sampai melihat bulan sabit, dan jangan kalian berbuka sampai kalian melihatnya. Dan jika mendung menghalangi maka kadarkanlah padanya.”
2. Ijmak para sahabat, sebagaimana yang dinukilkan dari Al Qarafi, Ibn ‘Abidin dan Ibn Taimiah.
3. Ilmu falak bersifat dzanniy. Buktinya, ahli falak sendiri sering berbeda pendapat dalam menentukan hasil pengamatan hilal.

Sekelompok kecil dari para ulama lainnya berpendapat, bolehnya menjadikan hisab falak sebagai patokan awal hilal Ramadan.

Al nadi Al ilmi Al kuwaitiy pernah mengadakan nadwah mengenai permasalahan hilal dan waktu serta keakuratan ilmu falak, tepatnya pada tanggal 21- 23 Rajab 1409 H. yang bertepatan pada tanggal 27 Februari- 1 Maret 1989 M.

Diantara poin yang merupakan tausiyat dari nadwah yang diikuti sejumlah ulama syariat dan para ahli ilmu falak dari berbagai negara-negara Arab tersebut adalah:

1. Apabila telah terlihat  hilal di suatu negeri, wajib bagi semua umat Islam berpegang padanya dan tidak diiktibarkan ikhtilaf mathla’.
2.Hisab falak yang muktamad digunakan pada kondisi al nafy. Hisab falak yang muktamad adalah hisab yang berasaskan penelitian yang akurat, dan berpondasi pada kaidah- kaidah yang benar yang merupakan ijmak dari seluruh ahli ilmu falak.

Motode penetapan hilal di Negara-negara islam
Motode yang digunakan  oleh negara-negara Islam berbeda satu sama lainnya, ada yang menggunakan rukyat  hilal, hisab falak, Globalisasi rukyat, atau dengan mengikuti negara terdekat.

Perbedaan ini juga terjadi dalam sebuah Negara, Indonesia misalnya. Dinegeri dengan jumlah penduduk Islam tersebar didunia ini, setidaknnya ada empat Kriteria yang digunakan dalam menentukan hilal.

1). Rukyat  hilal

Kriteria ini digunakan oleh Nahdlatul Ulama (NU).

2). Wujud al Hilal

Wujud al Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriah dengan menggunakan dua prinsip: Ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima' qablal ghurub). Dan Bulan terbenam setelah Matahari terbenam (moonset after sunset). Kriteria ini digunakan oleh Muhammadiyah.

3). Imkan Al Rukyah
Imkan Al Rukyah adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriah pada Kalender resmi pemerintah, dengan prinsip:

- Awal bulan (kalender) Hijriah terjadi jika: Pada saat Matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-Matahari minimum 3°, atau pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak.

4). Rukyat Global
Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriah yang menganut prinsip bahwa: Jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa, meski yang lain mungkin belum melihatnya. Prinsip ini antara lain dipakai oleh Hizbut Tahrir Indonesia.

Persatuan Umat
Kesepakatan semua umat Islam di dunia untuk menjalankan ibadah puasa pada hari yang sama adalah sesuatu yang amat sulit. Mengingat perbedaan ijtihad para ulama dalam beberapa permasalahan yang mengakibatkan perbedaan dalam memulai Ramadan. Kemudian disana juga ada unsur politik yang menambah kerenggangan ini. Kecuali jika kekhilafahan islam berdiri kembali, mungkin persatuan ini lebih mudah direalisasikan.

Sesuatu yang memperihatinkan adalah jika perbedaan ini terjadi dalam satu negara atau provinsi bahkan dalam satu perkampungan. Dan inilah yang sedang terjadi khususnya di Indonesia.

Terbukti Ramadan pada tahun 1432 H., di Indonesia setidaknya terjadi perbedaan penentuan awal Syawal pada tahun tersebut dalam rentang 4 hari. Jamaah Naqsabandiyah Padang merayakan pada 29 Agustus, Muhammadiyah pada 30 Agustus, Pemerintah dan beberapa ormas. seperti NU., Persis., PUI. dan Al Irsyad tanggal 31 Agustus dan Jamaah Islam Aboge merayakannya pada 1 September.

Perbedaan ini tidak bisa ditolerir jika terjadi dalam sebuah lingkup satu negara. Karena, ini termasuk dalam kategori Al Ikhtilaf Al Mazmum yang diharamkan oleh Islam.

Puasa merupakan salah satu syiar diantara syiar-syiar Islam yang tidak boleh terjadi khilaf padanya, hal ini karena dapat menghantam salah satu maqashid al syar’iyah yang paling urgen yaitu persatuan umat serta menciptakan pepecahan dan pengelompokan dalam tubuh umat Islam.

Inilah yang paling diwanti-wantikan oleh Al Quran dan Rasulullah Saw.,

Allah berfirman:

وَأَطِيعُواْ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَلاَ تَنَازَعُواْ فَتَفْشَلُواْ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُواْ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِين

Artinya: Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang dan bersabarlah. Sungguh, Allah beserta orang-orang sabar.(Al-Anfal :46)
Allah juga mencela kaum musyrik dan orang- orang yang melenceng dari pada ahli kitab yang memecah belah agama

إن الذين فرقوا دينهم وكانوا شيعا لست منهم في شيء

Artinya: Sesungguhnya orang- orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi (terpecah) dalam golongan-golongan, sedikitpun bukan tanggungjawabmu (Muhammad) atas mereka.(Al An’am: 159)

Sementara itu, jika dilihat dari metode hisab falak ataupun rukyat (sebagaimana dibahas di atas) mustahil rasanya akan terjadi perbedaan penanggalan awal puasa atau lebaran yang lebih satu hari, dikarenakan tempat yang berdekatan.

Selebih dari itu, Jika kadi telah memutuskan suatu hukum, tidak ada pilihan untuk mengilah dan mencari jalan lain, karena hukum yang berasal dari kadi mempunyai kekuatan ilzam, yang mewajibkan semua mukhatabnya untuk tunduk patuh, secara rela atupun terpaksa.

Jadi, ketika kadi disuatu negara telah menfinalkan suatu hukum, itu menafikan segala perbedaan mazhab, dan ijtihad golongan tertentu.

Bukankan Allah mengatakan

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu.

Dan Akhirnya. Meskipun sulit, namun harapan untuk bersatu itu tidak akan pernah pudar, dan terus harus kita perjuangkan, sebagaimana agama kita satu maka hilalpun satu.

Semoga Allah menyatukan hati hamba-hambanya, dan menjadikan mereka saling mencintai karena-Nya

Amin ya Rabbal ‘Alamin. (HN)


*Ringkasan Makalah “RUKYAT HILAL DAN PERSATUAN UMAT” Oleh: Mukhlisin Rabusin, Lc. Dpl. Dipresentasikan pada acara ZAWIYAH, tanggal 4 Juli 2013, dimeuligoe KMA Mesir.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top