Ibnu Bajjah (Cendikiawan Andalusia)
Keberhasilan
Thariq bi Ziyad Bersama pasukannya
menaklukkan Andalusia(Sekarang Spanyol) pada bulan Mei tahun 771 M/92 H,
merupakan cikal bakal bagi umat Islam untuk menyebarkan dan mengembangkan kebudayaan Islam serta
mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di sana.
Dalam masa
lebih kurang delapan abad lamanya, kaum muslimin dapat menguasai beberapa kota
penting di Andalusia seperti, Toledo, Saragossa, Cordoba, Valencia, Malaga,
Sevilla, Granada dan beberapa kota penting lainnya. Mereka membawa panji-panji
ke Islaman, baik dari segi ilmu agama, pengetahuan, budaya maupun arsitek
bangunan.
Ternyata kemajuan
dalam aspek-aspek ke-Islaman ini begitu pesat, maka tak heran kalau pada saat
itu Andalusia menjadi pusat kebudayaan Islam dan ilmu pengetahuan yang sangat
hebat setelah Konstantinopel dan Baghdad, hingga banyak bangsa-bangsa Eropa
lainnya yang mulai berdatangan kesana untuk mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan.
Di negeri
inilah yang kemudian lahir para cendekiawan-cendekiawan muslim ternama, di mana
karya-karya monumentalnya meliputi berbagai bidang keilmuan, seperti ilmu
Matematika, Metafisika, Kedokteran, Sain, Filsafat, Sastra, Astronomi, Politik
dan sebagainya.
Abu Bakar
Muhammad Ibn Yahya al-Saigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah merupakan
salah satu di antara para para brilyan tersebut. Ia dilahirkan di Saragossa
tepatnya pada tahun 1089 M. Ibnu Bajjah adalah seorang sastrawan dan ahli
bahasa yang unggul, karenanya ia pernah menjadi penyair bagi golongan
al-Murabbithin yang dipimpin oleh Abu Bakar Ibrahim Ibn Tafalwit. Selain itu,
ia juga piawai dalam bermain music gambus. Ia juga penghafal Al-Qur’an.
Keahliannya
tidak hanya terlihat dalam bidang sastra, namun juga di bidang perobatan hingga
ia menjadi seorang dokter yang terkenal di Andalusia. Di samping itu juga, Ibnu
Bajjah merupakan pakar politik dan menjadi mentri pada masa pemerintahan Abu
Bakr Ibrahim di Saragossa. Keunggulannya juga terlihat dari penguasaannya
terhadap ilmu Matematika, Fisika, Ilmu Falak dan juga Filsafat.
Kemampuannya
dalam Filsafat setara denga al Farabi dan Aristoteles. Setengah pandangan
Filsafatnya banyak dipakai oleh para ilmuwan sekarang, seperti ungkapan “Manusia
sebagai makhluk social dan juga konsep masyaarakat madani.”
Ibnu Bajjah
mengemukakan bahwa manusia bisa mendekati Tuhan melalui amalan berfikir dan
tidak mesti melalui tasawwuf seperti yang dikemukakan oleh imam al-Ghazali. Karena
dengan ilmu dan amalan berfikir, manusia dapat mengarahkan keutamaan dan
perbuatan moral, serta dapat menguasai jiwanya sendiri. Sehingga sifat hewaniah
yang bersarang pada diri manusia dapat ditumpaskan.
Banyak di antara
pandangan filsafah Ibn Bajjah yang dipengaruhi oleh pandangan-pandangan al
Farabi, dan itu bisa dilihat dalam karyanya “Risalah al-Wida” dan Kitab “Tadbir
al-Muttawwadid”. Sekalipun ada sebagian pemikiran yang mengatakan bahwa kitab
itu sama dengan kitab “al Madinah al Fadhilah” yang dikarang oleh al Farabi.
Kesamaan persepsi
antara Ibn Bajjah dan al Farabi yang sangat kelihatan adalah keduanya memakai
ilmu untuk mengatasi segala-galanya, sehingga mereka berpendapat bahwa akal
dan wahyu adalah suatu hakikat yang
padu, dan kalau dipisahkan akan mengakibatkan masyarakat dan Negara yang
pincang. Ibn Bajjah berpendapat bahwa akal bisa menyebabkan manusia mengenali
apa saja kewujudan benda atau tuhan tanpa harus dipengaruhi oleh unsur-unsur
kerohanian melalui amalan tasawwuf.
Sekalipun beliau
menguasai berbagai keahlian, namun perhatiannya sangat tertumpu pada masalah
yang berkaitan denga ke-Tuhan-an dan Metafisika dan ia memahami metafisika ini
dengan perantaraa ilmu lain. Misalnya ilmu sains dan fisika yang ia gunakan
untuk menguraikan persoalan benda dan rupa. Menurutnya, benda tidak akan
terwujud tanpa rupa, tapi rupa bisa terwujud tanpa benda. Karenanya kita bisa
saja menggambarkan sesuatu dalam bentuk dan rupa berbeda-beda.
Karangannya yang
terkenal adalah “an Nafs (jiwa)”, di dalamnya dikupas tentang permasalahan yang
berkaitan dengan keadaan jiwa dan pembahasannya banyak terpengaruhi oleh
gagasan pemikiran filsafat Yunani, seperti Aristoteles, Galenos, al Farabi dan
Al Razi.
Pada
dasarnya, masih banyak lagi pandangan filsafat Ibn Bajjah dan juga karya tulisnya.
Namun karena sebagian besarnya telah dimusnahkan, jadi yang sampai kepada kita
sekarang ini hanya sebagian kecil dari karangannya yang masih tersisa dan
tersimpan di beberapa perpustakaan di Eropa. Sekalipun banyak hasil karyanya
dimusnahkan , namun ajaran dan pemikirannya banyak mempengaruhi para ilmuwan
berikutnya di tanah Andalusia.
Ibn Bajjah
merupakan seorang cendikiawan muslim yang tersohor. Dengan ketinggian ilmunya
ia telah meletakkan dasar yang kokoh bagi perkembangan ilmu dan fisafat di bumi
Andalusia, namun ternyata kehebatannya telah mengundang kecemburuan dan
kedengkian beberapa pihak, hingga akhirnya beliau diracuni dan meninggal dunia
pada tahun 1138 M dalam usia 56 tahun. Semoga semua jerih payahnya dan
sumbangsih karya-karyanya untuk Islam menjadi amal jariyah dan mendapatkan
balasan yang setimpal dari Allah Swt. Di akhir kelak. Amin.
Penulis
Zaitun
Muzana A.R
Tulisan ini
telah terbit di bulletin el Asyir edisi 82
Posting Komentar