Allamah Abu Ghuddah: Mahkota Penuntut Ilmu
Oleh: Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary*
Dalam goresan-goresan sederhana ini, penulis ingin
mengajak para pembaca yang budiman, sejenak mengenang salah seorang ulama
besar, penuntut ilmu sejati, peneliti berkelas dunia. Dialah Syekh Allamah
Abdul Fattah Abu Ghuddah. Mudah-mudahan tulisan sederhana ini menjadi motivasi bagi kita para penuntut
ilmu di negeri para anbiya ini. Amin.
Salah seorang anak Syekh Abu Ghuddah, Muhammad Zahid
namanya, menceritakan aktivitas harian Syekh Abu Ghuddah, "Harimu dimulai dengan salat Fajar dan
sunnahnya, membaca Al-Quran, sejenak merenung, kemudian mulai meneliti
buku-buku, hingga mendekati jam delapan atau sembilan pagi. Disiapkan untukmu
sarapan pagi, engkau sarapan ala kadar saja, kemudian shalat dhuha disertai doa
yang panjang untuk kebaikan dunia dan akhiratmu. Setelah shalat, engkau kembali
ke meja membaca, meneliti ,mengoreksi tulisan-tulisanmu hingga azan dhuhur
berkumandang. Ketika azan berkumandang, Engkau tinggalkan segala aktivitasmu
untuk memenuhi panggilan-Nya. Selesai shalat, engkau beristirahat sejenak,
menyegarkan kembali kepenatan yang menerpamu. Sebelum kembali menelaah
buku-buku di meja baca(baca: Qimatuzzaman hal. 6)
Sengaja penulis awali dengan kesaksian keluarga beliau
, karena mereka-lah yang banyak bergelut dan menemani hari-hari beliau.
Allamah Mustafa az Zarqa (penulis buku monumental Al
Madkhal ila fiqhil 'am) misalnya, salah seorang guru beliau, memberi
komentar, "Sesungguhnya Aku telah mengenal al akh al jalil allamah (ulama
besar) syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah sekitar enam puluh tahun, bahkan lebih. Semenjak
ia remaja di era tiga puluhan". Ya! enam puluh tahun bukan masa yang singkat
untuk mengenal kepribadian seseorang. Abu ghuddah ketika wafat berusia delapan puluh
satu tahun, sedangkan guru beliau berusia hampir seratus tahun (baca: tahun
lahir dan wafat).
Komentar akhir syekh Az Zarqa untuk murid beliau syekh
Abu Guddah, "Aku bersaksi semenjak mengenalnya dalam waktu yang lama,
belum pernah aku melihat celaan dalam ketaqwaan, wara', kesopanan, menjaga
persahabatan, amanah . Bahkan, aku mengenalnya sebagai seorang ulama yang ikhlas, tawadhu', lebih mengedepankan
keridhaan Allah dari perkara lainnya.(baca: Immdadul Fattah hal. 17-20)
Diantara pewaris ilmu Syekh Abu Ghuddah dan memiliki
banyak kesamaan dengan beliau, murid beliau Syekh Muhammad Awwamah (ulama pentahqiq
berkelas dunia, pakar hadis dan fiqh, penulis handal. Diantara bukunya: Atsaru
al hadist as syarif fi ikhtilafil aimmatil fuqaha, Adabul ikhtilaf fi masaili ilmi wad din. Beliau juga
mentahqiq beberapa buku antara lain: Taqribu at Tahdzib, AlQaulu al Badi',
dan lain-lain. Menurut penulis, buku-buku Syekh Awwamah penting untuk dibaca).
Syekh Awwamah telah mengenal dan menjadi murid Abu
Ghuddah sekitar tiga puluh sembilan tahun, Sehingga bila pembaca sempat membuka
buku Atsaru al hadist syarif di halaman depan, kita akan menemukan
kalimat "ila ruhil ustaz alhujjah, almuhaddist,
alushuli, alfaqih, allughawi, annadzhar Syekh Abdul Fattah Abu ghuddah. Buku
yang dihadiahkan untuk gurunya. Mengenai kebiasan para ulama saling
menghadiahkan buku, penulis tidak ingin
membahasnya sekarang, mungkin dalam
waktu yang lain.
Syekh Awwamah berkomentar untuk guru beliau Syekh Abu
Ghuddah, "Sesungguhnya Allah mengetahui bahwa Aku belum pernah mendengar
dari Sidi Syekh(Abu Ghuddah) ucapan dalam waktu yang lama dan aku tidak
pernah memandang sebuah perbuatan beliau, hingga aku berkata, "Alangkah
baik jika beliau tidak mengatakan dan melakukannya, Aku berlindung kepada Allah
dari mendakwakan beliau terpelihara dari
dosa, hanya saja hal tersebut merupakan petunjuk Allah swt., dan bimbingan-Nya bagi mereka yang ikhlas dalam ucapan dan
perbuatan".
Penulis berharap
komentar dari anak, guru dan murid beliau telah mencukupi pengambaran seorang
Abu Ghuddah. Banyak pujian lain dari para ulama yang pernah berjumpa dan
mengenal sosok Abu Ghuddah. (baca: Sahafahat min shabril ulama hal. 29-32)
Abu Ghuddah dan Ilmu
Bila kita membaca Safahat min shabril ulama dan
Qimatuzzman 'inda ulama, akan terlihat kedalaman ilmu penulisnya. Alangkah
letih dan penat beliau menulis buku tersebut. Menghabiskan waktu dua puluh
tahun dalam menyusun buku-buku tersebut. Bahkan Prof. DR. Rajab Al Bayyumi (Guru
Besar Al Azhar) berkomentar, "Seandainya Abu ghuddah tidak menulis buku
lain selain Safahat, niscaya telah cukup baginya". Subhanallah!
Abu ghuddah telah mengukir hidupnya di dunia yang fana ini dengan ilmu dan amal. Hal semacam ini
senada dengan ucapan Imam al Ghazali, "Ilmu tidak akan kamu miliki
sebagiannya hingga kamu memberikan segalanya" .Benar! Setelah waktu, harta
dan tenaga, letih hingga seseorang mampu sampai ke kursi keilmuan.
Dalam buku Imdadul Fattah misalnya, tercantum
seratus delapan puluh tiga ulama besar dari berbagai penjuru dunia yang pernah
menjadi guru Abu Ghuddah, mereka berdomisili di berbagai belahan dunia, antara
lain :Mekkah, Madinah, Halab (Syiria), Istanbul, Baghdad, Hadhra-maut, Humah,
Hims, Tarabilis Syam, Palestina, Maroko, Yaman, India, dan Pakistan.
Perlu diketahui pula, beliau mulai belajar dan fokus
terhadap ilmu semenjak usia sembilan belas tahun, sebagaimana dituturkan salah
seorang putra beliau, Syekh Salman Abu Ghuddah.
Abu Ghuddah dan Tahqiq
Dunia pentahqiqan merupakan lapangan bagi mereka yang
memiilki kesabaran, ketekunan dan fokus. Sehingga sangat sedikit para pentahqiq
handal yang kita temui. Berbeda dengan mereka yang mendakwakan diri mentahqiq,
padahal cuma mengomentari atau mentakhrij hadist, itupun mengutip pendapat orang-orang
tertentu. Salah satu buku yang penulis anggap dizalimi, buku Hasyiah
al Bajuri, dicetak salah satu percetakan di Kairo. Di sampul depan buku,
tertera nama pentahqiq. Namun, di dalamnya tidak terdapat tahqiq sama sekali, yang
ada hanya komentar belaka.
Bila pembaca membandingkan ketelitian Abu ghuddah dan
para ulama yang mumpuni dalam ilmu, bandingkan pula dengan pentahqiq pasaran,
niscaya para pembaca akan melihat perbedaan yang sangat jauh. Diantara para pentahqiq
handal ialah, : Syekh Ahmad Syakir, Allamah Kausari, Syekh Habiburrahman Al
A'dhami, Syekh Muhyiiddin Abdul Hamid, Syekh Mahmud Syakir, Syekh Awwamah,
Syekh Abdul Salam Harun, Syekh Ahmad Zaki Basya, Syekh Abdul Wahab Abdul Latif,
dan lain-lain.
Abu Ghuddah dan Dunia Tulis-menulis
Selain pentahqiq, Abu Ghuddah juga merupakan salah
seorang ulama yang produktif dalam menulis. Karya-karya beliau sangat berkualitas
dan berbobot, serta dapat dijadikan rujukan dalam keilmuan. (baca: Immdadul
Fattah hal. 178-215). Beliau telah menulis dan mentahqiq sebanyak 73 judul buku. Beberapa buku beliau sempat penulis baca dan sangat
bermutu. Buku-buku beliau sebagian besar dicetak di Beirut, di Maktabah
Matbu'ah Islamiyah. Ada pula beberapa buku beliau yang dicetak di Maktabah
Darussalam Kairo, dan harganya sangat bersahabat.
Buku beliau juga telah diterjemahkan ke berbagai
bahasa. Antara lain: Turki, Cina, Inggris, Indonesia". Penulis juga
sempat membaca terjemahan buku beliau dalam bahasa Indonesia, tapi disayangkan
nama yang tertulis di sampul depan "Syekh
Abdul Fattah" saja. Padahal nama Abdul Fattah banyak sekali, ada Abdul
Fattah Qadhi, Abdul Fattah Rawah, Abdul Fattah Syekh, Abdul Fattah Hilwa.
Wallahu a'lam tujuan pentadlisan nama tersebut.
Demikianlah tulisan
singkat dan sederhana ini, mudah-mudahan kita bisa mengambil pelajaran berharga
dari perjalan hidup seorang Abu Ghuddah, khususnya ketekunan beliau dalam
menuntut ilmu. Wallahua'lam bissawab.
*Penulis adalah alumni Universitas Al-Azhar, Fakultas Ushuluddin;
tulisan ini telah dimuat di buletin el Asyi KMA Mesir edisi 105
tulisan ini telah dimuat di buletin el Asyi KMA Mesir edisi 105
Posting Komentar