Ayat al-Qur’an Sebagai Ringtone HP Bolehkah?
Oleh:
Hilal Nasruddin*
Teknologi
tidak pernah berhenti berkembang. Namun sejumlah temuan-temuan baru teknologi
ternyata memunculkan perdebadatan pro-kontra antara para ulama. Ringtone
atau nada dering yang begitu banyak variasinya dalam telepon genggam, awalnya
tidak pernah menjadi perhatian apalagi mengundang perdebatan ulama.
Perkembangan
nada dering berupa ayat suci al Qur’an
lah yang kemudian memicu perbedaan pendapat para ulama. Boleh atau tidak, haram
atau halal, bila nada dering itu berisi bunyi ayat-ayat al Qur’an? Karena tidak
sedikit umat Islam yang menggunakannya.
Al-Mujamma’
Al-Fiqh Al-Islami (Pusat Kajian Fiqih Islam), yang menginduk kepada Rabithah
‘Alam Islami yang berpusat di Saudi akhirnya memfatwakan larangan penggunaan
ayat al-Qur’an untuk nada panggil (ringtone). Alasannya, perbuatan tersebut
secara tidak langsung merendahkan al Qur’an serta memutuskan bacaannya.
Apalagi, ringtone tersebut bisa berbunyi di mana saja, termasuk di
tempat-tempat yang tidak layak dibacakan al-Qur’an. Fatwa tersebut dikeluarkan
pada hari Rabu (11/7/2008) itu, disaat Al Mujamma’ mengakhiri muktamar ke 19
nya di Mekah.
Dr.
Ahmad Thoha Rayan, memandang tidak boleh menggunakan nada panggilan yang berisi
suara bacaan al-Qur’anul Karim. Ia beralasan, karena al Qur’an yang dibacakan
itu seharusnya diperhatikan bacaannya dan direnungkan isinya (ditadabburi),
bahkan juga harus disertai adab dan etika tertentu untuk membacannya seperti
dengan “ta’awudz” dan “basmalah”.
Semua
alasan itu, tidak mungkin dilakukan oleh para pemilik telepon genggam. Tentang
nada panggil bersuara azan, Dr. Rayan juga mengatakan tidak membolehkannya.
Karena ini mungkin saja memunculkan kekacauan, keraguan, salah tanggap, bagi
orang yang mendengarkannya ketika bukan di waktu awal shalat. Bukan hanya itu
tapi karena azan adalah syiar suci yang mempunyai waktu dan tempat sendiri
untuk dilantunkan. Dan itu semua wajib dihormati.
Di
Mesir dan Saudi, fatwa sejumlah ulama juga tidak jauh berbeda. Dr. Ali Jum’ah,
Mufti Mesir telah memfatwakan pengharaman terhadap hal tersebut. Menurut beliau pengharaman tersebut bersifat mutlak karena dianggap menodai kesucian al-Qur’anul
Karim, yang diturunkan Allah swt. Untuk peringatan, dan membacanya adalah
ibadah. Bukan digunakan untuk hal-hal yang keluar dari lingkup tujuan
diturunkannya.
Sementara
itu sejumlah ulama lainnya juga mengatakan hal senada. Yakni Haram,
termasuk Syaikh Mahmud Asyur, tokoh al Azhar Mesir dan anggota Majma’ Buhuts
Islam (Forum Kajian Masalah Islam). Termasuk juga Syaikh Shalih Syamrani, Dosen
Ma’had Ilmi Jeddah yang berada di bawah Universitas Imam Muhammad Ibnu Saud.
Hanya
saja, dr. Salwa Basusi, Dosen Fiqih Fakultas Studi Islam di al Azhar Mesir,
lebih lunak sedikit. Ia hanya menyebutkan, makruhnya hal tersebut. Tidak
menggunakannya lebih baik. Selain para ulama tersebut, memang ada yang tidak
terlalu menganggap hal itu terlarang. Mereka lebih mengkaitkan soal adab dan
etika. Jangan sampai bunyi ayat al Qur’an yang dibaca terpotong di tengah ayat,
sehingga memunculkan arti yang kacau. Atau jangan sampai kalimat “Allahu Akbar”
terpotong menjadi “Allahu Ak..” ketika menjawab telepon. Bahkan yang lebih
berbahaya, jika kalimat “Laa ilaaha illallah” terpotong menjadi “laa ilaah..”
yang berarti tidak ada tuhan, sehingga kalimat itu menjadi syirik.
Pro
dan kontra berkaitan dengan masalah tersebut hangat dibicarakan oleh sejumlah
tokoh di Indonesia, antara lain: Ketua MUI KH. Ma’ruf Amin, Rektor IAIN
Surabaya Prof. Ridwan Natsir dan seorang anggota majelis fatwa Dewan Dakwah
Ilamiyah Indonesia (DDII) Amlir Syaifa Yasin.
Ketua
MUI KH. Ma’ruf Amin menganggap ringtone ayat al Qur’an tidak ada masalah, menurutnya
ia hanya berfungsi sebagai tanda ada panggilan masuk. Penggalan ayat al Qur’an
tidak bisa dianggap sebagai tindakan pelecehan dan kemuliaan al Qur’an tidak
berkurang meski jadi ringtone. Rektor IAIN Surabaya Prof. Ridwan Natsir juga menganggap hal
tersebut tidak masalah, tergantung niat pemilik ponsel, bisa saja hal tersebut dijadikan
untuk sarana dakwah, asal bukan niat untuk melecehkan maupun untuk hiburan.
Adapun
menurut salah orang anggota majelis fatwa Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
(DDII) Amlir Syaifa Yasin, ia cenderung melarangnya dan menganggap hal itu
tidak tepat, Alasannya sama dengan mayoritas ulama yang mengharamkan. Dari
gambaran di atas, penggunaan ayat al-Qur’an sebagai ringtone ada positif
dan negatifnya.
Di
antara hal positif yang dapat dirasakan oleh sebagian orang bahwa memang tidak
dapat dipungkiri bahwa dengan mendengarkan al-Qur’an maka hati menjadi
tenteram, juga sebagai alternatif yang baik dari pada menggunakan music atau
lagu sebagai ringtone, lebih baik ringtone al-Qur’an. Akan tetapi
hal tersebut juga hendaknya dipikirkan adanya kemungkinan lain dari sisi
negatifnya, diantara nya: al Qur’an diturunkan untuk tujuan mulia, tidak sebagai
hal-hal yang bersifat selingan. Tidak menutup kemungkinan ringtone tersebut
akan berbunyi di tempat yang tidak selayaknya serta kemungkinan terpenggalnya
ayat yang mempengaruhi maknanya.
Al-Qur’an
tidak seperti lagu ataupun buku-buku lainnya yang seenaknya saja karena di
al-Quran kalam Allah swt., sehingga dalam al-Qur’an ada tanda-tanda bacaan atau
rambu-rambu yang harus diperhatikan dan dipatuhi. Diantara tanda atau
rambu-rambu tersebut adalah adanya tanda diperbolehkannya berhenti dalam bacaan
atau yang dalam Ilmu Tajwid dikenal dengan istilah (Waqaf Jaiz), tanda harus
berhenti, tidak boleh bersambung (Waqaf Lazim) dan tanda tidak berhenti pada
lafadz tersebut atau harus disambung dalam bacaan (Waqaf Mamnu’) karena
mempunyai kaitan yang sangat erat secara lafadz dan makna dengan kalimat
sesudahnya, bila tidak demikian maka akan mengakibatkan perubahan pengertian.
Rambu-rambu tersebut digunakan sebagai antisipasi terpenggalnya bacaan yang dengan
demikian akan mengakibatkan perubahan pengertian.
*Penulis adalah alumni Universitas Al-Azhar, fakultas Syariah.
*Penulis adalah alumni Universitas Al-Azhar, fakultas Syariah.
Sumber: el Asyi Edisi 95 rubrik fatawa
Disadur
dari:
Posting Komentar