Efek Invasi Budaya Korea
Oleh:Husna Hayati
Menurut KBBI (Kamus
Besar Bahasa Indonesia), invasi berarti penyerbuan ke dalam wilayah negara lain. Ketika salah
seorang kru el-Asyi meminta menulis tentang invasi film Korea, menuju arah
pulang ke Mukattam, melewati bangunan pemakaman berwarna merah.Terbayang seolah
zaman kembali ke masa lalu, seperti mesin pemutar film zaman layar tancap
memancarkan gambar tentara Tartar bergerak tegap siap menyerang.
Nah, lho…Tapi ternyata tentara yang mau
melakukan invasi dalam tema kita kali
ini tidaklah setegap tentara-tentara Tartar, malah cenderung gemulai.
Menulis sesuatu tentu saja harus mengetahui apa yang akan
dituliskan. Maka mulailah saya bergerilya di youtube mencari lagu-lagu dengan
kata kunci Boyband dan K-pop. Kenapa dua kata kunci itu? Hasil googling
menawarkan kata-kata tersebut.
Mencoba menikmati musiknya, mengamati geraknya dan menganalisa
apa yang dirasakan jiwa serta untuk menyelami apa kira-kira yang dirasakan
ramaja- remaja sampai histeris ketika melihat idolanya tersebut manggung.
Hmm…Musik yang ceria, semangat, dengan video klip yang sangat
menarik untuk dunia remaja menjadi latar belakangnya.
Benarkah refleksi budaya?
Secara umum, memang
jiwa manusia punya kecenderungan dengan musik semangat, terlebih lagi
bagi jiwa muda remaja. Awalnya terasa bising, tapi sedikit demi sedikit, mulai
terasa ada gelombang yang sama untuk menerima. Semakin lama semakin bersahabat,
terlebih ketika melihat gerakan- gerakan yang mengalahkan semangat gerakan
senam.
Iseng- iseng saya juga searching dengan kata kunci
“Mengapa suka film dan lagu Korea?”
Wah, begitu banyak ternyata alasannya, tapi yang paling
penting adalah, “Pelakunya enak dipandang , suaranya empuk di telinga, mantap
gerakan dance-nya, dan romantis gak ketulungan. Benar-benar
membuai jiwa.
Rasa suka akan membuat seseorang itu mengikuti dan meniru
hal yang disukainya. Dan manusia dibangkitkan bersama yang dicintainya.
Begitu banyaknya film- film dan lagu- lagu yang ditelurkan dari negeri ginseng tersebut, tentu
saja butuh dana yang tidak sedikit. Sekedar untuk kewaspadaan, jika kita
menilik secara mendalam, sponsor- sponsor aliran dana yang tidak sedikit itu,
tidak mungkin mareka hanya sekedar main-main tanpa misi.
Selain keuntungan bisnis, dunia musik dan perfilman
adalah dua hal yang saat ini sulit sekali ditolak remaja, bahkan jika berniat
menolak sekalipun. Karena tebaran pesonanya dan tarikan dari lingkaran
lingkungan yang terus menerus menggoda sekaligus memaksa, membuat para remaja menerimanya sadar ataupun tidak.
Maka bagi pihak yang menginginkan pemuda muslim terjerembap
dalam dunia awam, dunia mimpi yang jauh dari aturan yang Allah gariskan untuk
keselamatan hidupnya, ini adalah prospek yang sangat menjanjikan untuk menghancurkan
kepribadian muslim, dengan efek laten yang dahsyat. Maka tentu saja mareka akan
mengambil kesempatan ini untuk menyusupkan pemikiran yang mereka inginkan. Perlahan
dan terus menerus.
Mind propaganda
Ivan Pavlov, ilmuwan asal
Rusia dan peraih hadiah Nobel 1904 untuk psikologi dan ilmu medis, melalui
teorinya tentang conditioned reflex atau involuntary
reflex action, ia menyatakan, "Perilaku manusia dapat
diatur atau dikondisikan sesuai proses pembelajaran yang diperolehnya."
Dalam sejarah modern,
adalah Adolf Hitler (1889-1945) orang pertama kali yang menggunakan mind manipulation atau manipulasi pikiran sebagai
senjata. Ibarat komputer, mind atau gugusan pikiran manusia dapat
dimanipulasi, dapat di-hack, bahkan
dapat disusupi virus untuk merusak seluruh jaringannya. Dalam autobiografinya (Mein Kampf), Hitler menulis, "Teknik
propaganda secanggih apa pun tak akan berhasil bila terdapat hal yang terpenting
tidak diperhatikan, yaitu membatasi kata-kata dan memperbanyak pengulangan."
Adegan- adegan dan
pernyataan yang sering diulang- ulang dalam siaran televisi, membuat
penonton menjadi sangat biasa dengan adegan tersebut. Meskipun ada adegan yang
bernilai positif, akan tetapi tidak menutup kemungkinan tentang adanya perkara
negatif yang tidak layak diterima oleh seorang remaja muslim.
Di antara hasil dari efek pengulangan- pengulangan adegan
dalam film dan lagu-lagu Korea adalah, minimal mereka akan terbiasa melihat
aurat, musik laghwu menjadi kebutuhan jiwa dan pacaran dengan gaya abi
umipun dirasa amat sangat wajar. Itu belum termasuk bergadang untuk
menghabiskan 30 juz lebih disk- disk film yang mungkin membuat shalat
subuh melayang lam pucok u.
Takdir hidup setiap manusia berbeda. Jika ada remaja yang
sedang mengalami masalah dalam keluarga, dengan landasan keislaman yang
belum kokoh, bisa jadi akan menimbulkan frustasi karena
membandingkan tokoh di film dengan dirinya. Atau mungkin ia akan menjadikan film dan lagu-lagu tersebut
sebagai pelarian dari masalah.
Jadi, menyelesaikan masalahnya bukan lagi dengan zikrullah
atau shalat dan tilawah, tapi dengan melarikan diri dari masalah, dengan cara
menenggelamkan diri dalam hiruk pikuk dunia lain, dunia film dan lagu yang
liriknya lebih sering tidak diketahui artinya “Maka Dia mengilhamkan
kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya (Q.S. As Syams: 8).
Dalam jiwa manusia, Allah memberikan dua potensi. Potensi
kebaikan yang mengarahkan jiwa untuk mendekati Allah, dan potensi keburukan
yang akan menarik manusia untuk mendekati
hal yang disukai musuh Allah (syaitan). Sebagaimana kebutuhan raga akan
makanan, begitu juga jiwa. Maka perlu kiranya diperhatikan makanan apa yang
kita berikan ke jiwa, apakah makanan yang menguatkan potensi kebaikan dan
melemahkan keburukan, ataupun sebaliknya.
Sederhananya, misalkan kita ingin menjadi seorang
penghafal Al- Quran, maka jangan biarkan jiwa memakan makanan dari lagu-lagu
dan film-film. Karena jiwa akan lapar lagi dan meminta untuk disuapi makanan
seperti yang diperkenalkan awalnya. Itulah salah satu alasan mengapa banyak
remaja sulit melepaskan diri dari lagu-lagu yang terlanjur disukai.
Inilah hasil invasi yang bisa langsung disaksikan
sekarang disekitar kita. Bahkan mungkin orang-orang yang paling dekat dengan
kita. Atau jangan-jangan kita sendiri. Na'uzubillah min zalik.
Teringat ketika pulang ke Aceh, murid saya bilang begini
lebih kurang, “Bukan Cuma pegang tangan, tapi begini, begini….(ini adegan
nyata atau adegan di film?)
Ini adalah invasi. lebih hebat dari invasi Tartar yang
menjadikan Baghdad berwarna merah dalam genangan darah dan hitam dalam asap
ribuan buku yang terbakar. Invasi ini, adalah invasi yang tidak butuh pasukan berkuda
atau kereta baja. Ini invasi dengan alunan nada, ragam kisah, yang akan
diterima dengan mulus, tanpa perlawanan. Mendikte otak secara terus menerus,
dari awalnya menolak, menjadi membenarkan, hingga akhirnya menerima, lalu menjadi habit yang membentuk sebuah
pribadi yang jauh dari tuntunan dinul-Islam.
Berhati- hatilah!
Invasi ini bernama ghazw al fikri (perang
pemikiran). Dia merasuk lembut dalam sanubari, membelit urat-urat saraf, lalu menyatu dalam degup jantung, menjadi
candu yang dirindui. Lalu kita akan menjadi makhluk terjajah yang merasa
mardeka. Jika sudah begitu, jangan tanyakan lagi di mana hukum Allah. Kepada
Allah kita mohonkan penjagaan.
*Penulis baru saja menyelesaikan pendidikan S2 di Institut Liga Arab, Mesir
Tulisan
ini sudah dimuat pada buletin el_Asyi edisi 119
Posting Komentar