Setahun Syekh Buthi: Resensi Kitab Hadza Walidi (Bagian III)

Oleh; Rizky Syahputra, Lc.


Membina Keluarga Rabbani
Setelah membahas metode dakwah dan berbagai rintangan yang pernah Mulla lalui dalam hijrahnya ke Damaskus (baca pada bagian I dan II dari tulisan ini) , selanjutnya Syeikh Ramadhan Al Buthi menceritakan tentang sosok rabbani Mulla dalam memimpin keluarganya.

Dalam prinsip Mulla, keluarga memiliki peran nomor satu dalam mendidik anak. Kedua orangtua adalah orang pertama yang bertanggung jawab terhadap hal ini. Orang tua berkewajiban men-talqin anaknya kalimat jalalah, syahadat, memperkenalkan mereka kepada sang khalik, dan hakikat ubudiyah seorang hamba kepadanya. Serta mengajari mereka untuk mencintai Rasulullah Saw. Inilah dasar-dasar tarbiyah yang dipraktekkan Mulla dalam mendidik Syekh Buthi dan saudara-saudaranya.

Sisi tarbiyah Mulla yang lain dari yang lain, beliau selalu mengajak keluarganya untuk mengingat Allah Swt. dimanapun dan kapanpun, tak terkecuali di meja makan.

Syeikh Buthi mengkisahkan, “Ketika Kami makan bersama, ayah selalu memerintahkan kami untuk duduk beradab. Lalu sambil menunjuk makanan ayahku berkata, “Lihatlah warna-warna makanan ini, masing-masing mempunyai warna berbeda dengan lainnya, tidakkkah kalian bertanya apa yang telah kita lakukan untuk Allah? Atau siapa kita? Apa harganya kita bagi Allah sehingga Ia memberikan semua ini kepada kita?”Lalu beliau berkata  “Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang mewah didunia itu).(At Takatsur: 8)

Mulla sangat menyadari akan pentingnya Ilmu, oleh karena itu ketika Syekh Bhouthi menginjak umur 6 tahun,  Mulla menyerahkannya kepada seorang muallimah yang mengajar anak-anak untuk membaca Al Quran. Dalam waktu 6 bulan Syekh Bhouthi telah mengkhatamkan Al Quran. Lalu beliau melanjutkan pendidikan di sekolah Dasar di Zuqaq Al Qarmani. Sedangkan satu-satunya guru beliau diluar sekolah pada saat itu adalah ayahnya sendiri, Mulla Ramadhan. 

Mulla mengajarinya dasar-dasar akidah Islam dan sirah nabawiyah melalui kitab Dzakirat Al Labib fi As Sirat Al Habib. Tak ketinggalan juga ilmu-ilmu alat seperti Nahwu dan Saraf. Setiap hari Mulla mengajari lima sampai enam bait dari kitab Alfiah. Hasilnya Syekh Bhouthi mampu menghafal Alfiah dalam waktu kurang dari setahun sedang ketika itu ia belum mencapai baligh. 

Kemudian Syekh Buthi melanjutkan pendidikannya ke Ma’had Taujih Al-islami yang diasuh oleh Syekh Hasan Al Habannakah Al Maidani.

Suatu ketika, dalam perjalanannya mengantar Syeikh Buthi ke Makhad, Mulla berkata

“Ketahuilah wahai anakku! Seandainya jalan menuju Allah adalah dengan menyapu sampah di jalanan, sungguh akan aku jadikan engkau sebagai keranjangnya. Akan tetapi aku melihat bahwa jalan menuju Allah adalah melalui Ilmu. Karena itulah aku menempatkanmu di jalan ini.

Mulla sama sekali tidak menganggap bahwa ilmu hanya sekedar untuk dihafal. Namun baginya ilmu haruslah bisa menimbulkan rasa cinta, malu dan takut kepada Allah. Mulla tidak terlalu peduli akan prestasi yang diperoleh Syekh Bhouthi anaknya.  Karena sesungguhnya ilmu itu hanya perantara menuju Allah, bukan tujuan.

Pernikahan Syekh Said Ramadhan Al-bhouthi
Ketika Syekh Bhouthi berumur 18 tahun Mulla Ramadhan memaksanya untuk menikah. Mulla kokoh berpegang dengan hadis riwayat Abu said al-khudri bahwa  Rasulullah bersabda “Barangsiapa yang memperoleh seorang anak maka hendaknya ia memberinya nama yang baik dan mengajarinya adab. Jika ia sudah baligh maka nikahkanlah ia, namun jika si anak sudah baligh dan tidak dinikahkan lalu ia berbuat maksiat maka dosanya ditimpakan kepada ayahnya”.(HR. Baihaqi)

Dalam kitab ini Syekh Bhouthi berkata, “Ketika aku ditawari untuk menikah, aku sangat terkejut. Karena aku sama sekali tidak memikirkannya dan aku juga belum bersiap-siap. Aku pun memohon maaf kepada beliau dan aku meyakinkan beliau bahwa aku belum siap menikah. Akan tetapi Ayahku justru memaksaku dan membacakan beberapa halaman dari kitab Ihya Ulumuddin tentang pentingnya pernikahan serta kelebihannya. Lalu aku berfikir bahwa jika aku terus menolak sedangkan Ayahku terus memaksa, aku akan terkurung dalam rasa tidak tahu terima kasih, maka aku pun menerima permintaannya tersebut. 

Lalu Mulla melamar salah seorang saudara kandung istrinya yang lebih tua dariku beberapa tahun. Saat itu Ayahku sedang dalam kondisi susah, jumlah uang untuk melaksanakan pernikahan belum cukup. Beliau lalu menjual beberapa buku kesayangan di perputakaannya untuk memenuhi kebutuhan pernikahanku. Akhirnya akupun menikah.


Pernikahannya betul-betul mendatangkan banyak kebaikan dan keberkahan, serta menjadi pengawal kokoh bagi imannya.


Ada satu hal yang membuat Syeikh Ramadhan Buthi begitu gembira, sekaligus yang membuatnya berterima kasih kepada ayahnya. Yaitu ketika suatu subuh, setelah pulang dari mesjid ayahnya mengetuk pintu kamarnya dan mengatakan, “ Kamu masih tidur! Seharusnya kedatangan “mereka” harus engkau bayar dengan sujud bersyukur sepanjang malam.”

Lalu aku pun bangun lalu bertanya siapa mereka yang dimaksud olehnya?
Beliau menjawab: “Aku melihat dalam mimpi Rasulullah Saw datang bersama beberapa orang lelaki, Aku tahu mereka adalah sahabat Beliau Saw.”
Lalu Rasulullah berkata: “Aku datang untuk mengucapkan selamat kepada Said atas pernikahannya”. Ini adalah berita gembira pertama yang membahagiakanku.

Bersambung…

Baca juga bagian I dan bagian II

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top