Menelisik Rakaat Terawih
![]() |
aziachmad.wordpress.com |
Oleh: Abdul Hamid
Perbedaan pendapat mengenai jumlah rakaat shalat tarawih sudah menjadi tradisi sebagian saudara kita di nanggroe Aceh tercinta. Hampir setiap bulan suci ramadan menampakkan batang hidungnya permasalahan ini selalu memenuhi beranda facebook atau media sosial lainnya. Yang memperbincangkan masalah ini pun orang yang sama setiap tahun. Kelompak A menyalahkan kelompok B, yang B pun tetap ngotot atas pendiriaannya.
Perbedaan pendapat mengenai jumlah rakaat shalat tarawih sudah menjadi tradisi sebagian saudara kita di nanggroe Aceh tercinta. Hampir setiap bulan suci ramadan menampakkan batang hidungnya permasalahan ini selalu memenuhi beranda facebook atau media sosial lainnya. Yang memperbincangkan masalah ini pun orang yang sama setiap tahun. Kelompak A menyalahkan kelompok B, yang B pun tetap ngotot atas pendiriaannya.
Mengapa
saya katakan di nanggroe Aceh tercinta, dan kenapa tidak saya ketakan saudara
kita umat Islam seluruhnya? Saya teliti saya tidak menemukan manusia yang setia
menunggu dan menjalankan ibadah puasa di negara atau wilayah lain yang dengan
alotnya memperbincangkan masalah ini. Empat tahun saya sudah menapaki kaki di tanah
Mesir, namun belum pernah sekalipun saya temukan perselisihan antar kelompok
mengenai jumlah rakaat terawih.
Padahal
di Mesir juga ada banyak wahabi, bahkan wahabi Mesir jauh lebih hebat dan dalam
ilmunya ketimbang wahabi di negara lain. Tapi mereka tak pernah menghujam
Al-Azhar ketika melakukan tarawih dengan jumlah 20 rakaat, Al-Azharpun tidak
pernah menyalahkan umat Islam yang melakukan tarawih 8 rakaat.
Sebenarnya
pihak yang menganggap kelompok yang melaksanakan shalat terawih 20 rakaat
telah berulang kali menyakinkan kelompok yang melakukan shalat terawih 8 rakaat
bahwa apa yang mereka lakukan tidak benar, namun kelompok tersebut masih tetap kokoh
pendiriaanya setiap ramadhan melaksanakan terawih 8 rakaat. Kritikan mereka
dianggap angin berlalu oleh kelompok yang 8
rakaat ini.
Hal
ini mengingatkan saya kepada sosok Syehk Muhammad Saied Ramadhan Al-Buthi,
melalui pemikiran dalam karya-karyanya saya menyimpulkan bahwa, 'Sebuah perkara
yang kita sampaikan kepada orang lain tak akan membuat dia yakin dengan apa
yang kita sampaikan jika kita berdiri di atas pondasi A'sabiat (primordialisme).'
Karena itu, syariat bukan hanya menuntut kita untuk menyakinkan orang lain,
tapi lebih dari itu menganjurkan kita untuk memuaskan mereka dengan argumentasi
yang kita sampaikan.
Berikut
ini saya akan sampaikan sedikit maui'dhah hasanah perihal jumlah rakaat
shalat terawih. Yang akan saya paparkan
ini bukanlah pendapat saya, tapi pendapat Syehkna Prof Dr Ali Juma'h Muhammad
Asy-Syafi'i (Mantan Mufti Mesir). Saya tidak akan menambahkan atau mengurangi
sedikitpun apa yang beliau sampaikan. Jadi sesuai atau tidak apa yang beliau
sampaikan dengan pemikiran Anda, itu mutlak pendapat beliau.
Tapi
sebelumnya saya ingin menegaskan. Syehk Ali Jum'ah adalah seorang ulama besar
abad ini, shahib nuqul wa u'qul. Jika berbicara tentang hadist, maka beliau
seorang pakar hadist yang tak bisa dilewatkan. Sanad hadistnya bersambung
kepada Syehkna Muhammad Yasil Al-Fadani rahimahullah. Adakah yang tak kenal
dengan sosok Yasil AL-Fadani? Orang Arab saja bergetar tubuhnya saat mendengar
tokoh yang satu ini karena kedalaman ilmunya, bagaimana dengan kita?
Salah
seorang bertanya pada Syehk Ali Jum'ah. Dimanakah perbedaan antara shalat
Tahajjud, Terawih, dan Qiyamullail, dan mana yang lebih afdhal saya lakukan
dari ketiga-tiganya itu dalam bulan ramadhan?
Syehk
Ali menjawab, 'Ketiga-tiganya itu memiliki makna yang bersamaan. Kalimat Qiyamul
Lail maknanya bahwa kamu melakukan ibadah untuk mendekatkan diri kepada
Allah sejak setelah shalat Isya. Maka ibadat apapun yang kamu laksanakan mulai
setelah shalat Isya sampai azan subuh itu dinamakan dengan Qiyamul Lail.
Sahabat
ra selalu beribadah sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah Saw. Setiap
ibadat yang dilakukan sesudah shalat Isya sampai dengan azan subuh dinamakan
Qiyamul Lail yang selalu dilakukan baginda Nabi.
Rasulullah
Saw tidak pernah melakukan shalat 11 rakaat atau 13 rakaat di bulan ramadhan
dan diluar ramadhan. Dengan kata lain, beliau tidak malaksanakan shalat lebih
dari 11 rakaat atau 13 rakaat baik di bulan ramadhan atau di bulan lainnya.
Akan
tetapi, Saidina Umar Ibn Khattab manakala mengumpulkan para sahabat dalam satu
jamaah untuk melakukan shalat terawih, beliau menambah rakaat shalat dimaksud
menjadi 20 rakaat. Penduduk Mekkah kala itu melakukannya 20 rakaat, dengan
beristirahat (terawih) pada tiap-tiap 4 rakaat.
Dalam waktu istirahat pada tiap 4 rakaat mereka melakukan tawaf.
Ketika
penduduk Madinah mengetahui perihal ibadahnya penduduk Mekkah yang melakukan
tawaf pada tiap-tiap 4 rakaat, mereka menambahkan 4 rakaat shalat terawih
sebagai gantian tawaf penduduk Mekkah. Sehingga jadilah jumlah shalat terawih
dalam sebuah pendapat Imam Malik ra 36 rakaat. Hal itu tidak mengapa, karena
menambah-nambah dalam ibadah sunat dan kebaikan merupakan sunnahnya Rasulullah,
khulafaur rasyidin, dan salafus salih.
Dengan
demikian, mayoritas kaum muslimin melakukan shalat dimaksud 20 rakaat yang
akhirnya dinamakan dengan shalat terawih yang wajib dilakukan dua-dua rakaat.
Adapun yang dilakukan sesudah shalat terawih pada pertengahan malam dinamakan
dengan shalat tahajjud. Dan kedua-duanya dilakukan sekedar kemampuannya saja.
Karena syariat tidak memaksa seseorang untuk melakukan ibadah di luar
kemampuannya. Hal ini senada dengan sabda Rasulullah Saw, 'Beribadahlah kepada
Allah sesuai dengan kemampuanmu'.
Dengan
demikian, barang siapa yang melakukannya 8 rakaat kemudian menambahkan witir 3
rakaat tidak mengapa. Barang siap yang melakukan 20 rakaat kemudian menambahkan
witir 3 rakaat juga tidak apa-apa. Dan barang siap yang melaukan 8 rakaaat atau
20 rakaat, kemudian melakukan shalat tahajjud di pertengahan malam pun tidak
apa-apa.'
Saya
tidak ingin mengambil kesimpulan dari paparan syehk Ali di atas. Karena semua
orang yang memandang dengan kaca mata ilmu (bukan dengan A'sabiat) pasti tau
cara berkesimpulan yang benar. Saya setiap puasa selalu melakukan shalat
terawih 20 rakaat, kecuali beberapa puasa sahaja ketika berada di Mesir.
Kecuali tahun 2012, waktu itu saya shalat di Masjid Al-Azhar yang melakukan
terawih 20 rakaat. Hom hai!
Posting Komentar