Dibalik Pasukan Salib?

Image by google
Oleh : Zahrul Bawady, Lc

Sejarah penaklukan Islam ke berbagai wilayah selalu menyisakan kenangan manis. Parade bersenjata bukan satu satunya solusi. Tapi jihad akhlak lah yang membuat Islam mudah diterima di negara-negara yang baru di buka.


Sangat pantas jika misi yang diusung oleh pasukan kaum muslimin disebut Al Fathu (Pembukaan) atau tahrir (kemerdekaan). Sementara itu, misi asing selalu memiliki aspek negatif dan invasi perang sebagai solusi utamanya. Tidak ada satu pun negara yang berhasil dikuasai asing dengan misi damai. Oleh karena itu penguasaan asing terhadap negara lain disebut dengan isti'mar (penjajahan).




Sejarah pula yang berbicara, ketika salibis ingin menguasai kembali wilayah-wilayah yang pernah berada di bawah payun Romawi, Persia atau Yunani. Utamanya yang sudah dikuasai oleh kaum muslimin. Cerita demi cerita jihad akhlak yang digencarkan oleh pasukan kaum muslimin dimanipulasi


Paling membekas adalah ulah Paus Urban II, tokoh gereja yang dipercaya menggerakkan perang salib (atau lebih tepat disebut perang dunia melawan Islam di tanah kaum muslimin).

Urban II berbicara di depan kekuatan militer Eropa. Pada tahun 1095, tepatnya di wilayah selatan Perancis. Ia membakar semangat perang dengan kata katanya antara lain, "Wahai ksatria, angkatlah senjata yang kalian gunakan untuk memerangi sesama kalian ke arah ummat Islam. Perang suci telah dimulai. Ini bukan hanya perang merebut sebuah kota. Tapi perang demi kebenaran tuhan. Teruslah berjuang, kalian akan merebut Quds dari para perampok, inilah rumah dan syurga kalian. Sebagaimana taurat kita menyebutnya sebagai susu dan madu. Yerussalem adalah syurga tuhan yang berada di dunia."

Lebih lanjut ia berujar, "orang Islam telah menguasai tanah suci, kita tidak bisa lagi berziarah dengan tenang. Maka bukalah dengan kunci kerajaan syurga (pesan simbolik Yesus kepada Petrus) sehingga engkau akan merasa abadi dengan ketenangan." Demikianlah di antara ujar ujar Paus Urban dua ketika konsili Clermont yang menyulut semangat perang tentara salib. Maka seketika orang-orang yang hadir meneriakkan, "deus vult" (tuhan memberkati).

Seorang sejarawan kristen, Maximus Monrond pernah menulis, " .. rampasan perang dan pembagian harta merupakan tujuan perang salib yang berfungsi untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari gereja-gereja katolik."

Akan tetapi, setelah penaklukan salibis itu, pada periode 1144-1192 M, dunia Islam kembali melahirkan pahlawan, Imadudin Zanki juga anaknya yang lebih terkenal kemudian hari; Nuruddin Zanki. Perjuangan mereka kemudian dilanjutkan lagi oleh Shalahuddin Al Ayyubi. Sehingga pada masanya, Al Quds dapat dikuasai kembali, itu terjadi pada 1187 M.

Salahuddin tidak melakukan balas dendam terhadap pasukan salib. Berbeda dengan tindakan salibis yang melakukan pembantaian 85 tahun sebelumnya. Shalahuddin memberikan kebebasan kepada mereka, dengan syarat membayar jizyah. Ia mempraktekkan ajaran Islam rahmatan lil 'alamin yang menjadi nafas Islam.

Kita juga harus mengingat, bahwa proses pembebasan Al Quds bukan hanya pengiriman tentara dalam jumlah besar serta dilengkapi dengan berbagai perangkat militer. Sebelum Shalahuddin membebaskan Quds, di bawah bimbingan ulama masa itu, Imaduddin dan Nuruddin telah berhasil menyatukan polemik antara wilayah Islam. Termasuk konflik internal antara ummat Islam, memperbaiki akhlak dan pola pikir kaum muslimin. Wallahu A'lam.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top