Memoar Hatta dan Refleksi Agustus

http://4.bp.blogspot.com/
Oleh; Azmi Abubakar


Agustus telah mencatat memori keindonesian secara elegan dengan berbagai dimensi sejarah. Agustus menjadi bulan kelahiran negara bernama Indonesia sekaligus tokoh proklamatornya, Muhamad Hatta. Menarik ketika ditelalah lebih lanjut kita  menemukan  lekatan  sejarah antar Hatta dan Aceh yang mewakili lekatan tiga dimensi sejarah  Aceh-Minang –Pusat.

Lekatan sejarah ini dibangun Hatta lewat  trah sang istri.  Anaknya Meutia Farida Hatta, seorang antropolog wanita dikemudian hari menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan pada masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri. Artinya lekatan sejarah itu coba dipertajam oleh keluarga Hatta bahwa ia mempunyai keterkaitan dengan darah Aceh lewat penamaan sang buah hati.

Hatta pernah mengujungi Aceh dalam tugas kenegaraannya untuk menurunkan tensi konflik Aceh pada peristiwa DII/TII. Saat itu Hatta sempat berkeciprak air pantai Lhok Nga.  Beliaulah orang pertama yang megirim utusan kepada Tgk Muhammad Daud Beureu eh semisal Muhammad Hasballah Daud dan Abdullah Arif dalam rangka usaha pemulihan keamanan di Aceh kala itu (M.Nur EL Ibrahimy, 2001)

Dalam perjalanan politiknya, bung Hatta kerap berbeda pandangan dengan Soekarno. Puncaknya beliau memilih mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden. Walaupun demikian nilai-nilai persahabatan tetap terjaga. Laku ini sebenarnya harus menjadi pelajaran bagi politikus Indonesia dan Aceh khususnya, bahwa perbedaan pandangan politik bagaimanapun juga tak menghambat proses hablum minan nas.  Komunikasi diantara mereka tetap berjalan sampai akhir hayat Soekarno. Pada detik-detik perpisahan, keduanya sempat berbincang dengan bahasa Belanda.

Muhamad Hatta sebagai ahli ekonomi dan hukum  datang dari tanah Minang. Bagaimana kemudian Hatta  dimanfaatkan secara apik sebagai tokoh penting dari Sumatera. Pada periode ini tercatat ada beberapa tokoh Sumatera lain seperti Mr. Teuku Muhammad Hasan dari Aceh, Ahmad Subarjo yang mempunyai darah Aceh-Jawa.   Muhammad Yamin dan Tan Malaka dari Minang.

Kelak dalam hubungan Aceh—Pusat, tokoh-tokoh Minang secara kebetulan berhadap-hadapan kembali sebagai delegasi pemerintah Pusat vis avis delegasi Aceh dalam penyelesaian turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).  

Sayangnya proses kompromi Aceh-Minang pada fase ini berjalan sangat lamban dan mengecewakan ditandai dengan banyaknya cooling down. Delegasi pemerintah terkesan tak memahami subtansi Mou Helsinki. Sebaliknya delegasi Aceh dinilai belum mampuni memerankan diri sebagai perunding yang baik.

Perjalanan sejarah bung Hatta harus ditulis secara bernas, boleh dibilang Hatta telah mampu menyatukan dimensi Lokal, Islam dan kenusanteraan. Bukunya yang berjudul “Perdamaian dunia dan Keadilan Sosial” harus dibaca ulang. Buku ini harus menjadi konsep bahwa  peran Indonesia kedepan sangat penting dalam  mengawasi konflik internasional; israel-Palestina dan hubungan Indonesia vis a vis Barat.

Spirit “Perdamaian Dunia  dan Keadilan Sosial” juga harus merasuk ke tanah Aceh. Perdamaian Helsinki sebagai proses transformasi politik belum menjadi ruh seutuhnya manakala tindakan makar seperti  pembunuhan dan beberapa jenis aksi kriminal lain masih saja terjadi.  Bahwa Perdamaian Helsinki harus benar-benar diresapi sebagai bagian dari perdamaian dunia yang memberi keadilan menyeluruh bagi masyarakat Aceh. Tugas pemimpin sebagai pengayom dan pelayan rakyat harus dikembalikan pada jalannya. 

Hatta telah mewakili sosok sederhana yang memimpin Indonesia tanpa tending aling-aling. Pakaiannya begitu sederhana. Sosok yang sering orang menyebutnya kutu buku atau penggila ilmu pengetahuan. Akhirnya kita mencoba menggali kembali semangat Bung Hatta, di hari kelahirannya tanggal 12 Agustus. Bulan yang juga menjadi spirit bagi kemerdekaan Indonesia serta spirit pedamaian Aceh. Kata-kata pujangga Rene de Clerq diambil Hatta sebagai pijakan dan spirit membangun bangsa; hanya ada satu negeri yang menjadi negeriku, ia tumbuh dari perbuatan, dan perbuatan itu adalah usahaku.

Hatta  yang datang dari tanah Minang telah memberi aroma romansa dan cerita bagi tanah Indonesia. Jika Minang yang diibaratkan sebagai tanah puisi, maka Hatta sendiri adalah puisi bagi Indonesia yang harus dibaca manakala pemerintahan tak lagi berjalan sebagaimana mestinya. Ketika tugas-tugas rekonsiliasi berjalan sangat sulit, kita harus kembali mencontohi kebesaran jiwa Hatta.

Setiap warga bangsa pada akhirnya harus memulai sebuah usaha luhur dengan mengambil kembali spirit perdamaian. sebuah usaha besar untuk mendamaikan, membahagiakan dan memajukan bangsa.  Hatta telah memulainya dalam dimensi  keindonesiaan.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top