Nuruddin Zanki Al-Hanafi, The Forgotten Hero
Oleh:
Khalid Muddatstsir
Jika
mengenang sejarah kejayaan tentara Islam pada perang salib, maka sosok yang langsung
terlintas di benak kebanyakan orang adalah Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi. Siapa
yang tak kenal Shalahuddin Al-Ayyubi, sang pembebas kota suci Al-Quds yang terkenal dengan
kealiman dan kesufiannya.
Tapi tidak adil rasanya jika kita mengabaikan satu tokoh lagi yang perannya
juga tidak kalah hebat. Namanya memang tidak setenar Shalahuddin, akan tetapi
sejarah mencatat dari rahim
beliaulah panglima perang sekokoh, seadil, dan seshalih Shalahudin dilahirkan. Beliau
adalah “Sang Khalifah Keenam”, Nuruddin Zanki Rahimahullah.
Nama
lengkapnya Nuruddin Abu Al-Qasim Mahmud bin Imaduddin Zanki Al-Kurdi Al-Hanafi.
Lahir di kota Halb (sekarang Aleppo), Suriah, hari Ahad 17 Syawal 511 H. Nuruddin
tumbuh berkembang dalam keluarga militer seperti ayahnya. Sejak kecil beliau
sudah terkenal mempunyai
keberanian dan semangat pantang menyerah. Pada masa itu pula beliau telah belajar
bahasa Persia dan Romawi. Ayahnya, Imaduddin adalah raja Daulah Zankiyah, penguasa
Aleppo dan Mosul (wilayah Iraq) yang juga seorang mujahid besar ketika itu. Ketika
ayahnya terbunuh tahun 541 H, Nuruddin mewarisi kepemimpinan ayahnya dan
membagi wilayah kekuasaan ayahnya menjadi dua. Aleppo dibawah kendalinya dan
Mosul diberikan kepada saudaranya, Saifuddin Al-Ghazi.
Nuruddin
Zanki merupakan raja dan panglima perang yang sangat berani, hebat dalam
berperang, dan cekatan dalam berkuda. Beliau juga sangat ahli dalam strategi
kemiliteran. Ketika beliau berkuasa tidak bosan-bosannya beliau menanamkan
semangat jihad kepada prajuritnya untuk membebaskan al Quds dari cengkeraman
kaum salib. Hal lain yang membuat Nuruddin sangat istimewa adalah kebijaksanaannya
dalam menyikapi konflik dengan sesama umat islam yang mana beliau memilih
menghindarinya.
Mengenai
keberaniannya di medan perang, Ibnu Kasir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah
mengisahkan bahwa suatu hari seorang faqih, Qutbuddin An-Naisaburi
berkata kepada Sultan Nuruddin, “Demi Allah wahai Sultan, jangan engkau
pertaruhkan nyawamu. Sungguh jika engkau terbunuh, semua kaum muslimin akan
dipenggal kepalanya dan negeri ini akan dirampas’. Nuruddin pun menjawab, “Siapalah
Mahmud ini sehingga ia dielu-elukan sedemikian rupa? Memangnya siapa yang
menjaga Islam selama ini dan sebelumnya? Itulah Allah yang tidak tuhan selain
Dia.” Sontak para hadirin disana menangis tersedu-sedu.
Selain berhasil mengalahkan
tentara salib, selama pemerintahannya Nuruddin berhasil mempersatukan Iraq,
Syam, Mesir dan Yaman dibawah satu kekuasaan, yaitu Kerajaan Zankiyah atau
Atabek.
Sultan
Nuruddin adalah seorang pemimpin yang adil. Selama berkuasa beliau tidak
membolehkan pemungutan pajak dalam bentuk apapun. Bukti lainnya bahwa Sang
Sultan tidak pernah memberikan hukuman berdasarkan tuduhan atau praduga
bersalah, melainkan menghadirkan beberapa saksi terlebih dahulu.
Beliau
juga mendirikan Daar al-‘Adl (rumah keadilan). Disanalah beliau
mendengarkan langsung keluhan-keluhan rakyatnya dari semua kalangan. Beliau
mendiami Daar al-‘Adl tersebut 2 kali dalam seminggu. Pendapat lain
mengatakan 4 kali dalam seminggu. Dengan ditemani Qadhi Kamaluddin Al-Syahrazuri
dan beberapa ulama ahli fiqih dari berbagai mazhab, Nuruddin menyelesaikan
permasalahan yang dialami rakyatnya tanpa pilih kasih. Dengan adanya forum ini,
kesejahteraan dan kenyamanan rakyat semakin terjamin. Karena sang Sultan selalu
siap melayani seluruh orang yang terzalimi meskipun ia berasal dari bangsa
yahudi, dan menghukum siapa saja yang berbuat zalim meskipun itu keluarganya
sendiri.
Sultan
Nuruddin Zanki juga terkenal dengan pribadi yang sangat zuhud. Beliau tidak
pernah mengambil harta negara untuk keperluan pribadi, apalagi memperkaya diri.
Beliau selalu memalingkan hatinya dari kekayaan duniawi, padahal beliau adalah
seorang raja. Bahkan setiap hadiah yang diberikan kepadanya, beliau waqafkan ke
mesjid-mesjid atau rakyatnya yang membutuhkan.
Beliau
tidak pernah memakai sesuatu yang diharamkan dalam syariat, seperti sutera,
emas dll. Suatu ketika beliau dihadiahkan imamah dari Mesir yang sangat mahal
nan indah yang dihiasi dengan emas. Akan
tetapi beliau menolak hadiah tersebut, bahkan enggan memandangnya. Beliau malah
meminta hadiah yang mahal tersebut diberikan kepada seorang sufi untuk
keperluan dakwahnya.
Ibnu
Atsir dalam Al-Kamil fi at-Tarikh juga mengisahkan, suatu hari istri
sang Sultan mengeluhkan tentang beratnya penderitaan hidupnya. Maka Sultan
Nuruddin memberikan 3 toko pribadinya di Homs. Kemudian beliau berkata, “Hanya
ini yang aku miliki. Dan jangan harap aku akan menyentuh harta umat yang telah
diamanatkan kepadaku. Aku tidak akan mengkhianatinya. Dan aku tidak akan
menceburkan diriku kedalam azab Allah hanya karena dirimu”.
Benarlah
Ibnu Atsir yang mengatakan, “Aku telah membaca sejarah para raja, namun tidak
kudapati setelah Khulafaur Rasyidin dan Umar bin Abdul Aziz seorang raja yang
lebih hebat dan lebih adil daripada Nuruddin Zanki Rahmatullah ‘alaih”.
Sultan
Nuruddin Zanki adalah sosok pemimpin ahli ibadah yang tidak pernah bosan
bermunajat kepada Allah. Beliau selalu melaksanakan shalat tepat waktu yang
dilakukan dengan berjamaah. Beliau dan istrinya Ashamat ad-din Khatun adalah
pasangan yang kecanduan shalat malam dan puasa. Beliau juga suka berbuat
kebaikan dan selalu membaca Al-Qur’an dengan mentadabburinya. Tidak pernah
pernah sekalipun terdengar kata-kata
kotor keluar dari mulutnya.
Meskipun
ganas di medan perang, tidak menjadikan Nuruddin melupakan ilmu pengetahuan. Beliau sendiri termasuk orang yang
sangat cerdas, berwawasan luas, dan ahli ilmu agama. Faqih dalam mazhab hanafi
dan beraqidah Ahlussunnah wal jamaah. Seperti diriwayatkan Ibnu Kasir
bahwa disela-sela memimpin sebuah kerajaan, beliau juga banyak menelaah
kitab-kitab keagamaan. Jika dilihat dari kealiman dan keshalihannya, beliau
lebih menyerupai seorang ulama daripada seorang raja dan panglima perang. Bahkan
jika dilihat dari amalan harian beliau berupa wirid dan zikir khusus juga dari
kezuhudannya, penulis menilai bahwa beliau adalah seorang sufi dan waliyullah.
Wallahu a’lam.
Beliau
sangat menghormati para ulama dan para sufi. Beliau percaya bahwa sebuah
kerajaan rabbani haruslah ditopang dan disokong oleh orang-orang rabbani pula,
yaitu para Ulama. Jadi tidaklah heran jika beliau banyak berkonsultasi dengan
mereka dan sering meminta didoakan kepada para ulama sufi tersebut.
Tidak jarang beliau menghadiri
pengajian-pengajian yang dipaparkan oleh ulama besar ketika itu. Nuruddin
sendiri adalah murid Imam Ibnu ‘Asakir
dan banyak meriwayatkan hadis dari beliau. Ketika menghadiri majelis ilmu,
beliau terlihat seperti kebanyakan murid lainnya. Bak hamba sahaya, beliau tidak
meminta perlakuan khusus dan duduk dihadapan gurunya dengan tawadhuk.
Sebagai
bukti kecintaannya kepada ilmu, Sultan yang sering bermimpi bertemu dengan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ini mendirikan beberapa Madrasah Diniyah (akademi
keagamaan) di Syam dan Mesir. Tujuan utamanya untuk mengonter aliran-aliran
menyimpang seperti syiah yang ketika itu sedang gencar-gencarnya menyebarkan
ideologi mereka melalui Daulah Fatimiyah Ismailiyah di Aleppo, Damaskus,
dan Mesir. Madrasah-madrasah tersebut adalah Madrasah Syafi’iyah, Hanafiyah,
Hanabilah, dan Malikiyah. Ini menunjukkan bahwa beliau tidaklah ta’assub terhadap
mazhab yang beliau ikuti.
Sultan Nuruddin wafat pada hari Rabu, 11 Syawal 569 H dan
dimakamkan di Damaskus. Disamping kuburan beliau didirikan sebuah mesjid yang
kemudian dinamakan dengan namanya. Mesjid yang sampai kini lantunan zikir dan gema
shalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam masih terdengar
disana.
Itulah Nuruddin Zanki Rahimahullah. Sosok yang
luar biasa dalam sejarah Islam. Masih banyak kisah heroik dan teladan beliau
yang tidak sempat kami tuangkan disini. Umat Islam patut berbangga pernah memiliki
pemimpin adil nan alim dalam sosok Nuruddin Zanki. Dan patut bersedih juga
karena hari ini umat Islam miskin pemimpin-pemimpin seperti beliau.
Penulis
adalah Mahasiswa Universitas Al-Azhar, Jur. Aqidah Filsafat.
Posting Komentar