![]() |
wikipedia.org |
Oleh : Khalid
Muddatstsir*
Mesjid Sultan Hasan merupakan salah satu bangunan termegah di Kota
Kairo, Mesir. Bangunan awet ini juga merupakan salah satu objek wisata yang
ramai dikunjungi wisatawan-wisatawan asing. Mesjid bersejarah ini dibangun atas
perintah Sultan Hasan bin Nasir Muhammad bin Qalawun, penguasa dinasti Mamluk
waktu itu. Sang Sultan ingin mendirikan sebuah mesjid yang juga berfungsi
sebagai madrasah agama yang ditujukan kepada pengikut Ahlussunnah wal jamaah.
Didalam mesjid ini terdapat
4 ruangan besar yang dikhususkan untuk pelajar 4 mazhab fikih yang
menjadi pijakan Ahlussunnah wal jamaah;
Syafiiyah, Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah. Setiap mazhab mengambil satu
ruangan tersebut untuk dijadikan madrasah. Dibangun tahun 757 H/1356 M, mesjid
yang mempunyai arsitektur menawan tersebut masih tampak sangat gagah dan kokoh
meskipun usianya yang sudah ratusan tahun.
Diceritakan oleh guru kami, Prof. Dr. Ali Jum'ah, anggota dewan
ulama senior Al Azhar yang juga mantan mufti Mesir, bahwa dulu Sultan Hasan
menunjuk seorang ulama ahli qiraat untuk berdiam setiap hari didalam Madrasah Syafi'iyah. Ulama tersebut berada di sana mulai setelah subuh
sampai tengah hari untuk mendengarkan bacaan atau hafalan para pelajar di sana.
Sang Sultan juga memberikan 50 dirham (senilai 1000 pound Mesir sekarang)
kepada setiap anak yatim yang telah menyempurnakan hafalan Al Qurannya. Jadi,
tidaklah heran jika mesjid ini merupakan pusat pengajaran 4 mazhab fikih di
masanya.
Kamis (20/11) pagi, ratusan pelajar Al Azhar dari berbagai belahan
dunia memenuhi mesjid sepuh tersebut. Nampak pelajar dari Indonesia, Malaysia,
Thailand, Rusia, Afrika, Turki, semuanya berkumpul di bawah naungan ilmu. Ada
semangat membara yang tampak dari wajah dan gelagat mereka. Bagaimana tidak,
mereka ingin menjadi saksi sejarah pembukaan kembali Madrasah
Syafi'iyah yang sudah berabad-abad
vakum dari dunia turats (kitab
klasik). Cuaca musim dingin yang mulai menyapa Kairo seolah-olah hanya sarapan
pagi yang semakin menambah energi mereka.
![]() | |
Syekh Hisyam Kamil di Pembukaan Madrasah Syafi'iyah Majid Sulthan Hasan |
Syaikh Hisyam Kamil Al Azhari, sosok yang sudah sangat familiar di kalangan pelajar Al Azhar, adalah orang yang sangat ditunggu-tunggu hari itu. Ya, Beliau akan menjadi tokoh sentral dalam penghidupan kembali tradisi belajar mengajar ilmu agama di Madrasah Syafi'iyah tersebut. Beliau akan memulai pembacaan kitab Tafsir Jalalain, karya dua ulama besar, Jalaluddin Al Mahalli dan Jalaluddin Al Suyuthi.
Ketika sosok yang dinanti tersebut tiba, ratusan hadirin berdiri
untuk menyambut dan menghormati kedatangan gurunya. Hal ini adalah pemandangan
biasa disaksikan di kalangan Azhariyyin (pelajar
Al Azhar). Karena ada slogan yang selalu dipegang oleh santri Al Azhar "Al Adabu Qabla al Ilmi", yang
maksudnya lebih kurang, sebelum berilmu, beradablah terlebih dahulu.
Syaikh Hisyam Kamil memulai mukadimahnya dengan mengirimkan bacaan
Al Fatihah kepada guru-guru beliau dan kepada arwah para ulama terdahulu yang
pernah mengajar di Madrasah Syafiiyyah. Beliau juga mengutarakan
alasan beliau memilih membaca kitab Tafsir Jalalain. "Tafsir ini sangat
cocok untuk pemula. Imam Jalaluddin Al Mahalli dan Jalaluddin Al Suyuthi
keduanya dulu bermukim di Kairo dan keduanya adalah ulama besar Al Azhar. Mereka
berdua mengikuti mazhab Imam Syafii. Oleh karenanya dalam menghidupkan kembali
madrasah ini, kita akan membaca kitab tafsir mereka". Tegas Syaikh
Hisyam hari itu.
Beliau menceritakan
biografi singkat dua ulama pengarang tafsir agung tersebut dan proses penulisannya.
"Imam al Mahalli memulai tafsirnya dari surat Al Kahfi sampai surat Al
Naas. Ketika beliau menafsirkan surat Al Fatihah, beliau dipanggil oleh Allah
swt. Setelah beberapa tahun, masyarakat waktu itu meminta imam Al Suyuthi untuk
menyempurnakan tafsir tersebut agar tidak hilang, mulailah Al Suyuthi
menyempurnakan tafsir gurunya tersebut." Kisah Syaikh Hisyam.
Tafsir Jalalain walaupun dikarang oleh dua ulama beda generasi,
tapi metodologi dan kualitasnya sama, seolah-olah penulisnya hanya satu. Ini
merupakan keistimewaan tersendiri bagi tafsir ini.
Diceritakan juga oleh Syaikh Hisyam bahwa saudara imam Al Mahalli,
Kamaluddin, suatu ketika pernah bermimpi bertemu dengan Imam Al Mahalli
dan juga Imam Al Suyuthi. Kemudian
beliau bertanya kepada Al Mahalli, "Manakah yang lebih bagus dari tafsir
(Jalalain) itu, yang anda mulai atau yang beliau (Al Suyuthi)
sempurnakan?" Imam Al Mahalli hanya tersenyum senang. Lalu imam Al Suyuthi
menjawab, "Yang saya sempurnakan lebih baik". Keesokan harinya
saudara Al Mahalli segera menemui Imam Al Suyuthi dan menceritakan perihal
mimpinya. Al Suyuthi menjawab dengan sangat tawaduk, "Karangan Imam
Mahalli, guruku, lebih baik daripada punyaku. Aku hanya mengutip ilmu yang Al
Mahalli berikan."
Sekilas tentang Syaikh Hisyam Kamil Al Azhari, beliau adalah salah
seorang ulama Al Azhar yang bermazhab syafii dan berakidah Asyari. Setiap
harinya beliau habiskan untuk mengajar ilmu syariah di berbagai majelis ilmu.
Di usia beliau yang masih relatif muda (42 tahun), Syaikh Hisyam merupakan
ulama yang produktif nan dermawan. Ditengah kesibukan beliau mengajar beliau
masih sempat menulis kitab. Terhitung sampai sekarang 17 kitab dari berbagai
disiplin ilmu telah beliau keluarkan, mulai dari Fikih Syafii, Aqidah
Ahlussunah, Sirah Rasul, Mawaris dan sebagainya. Salah satu hal yang terbilang
luar biasa dari Syaikh yang satu ini adalah beliau selalu membagikan kitab
karangan beliau secara cuma-cuma. Bahkan tidak jarang terdengar beliau melarang
dan memarahi mereka yang membeli buku karangan beliau. Hal yang jarang
ditemukan di daerah kita.
Acara yang berlangsung tiga
jam lebih tersebut ditutup dengan pembagian kitab secara cuma-cuma kepada
hadirin. Syaikh Hisyam juga menegaskan
akan memberikan sanad yang bersambung kepada pengarang kitab. Mesjid yang sudah
sangat sepuh inipun menjadi saksi bernafasnya kembali Madrasah Syafiiyah yang telah melewati mati suri yang sangat lama.
Dengan dibuka kembalinya madrasah tersebut, semoga tradisi belajar-mengajar
ilmu agama yang bersanad sampai kepada kepada Rasulullah terus tumbuh subur di
negeri kinanah ini.

Tidak ada komentar: