Aceh dan Darurat Pengangguran
Pelamar CPNS di Aceh/ Sumber Foto harianaceh.co |
Pengangguran atau tunakarya
adalah sebutan untuk orang-orang yang tidak bekerja sama sekali, bekerja kurang
dari dua hari dalam seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan
pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya terjadi karena jumlah angkatan kerja
tak seimbang dengan kesempatan kerja yang tersedia.
Selama bertahun-tahun
tingginya angka pengangguran menjadi problem yang belum bisa diatasi pemerintah
Indonesia, Aceh khususnya. Memang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah
pengangguran di Aceh hingga Februari 2014 berkurang sekitar 60 ribu orang
dibandingkan dengan keadaan Agustus 2013.
Dimana pada Agustus 2013 lalu
tercatat 207 ribu orang tidak bekerja dan hingga Februari 2014 jumlah
pengangguran hanya 147 ribu orang. Tapi ini bukanlah jumlah yang sedikit. Di samping
itu, sebagian besar dari jumlah tersebut merupakan pengangguran terdidik alias
lulusan perguruan tinggi.
Tingginya jumlah sarjana yang
tak sebanding dengan jumlah lapangan kerja menempatkan Aceh dalam kondisi
“darurat pengangguran”. Harusnya pemerintah lebih serius menanggulangi masalah
ini, mengingat 2015 nanti Indonesia akan menghadapi pasar bebas ASEAN yang
tentunya akan meningkatkan persaingan pencari kerja.
Diperkirakan Aceh akan
mengalami ledakan pengangguran. Amat disayangkan. Provinsi dengan sumber daya
alam yang begitu besar ini harus menghadapi masalah pengangguran. Jika tidak
segera diselesaikan, dikhawatirkan angka kemiskinan akan semakin melonjak.
Mengingat eratnya kaitan antara pengangguran dan kemiskinan. Hal ini akan
mempengaruhi juga tingkat kriminalitas, dan masalah sosial lainnya.
Beberapa hari menjelang Idul
Fitri 2014 yang lalu penulis pernah menjadi korban penjambretan. Pelakunya
sekilas terlihat masih sangat muda. Dan ternyata penulis bukanlah korban
pertama. Beberapa hari sebelumnya juga terjadi kejadian yang sama di daerah tersebut.
Selain itu, semakin mendekati lebaran, curanmor pun semakin marak.
Dari tahun ke tahun setiap
menjelang lebaran harga barang dan kebutuhan pokok di Aceh bahkan di Indonesia
melonjak naik. Sehingga semakin sulit untuk masyarakat menengah ke bawah untuk
memenuhi kebutuhan. Mungkin ini juga merupakan salah satu pendorong pelaku
untuk melakukan aksi tersebut.
Di usia produktif seharusnya
pemuda Aceh mencari nafkah dengan cara yang benar untuk memenuhi kebutuhannya.
Tapi di sisi lain, sempitnya lapangan kerja yang disediakan menyulitkan mereka
untuk memenuhinya. Sehingga selain kemiskinan, pengangguran ini juga
menimbulkan masalah lain yaitu kriminalitas.
Solusi
Islam terhadap Pengangguran
Sebenarnya Islam sudah
mengajarkan cara yang ideal untuk mengatasi masalah pengangguran. Pada masa
Rasulullah Saw. seseorang dari Anshar datang menemui baginda Rasulullah untuk
meminta-minta. Rasulullah bertanya kepadanya, “Apakah kamu mempunyai sesuatu di
rumahmu?” Pengemis itu menjawab, “Saya mempunyai pakaian dan cangkir.” Kemudian
Rasulullah mengambil sebagian pakaian dan cangkir tersebut untuk dijual kepada
para sahabat lainnya. Salah seorang sahabat sanggup membeli barang-barang
tersebut seharga dua dirham.
Selanjutnya Rasulullah
membagi uang yang didapat tersebut untuk sebagian dibelikan keperluan kebutuhan
keluarga pengemis, dan sebagian lagi dibelikan kapak sebagai alat yang bisa
dipakainya untuk bekerja mandiri mencari kayu bakar. Akhirnya dengan usahanya
sang pengemis mendapatkan uang sebanyak sepuluh dirham.
Dari kisah tersebut kita
melihat bahwa penyelesaian masalah pengangguran merupakan tugas dari
pemerintah. Dalam konteks hadis tersebut, selain membantu menyediakan kebutuhan
(makanan pokok) Rasulullah juga membantu pemuda Anshar tersebut untuk melihat
peluang usaha. Yaitu dengan membelikan kapak sebagai modal untuk mencari kayu
bakar.
Teladan ini layak dijadikan
acuan berpikir bagi pemerintah Aceh untuk mengatasi masalah pengangguran. Apalagi
Aceh memiliki otonomi khusus dan ditunjang dengan Anggaran Pendapatan Belanja
Aceh (APBA) yang melimpah. Kita berharap
realisasi anggaran tersebut lebih tepat sasaran. Misalnya untuk menumbuhkan
peluang kerja sehingga kesejahteraan masyarakat bisa meningkat. Sudah cukup
Aceh mengalami Darurat Militer, jangan sampai masalah berganti dengan darurat
pengangguran.
Problem pengangguran yang
saat ini menjadi masalah krusial bagi masa depan Aceh juga patut menjadi perhatian kita, mahasiswa
Aceh di Mesir. Tanpa kepedulian dan peran aktif kita, maka problem pengangguran ini bisa menjadi bom
waktu yang bersifat high eksplosif yang bisa meruntuhkan masa depan
bangsa Aceh.
Lulusan Al-Azhar Mesir dengan
potensi besarnya harusnya bisa menjadi modal perbaikan kualitas kehidupan
masyarakat Aceh di masa mendatang. Kiranya kita bisa mempersiapkan diri sedini
mungkin untuk siap mandiri dan berdikari saat kembali ke Nanggroe.
*Alumnus Bustanul Ulum Langsa saat ini kuliah di Univ. Al Azhar, Kairo. Jur. Ushuluddin.
*Tulisan ini sudah dimuat pada Buletin el Asyi KMA, rubrik Haba Nanggroe, Edisi 120.
Posting Komentar