Seputar Maulid Nabi Asy-Syarif

Google Image


Oleh: Alvin Nur Hazafat, Lc.*

Masih saja sampai sekarang ada sebagian kelompok radikal yang mempermasalahkan perayaan maulid Nabi Muhammad shalla Allahu ‘alaihi wa sallam –semoga Allah memberi mereka hidayah ke jalan yang lurus-.

Walau begitu sudah banyak juga –alhamdulillah- di antara mereka yang telah berubah pemikirannya tentang Maulid Nabi Saw., serta memahami hakikat prinsip-prinsipnya seiring dengan berlalunya hari dan berubahnya keadaan. Dan mereka memahami bahwa hukumnya termasuk dalam permasalahan-permasalahan ijtihadiyyah, yang sebagian orang di masa lalu tidak melihat hukumnya di masa sekarang, yang sebagian mereka berkata tentang perayaan maulid tidak seperti perkataan yang ada pada masa sekarang.

Dan masih ada sampai sekarang orang yang berkata tidak baik tentang perayaan maulid Nabi Saw. dengan menuduh terjadinya perbuatan mungkar seperti ikhtilath antara laki-laki dan perempuan, memainkan alat musik, meminum khamar dan sebagainya. Ada pula yang menganggap orang yang mengikuti perayaan maulid Nabi Saw. adalah mereka yang menjadikan hari raya (‘Id) syar’iyyah baru seperti ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha.

Sungguh pernyataan seperti ini adalah pernyataan yang dusta dan bodoh, dan telah jelas firman Allah di dalam surat Al-Hujurat ayat 6 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti.”

Seperti yang sudah kami jelaskan bahwa hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. bukanlah hari raya (‘Id) dan kita tidak menamakannya dengan hari raya, karena maulid Nabi Muhammad Saw. lebih besar dan agung dibanding hari raya.

Hari raya tidaklah terjadi kecuali hanya setahun sekali, adapun perayaan Maulid Nabi Saw. dan perhatian terhadap shawalat kepadanya, mengkaji sirahnya, harus dilakukan setiap waktu, tidak terikat di waktu dan tempat tertentu.

Seperti yang kita ketahui bahwa hari raya di dalam Islam hanya dua, yaitu hari raya Fitri dan dan hari raya Adha. Akan tetapi menyambut kelahiran Nabi Saw. juga harus dengan penuh suka cita sebagaimana kedua hari raya Islam tersebut, dikarenakan segala kebaikan yang terdapat pada hari tersebut.

Kalau lah bukan karena kelahirannya Saw. maka tidak terjadilah pengutusan rasul, tidak diturunkannya Al-Quran, tidak ada Isra dan Mi’raj dan lainnya, karena segala yang terdapat di dalam Islam adalah berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW. dan kelahirannya.

Maka tidaklah patut bagi seorang yang berakal bertanya, “Kenapa kalian merayakan kelahiran Nabi Saw.?” Karena seolah-olah dia bertanya “Kenapa kalian senang dengan kehadiran Nabi Saw.?”

Apakah pantas soal seperti ini keluar dari perkataan seseorang yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah? Cukuplah menjadi jawaban bagi si penanya dengan mengatakan “Aku merayakan kelahiran Nabi Saw. karena aku bahagia dengannya. Dan aku bahagia dengannya karena aku mencintainya. Dan aku mencintainya karena aku adalah seorang mukmin.”

Diterjemahkan dari kitab “Haula Al-Ihtifali bi Dzikraa Al-Maulidi An-Nabawi Asy-Syarif”, karangan Prof. DR. Syeikh Abuya Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki Al-Hasani 
 *Penulis adalah alumni Universitas Al-Azhar, fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top