Liputan Khusus: Simposium Internasional PPI Dunia ke VIII

Sumber Foto akun resmi Facebook Simposium Internasional VIII Kairo


Agenda Simposium Internasional PPI Dunia ke VIII hari pertama dilaksanakan di Muhammad Abduh Hall – Kairo, 24 Juli 2016. Acara ini dihadiri oleh kurang lebih 1000 orang peserta, yang terdiri dari para delegasi PPI Negara, para delegasi dari BEM kampus di Indonesia, delegasi dari PPMI Mesir, dan para peserta umum dari kalangan mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir). 

Acara dimulai pada pukul 10.00 Waktu Kairo. Diawali dengan sama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya, dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua Panitia, Presiden PPMI Mesir, Koordinator PPI Dunia, Duta Besar RI untuk Mesir, Deputi Grand Syeikh Al Azhar Prof. Dr. Abbas Syauman, serta Menteri Agama Republik Indonesia Bapak Lukman Hakim Saifuddin. Pak Menteri menyampaikan bahwa kewajiban para pelajar Indonesia di negeri perantauan adalah bukan hanya memperdalam ilmu, tapi juga harus menjaga reputasi bangsa. Setelah itu, Menteri Agama membuka secara resmi acara ini dengan pemukulan gong.

Seusai ceremonial pembukaan, digelar dialog interaktif “Memperteguh Identitas Bangsa Indonesia” bersama Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin. Pak Menteri menegaskan bahwa sejak dahulu, nilai-nilai agama atau religiusitas sangat dijunjung tinggi oleh oleh para pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa ini. Mereka memiliki kesadaran bahwa kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia bukan hanya dari perjuangan manusia, tapi juga berkat Tuhan. Kehidupan keseharian masyarakat Indonesia, tak bisa dilepaskan dari nilai-nilai agama. Dialog berlangsung antusias berkat para peserta yang aktif bertanya. 

Setelah dialog dengan Menteri Agama, acara dilanjutkan dengan diskusi panel pertama yang membahas tema politik, bersama para tokoh politik terkemuka: Mahfud MD, Joseph Kristiadi dan Yudi Latief. 

Mahfud MD menyatakan bahwa identitas bangsa Indonesia sudah mulai meluntur. Apalagi soal tatanan demokrasi kita, sudah bergeser dari rakyat ke rakyat menjadi rakyat ke elit. Konsekuensinya ketika demokrasi bergeser, hukum yang lahir adalah hukum konservatif yang tidak berdaulat dan merugikan rakyat. Kemudian Yudi Latief menyampaikan bahwa Indonesia adalah taman sari peradaban dunia. Di balik perbedaan ada persatuan, di balik persatuan ada perbedaan. Identitas nasional kita ada pada Pancasila. 

Adapun J. Kristiadi, mengungkapkan bahwa Pilihan demokrasi bukan pilihan ideal, hanya saja ia lebih baik dari sistem yang lain. Ia lebih baik dari militerisme, otoritarian dan lain-lain. Sejak lahir demokrasi sudah cacat.

Selepas diskusi panel politik, dilanjutkan dengan diskusi panel kedua membahas pendidikan, bersama Prof. Dr. Amsal Bachtiar, MA., dan Muhammad Danial Nafis (CEO Aktual). Pak Amsal sebagai seorang pendidik mengungkapkan bahwa identitas kebangsaan itu salah satunya adalah bahasa Indonesia. Indonesia harus memajukan pendidikannya karena dasarnya sangat kuat, di antaranya adalah dasar historis dan peradaban. 

Adapun Pak Nafis yang merupakan praktisi media, identitas itu bukan dibicarakan tetapi digerakan sehingga menghasilkan sebuah perubahan. Salah satu cara untuk menentukan identitas Indonesia adalah memberikan peran positif dengan melalui penggunaan media yang baik. Pendidikan itu sangat penting karena bisa membuat persepsi masyarakat sebuah negara atau sekelompok orang terhadap negara Indonesia.

Akhirnya, acara di Muhammad Abduh Hall ditutup pada pukul 18.00 dilanjutkan dengan sesi perfotoan. Setelah itu, para delegasi langsung berangkat menuju KBRI Kairo untuk mengikuti acara Gala Dinner.

Gala Dinner pada malam harinya di Garden City dimeriahkan dengan IndonesiARTmosphere, yang menyajikan penampilan-penampilan dari adat dan kebudayaan Indonesia seperti: Tari Rapa'i Geleng dari Aceh, Angklung dari Jawa Barat, Rampak Bedug dari Banten, Tari Zapin dan lain-lain. (MSY)

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top