Istiqamah [1]

"Katakanlah aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah."


Oleh : Amri Fatmi Lc. MA
بسم الله الرحمن الرحيم

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ (فصلت : 30)
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka (istaqaamu) meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (Q.S. Fushilat : 30)

Asal dan dasar agama Islam adalah beriman pada Allah dan mengikrarkan keimanan pada Allah. Kemudian Nabi menjelaskan bahwa istiqamah mesti datang setelah iman pada Allah. Maknanya, yaitu melakukan segala perintah-Nya dan menahan diri dari melanggar larangan-Nya.

Kita tidak mampu mendalami agama dengan memahami segala seluk beluk mendetil, kita tidak mampu mengkaji ribuan kitab fikih, hadis, tafsir, akidah dan sirah (sejarah). Lalu apa yang mesti kita pegang untuk menjaga agama kita bersama dengan kita, sehingga kita dianggap menjalankan agama kita dengan baik?

Seorang sahabat pernah datang menjumpai Nabi bertanya tentang inti Islam, yang hendak dia jaga dengan baik. Kalau bertanya tentang Islam dari A sampai Z, tentu Nabi sanggup menjelaskannya, tapi belum tentu ia sanggup mengingat dan menjalankannya. Maka sahabat ini datang bertanya inti dari Islam yang mesti dia jaga dan dipraktikkan dalam hidupnya. Yang inti Islam tersebut hanya bisa dijelaskan oleh Nabi saja, tidak seorang pun yang tau tentang hal itu. Sahabat tersebut bernama Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafy. Simak kisah pertemuannya dan wawancaranya dengan Nabi Saw.


عن سفيان بن عبد الله الثقفي قال : قلت يا رسول الله قل لي في الإسلام قولا لا أسأل عنه أحدا بعدك، قال : قل أمنت بالله ثم استقم. (أخرجه مسلم)

Dari Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafy ia berkata: Aku berkata: “Ya Rasulullah katakan kepadaku sebuah perkataan dalam Islam yang aku tidak (perlu) menanyakan pada seorangpun setelahmu,” Rasul berkata: "Katakan Aku beriman pada Allah kemudian istiqamahlah." (H.R. Muslim)

Setelah beriman dan mengakui Allah dengan sepenuhnya, mestilah sikap istiqamah harus dijalankan oleh setiap muslim dan mukmin. Hadis tersebut adalah penegasan terhadap ayat yang di atas.

Lalu Apa makna istiqamah?

Istiqamah sudah sering didengar, namun apa makna istiqamah sebenarnya?

Para sahabat Nabi dan para Ulama setelah menjelaskan makna Istiqamah dengan penjelasan yang sangat gamblang dan luas. Mari kita tilik penjelasan istiqamah menurut para sahabat Nabi:

Abu Bakar berkata: Istiqamah artinya tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun.

Umar bin Khatab: Istiqamah adalah teguh berjalan dijalan taat dan tidak menyimpang kanan kiri seperti jalannya serigala.

Usman bin Affan: Istiqamah adalah mengikhlaskan semua pekerjaan demi Allah.

Ali bin Abi Thalib: Istiqamah adalah melaksanakan semua kewajiban dari Allah. (Imam Ibnu Asyur, Tahrir wa Tanwir, 24/283)

Para khulafa yang empat telah menjelaskan makna istiqamah ini menujukkan pentingnya sikap istiqamah dalam hidup.

Imam Muhaddis An-Nawawi menyebutkan makna lain dari istiqamah: Teguh dalam menaati Allah dan juga bermakna 'aturan segala perkara.' (Kitab Riyadhushalihin : 50.)

Imam Ibnu Asyur mufassir abad 20 yang sangat terkenal menyebutkan bahwa istiqamah juga dipakai untuk pekerjaan yang baik serta teguh berjalan di atas kebenaran. (Tahrir wa Tanwir 24/282)

Sementara Prof. Dr. Muhammad Abdullah Diraz ulama Al-Azhar terkenal menjelaskan, Kata istiqamah mencakup segala hal yang makro dan mikro dalam Islam, mencakup masalah hati yang batin dan pekerjaan anggota tubuh yang zahir. Kata istiqamah bermakna lurus dan tidak bengkok atau menyimpang. Maka makna istiqamah adalah menempuh jalan yang lurus tanpa menyimpang sedikitpun. Juga bermakna tidak berlebih lebihan dan menjaga pertengahan dalam bertindak, bersikap dan berpikir. Makna istiqamah ini berlaku pada perbuatan dan berlaku juga pada akhlak, dan juga pada pikiran. (Muhammad Abdullah Diraz, Al-Mukhtar h.418-419) 
Bersambung...

Part 2

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top