Seminar Radikalisme Sebagai Penghalang Paham Radikal
Sejak delapan puluh tahun terakhir ini, kita disuguhkan banyak pandangan keagamaan yang diniatkan untuk berkhitmah kepada syariat Islam, dengan semangat untuk memperjuangkannya dan dirancang untuk digenerasikan. Mereka menciptakan metode berpikir sendiri dan menisbatkan sejumlah pandangannya kepada syariat Islam. Mereka menawarkan sejumlah teori dan metodologi, menulis buku dan berbagai artikel, merangkai puisi dan menulis karya sastra lainnya, serta menerbitkan surat kabar dan tabloid. Begitu banyak persoalan atau peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat yang mereka respon, di tengah tragedi-tragedi sejarah yang memilukan, peristiwa-peristiwa yang rancu dan sumber-sumber informasi yang saling berbenturan.
Semua itu terjadi dalam suasana psikoligis yang tidak stabil; khilafah
Islam telah runtuh dan seorang muslim kebingungan mencari jalannya. Hingga akhirnya
mereka menemukan Israel, dan selanjutnya terjadilah sejumlah peperangan. Bangsa
Arab dan umat Islam pun mulai tergoncang. Setelah itu terjadilah arus gerakan
pemikiran dan perubahan sosial. Terjadi benturan pemikiran di sana-sini, hingga
banyak orang yang bingung dan tidak mampu melihat realitas secara utuh serta
mencerna dan menganalisanya dengan baik, kemudian memberikan solusi.
Al-Azhar adalah institusi yang dikenal dengan metodolagi ilmiah yang kuat
dan otentik. Lembaga ini memiliki pengalaman selama seribu tahun dalam menyebarkan ilmu, serta
melahirkan para ulama yang kapabel sepanjang masa dan berbagai cabang ilmu
pengetahuan. Al-Azhar telah memiliki pengalaman yang cukup panjang di dunia keilmuan. Ribuan
delegasi dari sejumlah Negara datang ke Al-Azhar, dengan latar belakang lingkungan,
karakter dan kondisi sosial masyarakat yang berbeda-beda.
Hal ini semakin menambah jalinan ilmu pengetahuan antara Al-Azhar dengan
lembaga-lembaga keilmuan lainnya di seluruh dunia. Dengan demikian, di Al-Azhar
terkumpul berbagai metode disiplin ilmu pengetahuan yang jarang terjadi di
kalangan umat Islam dan lembaga-lembaga keilmuan lainnya di seluruh dunia.
Radikalisme telah memasuki fase darurat di tingkat remaja dan mahasiswa
yang seharusnya menjadi generasi penampuk kepemimpin setelahnya malah
terjerumus dalam penyakit kronis ini. Fatalnya mereka sudah masuk ke sekolah,
kampus, dan pengajian untuk mencuci otak genarasi-generasi emas bangsa.
Pada Selasa, 19 September
2017 PPMI Mesir mengadakan kajian ilmiah
seputar radikalisme, bertemakan "Seminar Radikalisme dan Cara Pencegahannya" mengundang Dr. Jamal faruq Daqqaq Dekan Fakultas Dakwah Universitas Al-Azhar,
Dr. Najih Ibrahim Cendekiawan Islam, juga turut hadir Dr. Mahmud Shawy Wakil
Dekan Fakultas Dakwah Universitas Al-Azhar sebagai pemateri.
Dr. Jamal Faruq mengatakan,
Banyak yang menempuh perjalanan dakwah tanpa satupun landasan yang kuat,
penunjuk dan berguru pada ulama pasti akan mendorongnya pada penyimpangan
radikal serta beraliran keras, kemudian dia akan keluar mengatakan pandangannya
pada orang yang belum pernah seorangpun mengatakan tentang hal itu, banyak kita
jumpai di televisi dan berita seputar pemikiran menyimpang dan beraliran keras.
Saya dapat menyimpulkan bahwa
ini disebabkan banyak hal, salah satu akarnya adalah kebodohannya dalam ilmu
agama Islam, tidak paham bahasa Al-Quran, dan tidak mengikuti manhaj sunnah
nabawi yang benar beserta kejadian dan peristiwa di dalamnya. Allah Swt.
menjadikan teks Al-Quran yaitu ‘hammal li aujuh muta’addidah’ pembawa
arah yang bermacam-macam membutuhkan
segenap pemikiran juga membutuhkan segelintir ahli pemikir sehingga semua kembali
dan mencakup padanya.
Saya sudah membaca kitab
Syekh Ahmad Ar-Razi Al-Halaby berjudul Wujud Al-Quran li ahli at tawaifu
milal wal firaq semuanya berujuk pada Al-Quran dan Hadis. Oleh karena itu
Sayyidina Ali berpesan, dari Ibnu Umar sebagaimana ia berkata pada Abdullah
Ibnu Abbas, ‘Janganlah kamu berdebati mereka dengan Al-Quran karena dia hammal
li aujuh muta’addidah harus dibarengi dengan Sunnah Rasulullah dan atsar’
kalian harus memiliki manhaj (metode). Maka dari itu banyak sekali yang
menyalah artikan hadis Rasulullah Saw. yang hanya terpaku pada teks pertinggal,
yang sebenarnya sunnah ialah thariqah atau manhaj (metode).
Sebagaimana kita ketahui bahwa Al-Quran memiliki arah yang bermacam-macam,
akan tetapi itu semua tidak terlepas dari apa yang pernah diajarkan oleh
Rasulullah dan para Khulafa Rasyidin. Begitu juga sedikit cuplikan Dr. Najih
Ibrahim dalam seminar kemarin.
Ada pertanyaan bahwa kaum
liberalis selalu bertanya, mengapa para teroris dan ekstrimis disebut babu
teks? Banyak dari golongan teroris, ekstrimis, kelompok separatis membunuh
sesama Muslim yang tak lain mereka hanyalah anak kecil penikmat buku saja.
Setelah diteliti terungkap bahwa mereka tidak paham pada teks dan tak paham
dengan perubahan zaman. Ini disebabkan karena mereka membaca teks tanpa
guru, bimbingan dan paham terhadap Al-Quran dan Hadis, mereka juga disebut
budak modern (tahunan).
Karena pada dasarnya Islam
tidak pernah menyuruh untuk berbuat keji, membunuh orang, membakar wanita,
menguburkan anak hidup-hidup, dengan kata lain Islam sangat menghormati jiwa
kemanusiaan. Tidak membunuh orang nasrani, tidak menyembelih orang Budha Yahudi
bahkan satu nyawa sekalipun, karena setiap balasan mereka ada pada Allah
ta’ala. Sebagaimana diterangkan ‘Wa qad karramna Bani Adam’.
Agama Islam datang dengan kedamaian.
Banyak sekali
kelompok-kelompok yang menamai diri mereka sebagai Anshar Baitul Maqdis
tapi pada hakikatnya mereka lebih pro Barat ketimbang Timur. Membunuh Muslim
dan Non-Muslim. Islam mengharamkan pembunuh atas dasar nama, seperti yang
dilakukan kaum Syiah yang membunuh semua pemuda-pemudi yang bernama Aisyah,
Umar, Utsman, dan sahabat nabi lainnya. Maka perbuatan ini diharamkan, Islam
tidak mengajarkan hal demikian. Islam datang dengan kehidupan dan sejahtera.
Kadang kala ada yang dibunuh karena pakaian, hanya karena berseragam aparat
mereka seenaknya dibunuh. Bisa jadi si korban lebih banyak pahalanya, lebih
taqwa, lebih banyak ibadah dari mereka. Sesungguhnya Islam tidak mengajarkan
pembunuhan apalagi pembunuhan atas dasar nama, pakaian, mazhab. Islam tidak
datang untuk membunuh manusia.
Oleh karena itu kamu bukanlah penjaga pintu surga, juga buka pemilik kunci
surga yang seenaknya kamu izinkan masuk. Masalah selanjutnya mengkafirkan
sesama Muslim, seperti yang dikatakan Rasulullah ‘Lasta alaihim bi
musaithir’ jadi kita tidak boleh mengkafirkan orang, kita adalah da’i bukan
hakim yang menghukum atas manusia.
Jika da’inya baik, maka tidak
akan terjadi seperti sekarang ini di Mesir, mengkafirkan para Hakim,
Pemerintah, Penguasa, Parlemen dan lain-lain. Dengan cara menebar kebencian
antar sesama, baik dalam doa sekalipun. “Ya Allah hancurkanlah Amerika,
Siksalah orang Rusia, lenyapkanlah orang-orang Barat..” ini bukanlah
cerminan yang bagus terhadap Islam. Bahkan sampai saat ini semua makanan
peralatan yang kita pakai masih diimpor dari Barat sedangkan kita tidak membuat
apa-apa.
Saya harapkan kepada kita
semua agar menjadi orang yang paham pada teks buku dan paham pada jaman. Dengan
cara menggabungkan antara kewajiban sesuai syariat dan realita di lapang ,
tidak menghilangkan salah satu diantaranya. Kita selaku Muslim harus menjadi
pemberi hidayah bukan pengkafir, menjadi penyebar kebaikan bukan penyembunyi,
menjadi perangkul bukan pemecah belah. Sebagaimana dalam Al-Quran, ‘Wa ila
Luthin akhahum, wa ila shalih akhahum,’ pada saat itu kaum nabi Luth
a.s dan
kaum nabi Shalih a.s semuanya kafir begitu juga sekarang Budha, Kristen,
bagaimanapun juga mereka tetap saudara kita.
Bukan pendakwah jika dia membenci orang, membenci dirinya, dan membenci
tetangga, karena kebencian akan merubah kebaikan menjadi kejahatan. Kemudian
acara "Seminar Radikalisme dan Cara Pencegahannya" berakhir dengan tertib diiringi selingan nasyid dilanjutkan pemberian cindera
mata pada para pemateri dan pemberian hadiah bagi pemenang sayembara tulisan.
Ini bukan masalah memonopoli ilmu pengetahuan, akan tetapi tentang sebuah
kecintaan kepada metode ini. Siapa pun yang ingin berpartisipasi dalam
pengambilan hukum dari Al-Quran hendaklah memahami metode ini, serta menguasai
dengan benar, hingga mendapatkan pengakuan dan izin untuk mengajarkannya
(ijazah). Jika tidak melakukan hal itu, maka ia telah berbuat zalim terhadap
ilmu pengetahuan dan tidak bersungguh-sungguh dalam mencari dan mempelajarinya.[]
Muhammad Syukran
Posting Komentar