Mengenal Lebih Dekat Habib Ali Zainal Abidin Al Jufri

Habib Ali Zainal Abidin Al Jufri (Foto: https://i.ytimg.com)

Oleh:
Muthmainnah

Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman Al Jufri merupakan ikon da’i sunni yang kiprahnya tidak hanya di dunia Islam, tapi juga di dunia barat. Penampilan fisiknya mengagumkan; tampan, tinggi, besar, berkulit putih, berjenggot tebal dan rapi tanpa kumis. Wajar jika kehadirannya di suatu majlis menyita perhatian banyak orang.

Bukan hanya itu, jika ia sudah berbicara di sebuah forum, pendengar akan dibuat kagum dengan intonasi suaranya. Pada saat tertentu suaranya menyejukkan hati pendengarnya. Tapi pada saat yang lain, suaranya meninggi, menggelegar, bergetar, membuat mereka tertunduk mengoreksi diri.

Di samping itu, materi yang dibawakannya juga bukan bahan biasa yang hanya mengandalkan retorika, melainkan penuh dengan pemahaman-pemahaman baru, sarat dengan informasi penting, dan ditopang dengan argumentasi-argumentasi kukuh. Hal ini dikarenakan penguasaan ilmu agama beliau yang tinggi dalam berbagai cabang keilmuan, ditambah dengan pengetahuannya yang tak kalah luas dalam ilmu-ilmu modern.

Ia memang sosok istimewa. Pribadinya memancarkan daya tarik yang kuat. Siapa yang duduk dengannya sebentar saja akan tertarik hatinya dan terkesan dengan keadaannya. Tidak saja di kalangan awam, para ulama pun mencintainya.

Habib Ali Al Jufri lahir di Kota Jeddah, Arab Saudi, menjelang fajar hari Jumat 16 April 1971 (20 Shafar 1391 H). Ia berasal dari orang tua yang masih keturunan Imam Husein bin Ali Ra. Ayahnya adalah Habib Abdurrahman bib Ali bin Muhammad bin Alawi dan ibunya bernama Syarifah Marumah binti Hasan bin Alwi binti Hasan bin Alwi bin Ali Al Jufri.

Menimba Ilmu dari Para Tokoh Besar

Di masa kecilnya, Habib Ali Al Jufri mulai menimba ilmu kepada bibi dari ibunya, seorang alimah dan arifah billah, Hababah Shafiyah binti Alwi bin Hasan Al Jufri. Wanita shalihah ini berpengaruh besar dalam mengarahkannya ke jalur ilmu dan perjalanan menuju Allah.

Kemudian ia menimba ilmu dari para tokoh besar. Habib Abdul Qadir bin Ahmad As Segaf adalah salah satu guru utamanya. Kepadanya ia membaca dan mendengarkan pembacaan kitab Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim, Tajrid Al Bukhari, Ihya Ulumuddin, dan kitab-kitab penting lainnya. Cukup lama Habib Ali belajar kepadanya, sejak usia 10 tahun hingga berusia 21 tahun.


Ia juga berguru kepada Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al Haddad, ulama terkemuka dan penulis karya-karya terkenal. Di antara kitab yang ia baca kepadanya ialah Idhah Asrar ‘Ulum Al Muqarrabin. Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki juga salah seorang gurunya. Kepadanya ia mempelajari kitab-kitab musthalah hadits, ushul dan sirah.

Sedangkan kepada Habib Hamid bin Alwi bin Thahir Al Haddad, ia membaca Al Mukhtashar Al Lathif dan Bidayah Al Nihayah. Ia pun menimba ilmu selama lebih dari empat tahun kepada Habib Abu Bakar Al ‘Adni bin Ali Al MAsyhur dengan mempelajari berbagai disiplin ilmu.

Pada tahun 1412 H (1991 M), Habib Ali mengikuti kuliah di Fakultas Dirasat Islamiyyah Univeristas Shan’a, Yaman dan selesai pada tahun 1414 H (1993 M). Kemudian ia menetap di Tarim, Hahramaut. Di sini ia belajar dan juga mendampingi Habib Umar bin Muhammad Al Hafiz sejak tahun 1993 sampai 2003. Kepadanya, Habib Ali membaca dan menghadiri pembacaan kitab-kitab Shahih Al Bukhari, Risalah Al Qusyairiyah, Al Hikam dan sebagainya.

Selain kepada mereka, ia pun menimba ilmu kepada para tokoh ulama lainnya, seperti Syeikh Umar bin Husain Al-Khatib, Syekh Mutawalli Asy Sya’rawi, Syekh ‘Ali Jum’ah, Syekh Ismail bin Shadiq Al ‘Adawi di Mesjid Husein dan di Al Azhar, serta Syekh Muhammad Zakiyuddin Ibrahim. Di samping itu, Habib Ali juga mengambil ijazah dari ratusan syekh dalam berbagai disiplin ilmu.

Kiprah Dakwahnya

Berbekal limpahan ilmu dan pengalamannya berkat tempaan para gurunya, Habib Ali Al Jufri pun mulai menjalankan misi dakwahnya. Aktivitas dakwahnya dimulai pada tahun 1412 H (1991 M) di kota-kota dan desa-desa di Yaman. Ia kemudian berkelana dari satu negeri ke negeri lain. Perjalanannya ke mancanegara dimulai pada tahun 1414 H (1993 M) dan terus berlanjut hingga sekarang.

Berbagai negara telah dikunjungi. Mulai dari negara-negara Arab; UEA, Yordania, Arab Saudi, Sudan, Qatar, Mesir, Maroko dan Djibouti, hingga negara-negara non-Arab di Asia, di antaranya Indonesia, Malaysia, SIngapura, Srilanka dan India. Di Afrika, ia telah mengunjungi Kenya dan Tanzania. Sedangkan di Eropa, dakwahnya telah merambah Inggris, Jerman, Perancis, Belgia, Belanda, Denmark, Bosnia dan Turki. Ia pun setidaknya sudah empat kali mengadakan perjalanan ke Amerika.

Perjalanan dakwahnya ke berbagai negara telah memberi kesan tersendiri di hati jamaahnya. Di Jerman, ia membuat jamaah sebnyak tiga kali menangis tersedu-sedu mendengar taushiyahnya. Di Amerika ada yang merasa bahwa memandang dan berkumpul bersama Habib Ali Al Jufri semalam cukup memberinya semangat beribadah selama tiga bulan. Di Darul Musthafa, Tarim, Hadhramaut, ia menjadi pembicara tetap daurah internasional setiap tahunnya. Bahkan dalam muktamar inetrnasioanal ulama Ahlussunnah Chechnya kemarin, Habib Ali berhasil membuat jutaan orang menangis mengenang baginda Rasulullah Saw.

Ia pun merangkul para da’i muda di Timur Tengah, membimbing dan memberikan petunjuk kepada para pemuda yang berbakat. Ia suka duduk bersama para pemuda dan mengadakan dialog terbuka secara bebas.

Dalam berdakwah, ia aktif menjalin hubungan dengan berbagai kalangan masyarakat. Mulai dari suku-suku paling bawah seperti di Afrika, hingga kalangan paling atas seperti keluarga kerajaan Abu Dhabi. Ia berelasi dengan kalangan awam hingga kalangan paling alim, seperti Syekh Sa’id Ramadhan Al Buthi (Mufti Suriah), Syekh Ali Jum’ah (Mufti Mesir), dan ulama-ulama besar lainnya.


Banyak sekali bintang film, para seniman, artis dan aktris di Mesir yang bertaubat di tangannya. Hingga hal ini justru mengakibatkan pemerintah Mesir khawatir dapat berdampak buruk terhadap industri perfilman Mesir.


Kemunculan Habib Ali di dunia dakwah membawa angin segar bagi kaum Muslimin, terutama kalngan sunni. Penyampaian dakwahnya menyentuh akal dan hati. Cara dakwahnya yang sejuk dan simpatik, pandanga-pandangannya yang cerdas dan tajam, pembawaanya yang menarik hati, membuatnya semakin berpengaruh dari waktu ke waktu. Semoga Allah selalu merahmati dan meridhainya.[]

*Penulis adalah mahasiswi tingkat empat Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar. Tulisan ini sebelumnya sudah dimuat di buletin el Asyi edisi 126.


Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top