Hikmah Lahirnya Islam di Semenanjung Arab (Bag. 2)

Google
Oleh: Muhammad Syukran*

Melalui gambaran kondisi bangsa Arab dan bangsa lain di sekitarnya sebelum Islam, kita dapat dengan mudah mengungkap hikmah Ilahiyah yang tersembunyi di balik ketetapan Allah Swt. memilih Semenanjung Arab, bukan wilayah yang lain, sebagai tempat kelahiran Rasulullah Saw. sekaligus pengangkatan beliau sebagai utusan-Nya. Allah Swt. menjadikan bangsa Arab sebagai bangsa pertama yang menerima dakwah agung ini. Dari kalangan merekalah yang pertama dititahkan Allah Swt. untuk menebarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru bumi agar semua manusia menyembah Allah Swt.

Banyak orang berpendapat, pemeluk agama sesat dan pemuja peradaban yang rusak akan sulit diobati sebab mereka memandang baik kerusakan yang menjangkiti diri mereka, bahkan membanggakannya. Adapun mereka yang berada dalam fase pencarian akan lebih mudah menerima kebodohan karena tidak akan membanggakan tamadun atau peradaban yang mereka sendiri belum mencapainya. Kelompok yang kedua ini tentu lebih mudah untuk diobati dan diarahkan. Ini tentu bukan hikmah Ilahiyah yang kita maksud karena analisis seperti ini hanya pantas dilakukan oleh mereka yang mempunyai kemampuan terbatas dan jengah bersusah-payah.

Kalau saja Allah Swt. berkehendak menjadikan Islam lahir di tempat lain, seperti Persia, Romawi, atau India, pastilah Dia menyiapkan segala sesuatu yang mendukung keberhasilan dakwah di sana, sebagaimana yang Dia siapkan di Semenanjung Arab. Demikian itu tidaklah sulit bagi Allah Swt. karena Dialah Zat Yang Maha Menciptakan segala sesuatu.

Hikmah terpilihnya Semenanjung Arab ini senada dengan hikmah terpilihnya Rasulullah yang ummiy alias tidak dapat membaca dan menulis. Bagi Allah, demikian itu bisa jadi agar manusia tidak meragukan misi kenabian yang diemban Nabi Muhammad Saw. Selain itu, Allah Swt. mengunci mati semua pintu keraguan terhadap keabsahan dakwah Rasulullah Saw.

Hal lain yang turut menyempurnakan hikmah Ilahiyah yang sedang kita bicarakan ini ialah lingkungan tempat tinggal rasul yang buta huruf itu memang seharusnya lingkungan yang juga “buta huruf”, berbeda dengan semua bangsa yang ada di sekitarnya. Maksudnya, bangsa Arab kala itu adalah bangsa yang belum “terkontaminasi” peradaban yang ada di sekelilingnya. Pikiran mereka belum dicemari berbagai macam filsafat yang tidak jelas ujung-pangkalnya.

Hikmah Ilahiyah lainnya adalah menyingkirkan keraguan dari dada semua manusia. Tidaklah mudah untuk dipercaya, andaikata nabi yang diutus Allah Swt. dari kalangan terpelajar yang menguasai kitab-kitab kuno, sejarah bangsa-bangsa purba, dan peradaban sekitarnya. Di samping itu, Allah Swt. juga ingin menyingkirkan keraguan manusia, seandainya dakwah Islam lahir di tengah bangsa berperadaban tinggi dan memiliki pemikiran filsafat yang sudah terbangun, semisal Persia, Yunani, atau Romawi. Jika itu terjadi, pasti akan muncul banyak “setan” yang menyangkal kenabian Muhammad Saw. Mereka akan menuduhnya sebagai upaya eksperimental-kebudayaan atau sebagai salah satu pemikiran filsafat belaka.

Berkenaan dengan hikmah Ilahiyah ini, Al-Quran secara gamblang menyatakan, “Dialah yang mengutus seorang rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S. Al-Jumu’ah: 2).

Memang sudah kehendak Allah untuk memilih utusan yang buta huruf. Adalah kehendak-Nya memilih tempat kelahiran rasul pilihan-Nya di tengah bangsa yang sebagian besar masyarakatnya buta huruf. Tujuannya agar mukjizat kenabian dan syariat Islam dapat menyala terang di dalam dada setiap insan, tanpa harus dikotori berbagai paham dan ajaran karsa kreatif manusia. Hal ini menunjukkan, batapa besar rahmat Allah Swt. bagi hamba-hamba-Nya.

Selain itu, masih ada beberapa hikmah yang dapat disimpulkan Syekh Said Ramadhan Al-Buthi dalam kitabnya Fiqh Sirah seperti poin-poin berikut ini:

1. Sebagaimana diketahui bersama, Allah Swt. mejadikan Baitullah sebagai “tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia”. Selain itu, menjadikannya sebagai “rumah pertama yang dibangun untuk manusia”, sebagai tempat penyelenggaraan ibadah dan mendirikan syiar agama. Di lembah itu pulalah Allah Swt. jauh sebelumnya telah mengukuhkan dakwah bapak para nabi, Ibrahim As. Dengan segala bentuk keistimewaan itu, kawasan yang penuh berkah ini memang layak menjadi “buaian” bagi dakwah Islam yang merupakan kelanjutan millah Ibrahim, menjadi tempat kelahiran dan diutusnya nabi terakhir yang masih keturunan langsung dari Nabi Ibrahim As.

2. Jika ditinjau dari letak geografis Semenanjung Arab yang dipilih Allah Swt. sebagai tempat kelahiran dakwah agung ini, seperti yang telah kami sebutkan di muka, kawasan ini memang terletak tepat di tengah-tengah berbagai bangsa yang ada di sekelilingnya.

3. Letak Semenanjung Arab yang strategis ini ikut mendukung penyebaran dakwah Islam ke tengah bangsa-bangsa itu menjadi jauh lebih mudah dilakukan. Jika memperhatikan perjalannan dakwah Islam di tempat kelahirannya dan pada masa kepemimpinan para Khulafa’ Ar-Rasyidun, Anda pasti dapat melihat jelas kebenaran pendapat ini.

4. Allah Swt. telah berkehendak menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa dakwah Islam. Selain itu, Allah Swt. juga menjadikan bahasa Arab sebagai alat pertama untuk “menerjemahkan” firman Allah yang kemudian disampaikan kepada kita.

5. Kalau saja mau meneliti karakter berbagai macam bahasa yang ada di dunia, kita pasti dapat mengetahui bahwa bahasa Arab sedemikian istimewa dibandingkan bahasa-bahasa yang lain. Oleh karena itu, pantaslah ia dijadikan bahasa utama umat Islam yang tinggal di seluruh penjuru dunia.

Bulan Rabiul Awal adalah bulan keberkahan di mana Nabi Muhammad Saw. diutus bagi seluruh alam dan bukan untuk bangsa Arab saja. Maka sudah sepantasnya kita selaku umatnya memperbanyak shalawat, karena syafaat beliau senantiasa mengalir bagi tiap bibir yang suka bershalawat padanya. Semoga di bulan Maulid ini rasa cinta terhadap Baginda Nabi Saw. terus terpupuk hingga hati ini berat untuk melupakannya walau untuk sesaat saja.



[1]Lihat Al-Milal wa An-Nihal, karya Imam Asy-Syahristani, 2/86-87. 
[2]Mâdzâ Khasira Al-'Âlam bi Inhithâ Al-Muslimîn, h.28. 
[3]Al-Ummah Al-'Arabiyyah fi Ma'rakah Taḥqîq Al-Dzât, h.147.

*Penulis adalah mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Mesir.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top