Apa Kabar Syariat Islam di Aceh?

*Muhammad Syukran 
Mesjid Raya Baiturrahman (sumber foto: instagram @dakwah_islampedia)

Apa kabar syariat Islam di Aceh hari ini? Melihat kantor Dinas Syariat dan Mahkamah Syar’iyah masih berdiri kokoh, polisi Wilayatul Hisbah (WH) pun masih rajin berjaga-jaga dan patroli, juga masyarakatnya yang masih beraktivitas sehari-hari. Ini menandakan bahwa pelaksanaan syariat Islam di Aceh masih hidup dan akan terus berumur panjang selama perangkat-perangkat tersebut masih ada.

Penerapan syariat Islam di Aceh selalu menjadi perbincangan hangat, bahkan yang sudah bertahun-tahun tertutup debu pun akan hangat kembali jika diulas dengan berbagai sudut pandangan. Banyak sumber memberitakan bahwa Aceh menerapkan syariat Islam sejak tahun 2001 hingga sekarang. Sungguh ini sangat keliru, sedikit kita buka lembaran sejarah bahwa Aceh sudah menerapkan syariat Islam jauh sebelum para penjajah datang.

Hingga Sultan Iskandar Muda menjadi contoh teladan bagi para pemimpin.  Saat Sultan Iskandar Muda menetapkan hukum rajam kepada anak kandungnya. Banyak yang mengusulkan hukuman cadangan untuk anaknya tersebut selaku pewaris tahta, tapi demi memastikan tegaknya syariat Islam sikap tegas harus tetap berlaku untuk keluarganya sendiri.

Sebuah contoh teladan yang patut diikuti oleh pemimpin kita saat ini, sikap patriot yang sangat tegas dari seorang pemimpin yang tidak kenal perbedaan dalam menegakkan sebuah aturan. Sikap yang sudah hampir tidak mungkin kita dapati lagi pada pemerintahan di masa kebangkrutan moral seperti saat ini.

Tulisan ini bukan ingin meninggikan daerah Aceh di atas daerah lain. Tapi melihat kita bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam sudah sepatutnya berjalan sesuai syariat Islam. Mustahil syariat Islam diterapkan oleh agama lain. Bahkan tak sedikit mereka non-Muslim yang menjalankan aturan Islam. Seperti halnya ibadah puasa, banyak non-Muslim yang menjadikan puasa sebagai solusi kesehatan bagi yang bermasalah pada berat badan dan sakit. Berkhitan juga menjadi rekomendasi para dokter di Barat untuk menghindari penyakit berbahaya yang menewaskan banyak nyawa.

Sumber foto instagram @vijhefajar20


Dua tahun lalu ada seorang dokter yang meneliti setiap gerakan dan waktu shalat. Terbukti bahwa setiap gerakan shalat berefek baik pada kesehatan manusia. Juga penetapan waktu shalat sendiri juga memiliki rahasia di baliknya yang bermanfaat bagi kesehatan. Ini menandakan bahwa Islam agama yang sangat manusiawi lagi insani. Ini bukan berarti bahwa ibadah yang diamalkan umat Islam bertujuan untuk kesehatan tapi ada kesehatan dalam ibadah yang Allah perintahkan.

Bukan semata-mata untuk kesahatan jasmani tapi juga rohani. Banyak yang mendapatkan ketenangan saat shalat, jiwanya terasa damai dan tentram selepas takbiratulihram. Bukti keesaan Allah agar hambanya sadar bahwa ibadah yang dilakukan bukan untuk Sang Pencipta saja.

Saat Tsunami melanda bumi Serambi Mekah tahun 2004 silam, di tengah panasnya konflik yang tak berkesudahan. Aceh hanya meminta hak otonomi daerah yaitu menjalankan syariat Islam dan pengelolaan sumber daya alam dengan sebaik-baiknya. Tapi konflik terus berlanjut hingga Tsunami datang. Seolah Allah memberi isyarat agar pertikaian antar sesama dihentikan. Korban yang meninggal akibat terjangan gelombang lebih banyak dari korban yang gugur di medan perang. Tapi kesedihan itu tak selamanya, move on terus dilakukan agar tak berlama-lama dalam duka.

Kini Aceh sudah move on dari masa lalu. Menatap jauh ke depan lebih utama, melihat pembangunan yang signifikan dan pendidikan kian berbenah. Gelar istimewa yang disandang sebagai kawasan syariat Islam membuat Aceh terus menjadi sorotan. Tak sedikit yang mengkritik dan memberi pujian, tapi semua itu adalah bumbu yang diharapkan dapat membangun kembali sosok Aceh saat masa jayanya.

Berbicara tentang syariat Islam, masyarakat Aceh yang mayoritas Islam tak pernah mendiskriminasi non-Muslim yang tinggal di dalamnya. Toleransi tetap terlihat menawan setiap harinya. Syariat Islam tidak membuat persaudaraan terputus dan rasa kasih sayang hilang diantara makhluk. Ada banyak negara yang sudah menjadikan syariat Islam sebagai ladasan hukum, salah satunya Kerajaan Brunei Darussalam. Negara terhormat bersama kedaulatannya, dengan berlaku syariat Islam di sana masyarakatnya terasa damai dan sentosa.

Syariat Islam di Aceh saat ini sudah sangat bagus. Masyarakat sangat mendukung setiap qanun-qanun yang ditetapkan. Kabarnya akan ada qanun jinayat baru yang akan disahkan. Walaupun terdengar kritik pedas di sana-sini, ada yang mengatakan qanun-qanun itu berlaku hanya untuk kalangan wanita, dan orang tak berkuasa saja. Laki-laki dan keluarga pejabat sukar ditemui di mahkamah jika tersandung kasus. Sehingga timbul opini dari masyarakat, jika syariat Islam bisa dipermaikan seperti hukum negara lantas untuk apa selama ini diperjuangkan.

Sumber foto instagram @acehmarketer


Ketika Aceh sudah diberikan hak otonomi daerah sebagai salah satu provinsi yang diistimewakan, tidak semestinya masyarakat buta dengan hukum negara. Dengan adanya syariat Islam berarti masyarakat Aceh menjalankan dua peraturan sekaligus. Berkat doa dan dukungan dari banyak kalangan semua itu masih tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Hukum negara yang ditetapkan pemerintah bertujuan untuk memudahkan segala urusan masyarakat, mulai dari bangun hingga tidur kembali. Sama halnya dengan tujuan syariat Islam yang menjamin kenyamanan bagi pelaksananya. Ada beberapa kalangan yang mengatakan hukum negara yang saat ini dijalankan sangat anti-Islam atau dibuat tanpa dasar yang jelas. Padahal jika diteliti lebih lanjut, dalam peraturan negara terimpilkasi syariat Islam di dalamnya. Syariat Islam tidak hanya seputar kenyamanan bersama tapi juga individu.

Syariat Islam tidak hanya seputar jilbab miras zina dan pakaian ketat saja. Aktivitas sehari-hari haruslah bersyariat jua. Ada banyak hal kecil yang disepelekan, seperti menipu, ugal-ugalan, mencaci, dan merusak lingkungan. Itu juga termasuk hal-hal kecil yang berefek besar bagi individu. Misalnya larangan berbohong yang sangat fatal dilakukan seorang Muslim, ugal-ugalan yang dapat membahayakan nyawa.

Kita bisa melihat salah satu peraturan tertib lampu lalu lintas yang ada di jalan raya. Ada tiga warna yang diberi makna di setiapnya. Merah tandanya berhenti, hijau boleh berlalu dan kuning tanda untuk berhati-hati. Untuk anak taman kanak-kanak (TK) tiga warna ini sudah tak asing, pasalnya guru sering mengulang agar anak-anak tidak lupa serta peka untuk menjadi warga negara yang baik.

Mustahil rasanya anak yang masih duduk di TK menerobos si lampu merah. Karena untuk bisa berkendara ria di jalan hanya orang dewasa yang sudah memiliki izin mengemudi. Banyak orang beranggapan ini hanya aturan pemerintah saja bukan aturan agama Islam. Padahal dalam al-Quran Allah berfirman, “wa laa tulqu bi aidikum ila tahlukah” dan “wa laa taqtulu anfusakum” yang berarti larangan membunuh diri.

Sumber foto: instagram @suarsocial

Lampu merah yang hidup menandakan ada jalan lain yang sedang dilalui banyak kendaraan, sehingga kita yang di seberang harus berhenti agar tidak terjadi kecelakaan. Ini bentuk perhatian pemerintah terhadap masyarakat agar tetap aman. Ketika seorang menerobos lampu merah lalu  tertabrak sehingga meninggal sama halnya dia bunuh diri. Memang benar nyawa seseorang sudah diatur tapi kita diberikan kesempatan untuk menjaga nyawa tersebut agar tak mati sia-sia.

Sudah banyak jiwa melayang karena kelalaian kita. Seperti halnya peraturan di atas, sudah banyak korban kecelakaan yang cacat hingga tewas. Ini disebabkan kepekaan kita terhadapan keselamatan diri sangat kurang, sehingga menganggap peraturan dibuat hanya untuk disepelekan.

Di Aceh sendiri tingkat kecelakaan sangat tinggi hampir setara dengan kota-kota besar di Indonesia. Padahal masyarakatnya hidup dalam nilai syariat Islam, tapi masih banyak masyarakat yang belum terlalu paham maksud dan tujuan dari penerapan syariat Islam itu sendiri. Sepertinya pemerintah perlu lebih giat mensosialisasikan pada masyarakat, betapa pentingnya syariat Islam itu dalam kehidupan. Begitupun selaku warga negara yang baik sudah sepantasnya kita mendukung dengan cara menghargai setiap kebijakan yang ada.

Itulah yang disebut proses, Aceh kini beda dengan dahulu. Dengan banyaknya tantangan zaman serta fenomena kehidupan, setiap kita sedang belajar menjadikan syariat Islam tetap berdiri. Jika terdapat kekurangan disana-sini semoga suatu saat dapat sama-sama kita sempurnakan. Lantas dengan berdirinya syariat Islam di Aceh tidak menjadikan masyarakatnya luput dari kesalahan. Syariat Islam hakikatnya bertujuan untuk menciptakan kehidupan yang damai dan sejahtera bagi pelaksana dan sekitarnya.       

*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Mesir.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top